Find Us On Social Media :

Harus Hidupi Ketiga Adiknya Semenjak Orangtuanya Meninggal, Reni Romaulina Tetap Berhasil Lulus dari ITB

By Intisari Online, Sabtu, 27 Oktober 2018 | 09:30 WIB

 

Intisari-Online.com - Setiap orang kerap kali dihadapkan dengan permasalahan yang tidak diinginkan.

Terdapat halangan dan rintangan yang mesti dilewati seseorang, namun hal itu tentu saja bukan merupakan penghambat untuk meraih kesuksesan.

Seperti halnya yang telah dilalui Reni Romaulina (23), wisudawati jurusan teknik lingkungan Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan ITB.

Perjuangannya patut diapresiasi dan inspiratif, pasalnya, di tengah perjuangannya meraih cita-cita, dia harus dihadapkan pada persoalan berat, yaitu menjadi tumpuan keluarga lantaran kedua orangtuanya telah tiada.

Baca Juga : 7 Bulan Setelah 'Meninggal' dan Dikremasi, Pria Ini Kembali Ke Rumah dan Membuat Keluarganya Ketakutan

Ayahnya bernama Anggiat Silaban (alm) dan ibunya bernama Basaria Nainggolan (almh).

Saat baru lulus dari sekolah tingkat menengah atas, gadis kelahiran Bandung, 20 Oktober 1995 ini sempat mendapatkan kepercayaan dari ibunya untuk berkuliah meskipun di tengah kondisi ekonomi yang serba berkecukupan.

Saat itu, karena ayahnya telah tiada, ibunya lah yang harus bekerja menghidupi dirinya dan ketiga orang adiknya.

Reni merupakan anak pertama dari empat bersaudara, adiknya yang pertama Rikardo Silaban sudah lulus SMA dan tengah mencari pekerjaan, adik kedua Nia Silaban merupakan mahasiswi Unpad jurusan hubungan internasional juga mahasiswa Bidikmisi, dan adik keempat Rosdiana Angelina Silaban sekarang masih bersekolah di kelas 1 SMAN 1 Purwakarta.

Baca Juga : Ini Rumah Menteri Susi Pudjiastuti di Pangandaran, 400 Pegawai Susi Air Tinggal di Sini

Bersyukurlah Reni, berkat tekadnya dan kepercayaan ibunya itu, dia berkesempatan memperoleh beasiswa bidikmisi selama kuliah di ITB.

Namun, tak berselang lama Reni berkuliah, ketika di akhir semester kedua, Reni harus menerima pahitnya kenyataan dan kesedihan yang mendalam.

Ibunya divonis oleh dokter mengidap kanker otak stadium empat.

Hal itu menyisakan tanya dan realitas yang sangat berat baginya, mengingat dokter telah memprediksi bahwa umur ibunya tidak lama lagi.

"Kami enggak tahu sebenarnya kapan itu terjadi, awalnya kami pikir itu gejala stroke, tapi mamah selalu berusaha kuat, menutup-nutupi kesakitannya," ujar Reni kepada Tribun Jabar saat ditemui di Jalan Ganeca 7 Lb Siliwangi, Coblong, Kota Bandung, Kamis (25/10/2018).

Reni menceritakan, setelah keluarganya pindah ke Purwakarta, ibunya memang sering sakit-sakitan.

Walaupun Reni selalu berusaha mengingatkan ibunya untuk pergi ke Dokter, namun jarang digubris oleh ibunya lantaran sibuk dengan aktivitasnya sehari-sehari.

Ibunya adalah sosok pekerja keras dan ulet, demi menghidupi keempat orang anaknya dia rela banting tulang.

Baca Juga : Trump Berniat Akhiri Perjanjian Nuklir, Putin Siapkan Rudal yang Bisa Ratakan Amerika

Pekerjaan sehari-harinya adalah berjualan kelontongan, sayur-sayuran, buka pengisian air galon, dan membuka jasa bengkel.

Setiap dini hari ibunya selalu sibuk pergi belanja ke pasar, terkadang ibunya pun turun tangan untuk memperbaiki mobil truk besar sekalipun di bengkel.

Tak heran jika ibunya pun sering sakit-sakitan.

Sebelumnya, ibu dari Reni sempat mengalami sakit ambeyen dan turun peranakan.

"Dari situlah perjalanan mamah berlangsung sampai akhirnya memang kanker otak," cerita Reni yang matanya nampak berkaca-kaca menahan air mata agar tidak menetes.

Sejak di tingkat satu Reni berkuliah, dia telah mengkhawatirkan kondisi ibunya, dan dia pun terpaksa bolak-balik menempuh perjalanan Purwakarta-Bandung sambil berkuliah.

Hingga suatu saat keadaan ibunya memburuk, Reni diberi kabar dari neneknya yang datang dari Medan untuk segera pulang melihat kondisi ibunya.

Sontak Reni pun kaget dan khawatir, ternyata kondisi ibunya tambah parah.

Baca Juga : 'Dokter Hantu': Menguak Sisi Gelap Operasi Plastik di Korea Selatan yang Bikin Merinding

Reni melihat kondisi ibunya terkapar dengan tangannya yang kejang.

Dengan berusaha keras Reni membawa ibunya ke dokter, namun yang terjadi, dia mendapatkan kabar yang tidak pernah dia sangka, bahwa hidup ibunya hanya tinggal bertahan 3 bulan lagi.

Reni menceritakan hal itu sambil menitikan air mata terjatuh dengan deras, sesekali Reni menyapunya dengan kedua tangannya.

Sambil membesarkan hati, Reni berusaha tegar dan terus melanjutkan ceritanya.

Dia pun lanjut bercerita, dokter mulai berpesan kepadanya, di akhir masa ibunya Reni harus membuat ibunya bahagia.

Reni mengaku tidak tahu harus berbuat apa, dia mendapatkan banyak saran dari para tetangganya untuk tabah dan mendorong motivasinya agar kuat menghadapi kenyataan tersebut.

Kendati begitu, satu tahun Reni menutupi kesedihannya, setiap kali dia pulang Reni harus membuat agar suasana menjadi bahagia di depan ibunya.

Akan tetapi, tidak sanggup menahan tangis, setiap menit Reni harus pergi ke kamar mandi dan menangis sejadi-sajadinya.

Baca Juga : Meski Kulit Kekasihnya Dipenuhi Luka, Pria Tampan Ini Mantap Ingin Hidup Bersamanya