Penulis
Intisari-Online.com - "Sudah jatuh tertimpa tangga".Peribahasa ini rasa-rasanya sungguh pas disematkan kepada Alex Dallas.
Remaja yang 12 berjuang melawan kanker ini dilarang datang ke prom sekolahnya.
Ironisnya, yang melarang adalah guru-gurunya sendiri.
(Baca juga:Banyak yang Tidak Menyangka, Ternyata Jenis Sayuran yang Mudah Didapat Ini Bisa Melawan Kanker)
Alex mengklaim bahwa guru-gurunya itu memutuskan bahwa ia dalam kondisi “tidak stabil secara mental” dan terlalu rentan untuk menghadiri acara pentas seni itu.
Remaja berusia 16 tahun itu telah berjuang melawan kanker sejak usia empat tahun dan menjalani serangkaian operasi yang mengancam jiwanya untuk mengangkat tumor di kepalanya.
“Saya sangat kecewa tidak bisa pergi,” ujarnya, dilansir dari Metro.co.uk.
“Prom adalah hal yang Anda inginkan datang saat berusia 11 tahun. itu membuat semua stres ketika ujian bernilai.”
Alex didiagnosis kanker setelah ibunya melihat ada benjolan di atas mata kanannya dan segera membawanya ke rumah sakit.
Di kelas, Alex mahir dalam pelajaran bahasa Inggris, matematika, dan ilmu pengetahuan alam.
Karena prestasinya itu, ia diterima untuk mengikuti pelatihan perawat September nanti. Tapi sebelum itu, ia begitu ingin datang ke acara prom yang diadakan sekolahnya.
Ibunya, Sam Mattison (39), telah menghabiskan biaya sekitar Rp6,5 juta untuk gaunnya yang bagus itu. Ia memilih melakukan operasi pada Desember lalu, itu artinya, prom ini memang benar-benar ia persiapkan sematang mungkin.
Setelah menjalani operasi, Alex mengikuti bimbingan belajar untuk mengejar seluruh pelajaran yang tertinggal. Tapi sekolahnya bilang bahwa ia harus masuk dua minggu sebelum ujian.
“Kami ingin memastikan siswa menghadari acara tersebut untuk kebaikan siswa tersebut, semua rekannya melakukan hal yang sama,” ujar juru bicara sekolah.
“Karena ia tidak masuk selama enam bulan, kami memintanya datang selama satu jam sehari selama dua minggu sebelum pesta prom, jadi kami bisa melakukan penilaian sehingga ia bisa berinteraksi dengan siswa lain.”
“Sayangnya ia tidak melakukannya dan oleh karena itu kami dengan enggan mengambil keputusan bahwa tidak benar mengizinkannya datang ke acara prom.”
Alex, yang menderita kegelisahan dan depresi karena pertempurannya melawan kanker, mengatakan: “Yang membuat saya marah adalah kalimat yang menyebut saya tidak stabil secara mental—saya stabil.”
Ia akan setuju bila ada penilaian psikologis yang tepat—tapi ia mengklaim bahwa sekolah tak pernah berkonsultasi dengannya. Ia juga bilang, pergi ke kelas akan semakin memperburuk kondisinya dan kecemasannya saat prom tiba.
(Baca juga:Dallas yang Memilih Berjuang untuk Hidup Setelah Kecelakaan Listrik Menimpanya)
Akibat keputusan sekolahnya itu, ia menghabiskan hari prom sekolah itu dengan menangis sepanjang hari sementara orangtuanya “bersenang-senang” di acara tersebut.
“Putri saya telah melewati neraka dan ia ingin menyelesaikan sekolah dengan nilai bagus bersama teman-temannya, yang sebagian besar ia kenal sejak kecil,” ujar Nyonya Mattison.
“Bagi orangtua, prom adalah disko yang dimuliakan, tapi bagi anak 16 tahun, itu adalah dunia,” tambahnya.