Penulis
Intisari-online.com - Belakangan wacana pelibatan TNI dalam operasi militer mengemuka seiring perkembangan situasi konflik bersenjata antara militer Filipina dan kelompok teroris yang disebut berafiliasi dengan Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS) di Marawi, Filipina Selatan.
Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu mengatakan, Presiden Filipina Rodrigo Duterte mengizinkan Indonesia terlibat dalam operasi militer untuk menggempur kelompok militan tersebut.
Operasi militer bertujuan untuk mencegah penyebaran kekuatan kelompok yang didukung ISIS itu.
Direktur Eksekutif Institute for Defence, Security, and Peace Studies (IDSPS), Mufti Makaarim mengatakan, pelibatan TNI dalam operasi militer di Marawi bisa dilakukan jika pemerintah Filipina mengirim permintan resmi.
(BACA JUGA:Catat! Inilah Tiga Cara Mengecek Makanan Asal Korea Mengandung Babi atau Tidak)
Di sisi lain, menurut Mufti, militer Indonesia dinilai memiliki kemampuan yang cukup untuk menjalankan operasi di Marawi.
"Perbantuan atas permintaan resmi pemerintah Filipina mungkin bisa dilakukan. Militer kita siap saja," ujar Mufti saat dihubungi, Jumat (23/6/2017).
Secara terpisah, Direktur Imparsial Al Araf mengatakan, pelibatan TNI dalam operasi militer di Marawi bisa dilakukan dengan memenuhi dua syarat.
Pertama, operasi militer tersebut dilakukan melalui keputusan Presiden Jokowi Widodo berdasarkan ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang No. 34 tahun 2004 tentang TNI.
Kedua, prinsip pelibatan TNI juga harus didasarkan pada permintaan bantuan Pemerintah Filipina, sebagai bentuk penghormatan atas kedaulatan negara Filipina.
"Jika memang Pemerintah Filipina meminta bantuan ke TNI maka Presiden perlu membuat keputusan presiden untuk pengerahan kekuatan TNI ke Filipina," kata Al Araf kepada Kompas.com, Jumat (23/6/2017).
Meski demikian, Al Araf berpendapat bahwa untuk mengantisipasi pergeseran kekuatan ISIS dari Marawi ke Indonesia, jauh lebih penting jika pemerintah memperketat dan menjaga wilayah perbatasan.
Selain itu, kerja sama intelijen dengan Filipina perlu dioptimalkan guna mendeteksi dini, mencegah dan mengantisipasi masuknya teroris ke Indonesia.
"Yang lebih penting presiden bisa perintahkan operasi intelijen di suriah untuk menangkap Bahrun Naim karena sepanjang krisis Suriah terus berlangsung dan teroris asal Indonesia di Suriah terus ada di bawah pimpinan Bahrun Naim, maka potensi kerawanan serangan teroris di indonesia akan terus terjadi," ujar dia.
Sementara itu Pakar hukum internasional Hikmahanto menganggap TNI perlu mengambil peran dalam menggempur kelompok ISIS di Filipina Selatan.
Pasalnya, Indonesia menjadi salah satu negara yang terancam disusupi anggota kelompok militan Filipina yang terafiliasi dengan ISIS.
"Sebenarnya ISIS itu tidak hanya ancaman bagi satu negara saja, Filipina saja, tapi kan ancaman bersama. Tentu ISIS juga jadi ancaman bagi Indonesia," ujar Hikmahanto saat dihubungi, Kamis (22/6/2017).
(BACA JUGA:Mengganti Nama di WA Menjadi “Calon Mayat”, Pria Ini Akhirnya Meninggal Karena Kecelakaan)
Menurut Hikmahanto, Presiden Joko Widodo sebagai pemegang kebijakan harus mendukung keterlibatan TNI, dalam operasi tersebut.
Ia mengatakan, memberantas ISIS merupakan tugas bersama negara-negara ASEAN yang merupakan negara tetangga Filipina.
Kerja sama ini sebelumnya pernah digalakkan saat negara ASEAN sepakat melawan komunisme. Presiden bisa langsung menugaskanTNI dengan membuat surat instruksi.
Selain itu, jika diperlukan, harus ada persetujuan DPR RI untuk berpartisipasi dalam operasi tersebut.
"Sekarang ada ancaman baru dan menurut saya Presiden perlu merespons secara positif," kata Hikmahanto.
"Karena TNI tidak akan bisa bergerak kalau presiden tidak setuju," lanjut dia. Situasi di Marawi memang tengah menjadi perhatian Pemerintah Indonesia.
Pada Senin (19/6/2017) lalu, Indonesia menjalin kerjasama patroli laut bersama dengan Filipina dan Malaysia dalam pertemuan trilateral Menteri Pertahanan di Tarakan, Kalimantan Utara.
Kemudian pada Kamis (22/6/2017) Menteri Luar Negeri Retno Marsudi menghadiri pertemuan trilateral di Manila dengan Filipina dan Malaysia dalam rangka membahas perkembangan situasi pasca serangan kelompok teroris di Marawi.
Pertemuan tersebut menghasilkan Pernyataan Bersama Ketiga Menteri Luar Negeri, antara lain berisi keprihatinan bersama terhadap insiden terorisme dan kekerasan ektrimisme yang baru-baru ini terjadi di Filipina.
Lalu, penegasan kembali komitmen bersama untuk menangani terorisme dan kejahatan lintas negara lainnya yang dapat mengancam stabilitas di kawasan, serta kesepakatan untuk menyusun Rencana Aksi Bersama.
(BACA JUGA:Dulu Dicampakkan, Kini Buah Ceplukan yang Pernah Menjadi Penyelamat Prajurit Romawi Itu Harganya Selangit)
(Artikel ini tayang di Kompas.com dengan judulSeberapa Penting Keterlibatan Indonesia Menggempur ISIS di Marawi?)