Find Us On Social Media :

Demi Menghindari Pelecehan Seksual, di Negara Ini Ada Tradisi Menyetrika Payudara

By Afif Khoirul M, Rabu, 17 Oktober 2018 | 08:30 WIB

Intisari-Online.com - Pelecehan seksual mungkin adalah masalah yang dialami hampir di semua negara di belahan dunia ini.

Salah satu cara untuk menanggulangi pelecehan yaitu dengan menerapkan peraturan hukum untuk menindak para pelaku pelecehan seksual.

Namun, selain melalui perah hukum dan undang-undang di sebuah negara memiliki cara untuk menghindari tindak pelecehan seksual.

Seperti dikutip dari National Geographic Indonesia, di Kamerun ada tradisi setrika payudara hal ini adalah suatu cara untuk menghindari pelecehan seksual.

Baca Juga : Cerita Perempuan Yadizi: Takut Pulang karena Malu Pernah Jadi Tahanan dan Budak Seks ISIS

Salah satu kisahnya adalah, Veronica gadis berusia 28 tahun sudah menjadi seorang nenek setelah anak sulungnya hamil pada usia 14 tahun.

Tidak ingin peristiwa tersebut kembali terjadi terhadap keempat anaknya, Veronica membawa anaknya yang berusia 10 tahun dan 7 tahun ke sebuah desa dekat kota Bafoussam di Kamerun untuk meratakan payudara mereka. 

Tradisi menyakitkan ini dilakukan demi melindungi para gadis dari kejahatan seksual yang membuat adanya kehamilan pada usia muda dan pernikahan dini. 

Baca Juga : Ingin Menolong Temannya, Wanita Cantik Ini malah Diperkosa Beramai-ramai Lalu Dibunuh

Dalam praktiknya, sebuah batu atau tongkat kayu akan dipanaskan terlebih dahulu sebelum ditempelkan dan ditekan di kedua payudara.

Panas yang dihasilkan akan melelehkan lemak di payudara, sehingga membuat payudara menjadi lebih kecil. 

Sang ibu akan mengambil batu seukuran telapak tangannya, dan menekannya ke setiap sisi payudara selama 10 menit.

Selain menggunakan alat-alat tersebut, biasanya para ibu akan mengambil sebuah ikat pinggang yang diikatkan erat melilit payudara dan tubuh bagian atas anak perempuannya.

Baca Juga : 10 Manfaat Jepan alias Labu Siam yang Jarang Diketahui. Salah Satunya Bisa Tingkatkan Fungsi Otak, Lo!

Cara ini dilakukan untuk menyamarkan mereka agar tidak terlihat sudah memasuki usia matang. Tujuan lebih lanjutnya adalah untuk menghindarkan anak mereka dari ancaman tindak kekerasan seksual.

Saat masa pertumbuhan, anak-anak berusia delapan hingga 12 tahun dinilai terlalu rentan terhadap laki-laki di sekitarnya. Meski usianya sangat muda, tetapi bentuk fisik mereka tampak sudah dewasa. 

Bagi orang tua, terutama para ibu, hal ini dilakukan agar para putrinya tidak kehilangan kesempatan untuk bersekolah dan bekerja.

Baca Juga : Cara Mengobati Biduran Secara Alami Tanpa Obat Kimia tapi Tetap Manjur

Perlu diketahui bahwa di Kamerun, kehamilan pranikah dapat membuat mereka putus sekolah akibat kehamilan di usia yang masih muda.

Sekitar 65 persen perempuan yang hamil di usia muda tidak lagi melanjutkan sekolah.

Melansir Face2Face Afrika, berdasarkan laporan UNICEF, 38 persen anak-anak di Kamerun menikah di usia 18 tahun.

Seperempat dari anak yang sudah menikah ini sudah menjadi seorang ibu, dan 20 persen dari mereka putus sekolah setelah hamil. 

Baca Juga : Kisah Kakek Manjhi: Dianggap Gila Karena Nekat 'Membelah Gunung' Selama 22 Tahun Demi Desanya

Praktik ini pertama kali dijelaskan lebih dari 10 tahun yang lalu kepada komunitas internasional, tetapi asal-usulnya masih belum diketahui. 

Pada tahun 2005, lembaga pembangunan Jerman GIZ dan Jaringan Nasional Bibi (RENATA), sebuah organisasi non-pemerintah yang berbasis di Kamerun, mewawancarai lebih dari 5.000 gadis dan perempuan berusia 10 hingga 82 tahun.

Mereka menemukan bahwa sekitar 25 persen telah mengalami perubahan bentuk akibat menyetrika payudara.

"Saya mulai tumbuh payudara ketika saya berumur 10 tahun. Ibu saya menjelaskan kepadaku bahwa payudara saya tumbuh terlalu dini dan saya dapat menarik perhatian anak laki-laki," kata Cathy, korban setrika payudara. Namun, payudaranya tumbuh kembali setahun kemudian. 

Baca Juga : Pantas Saja Tak Tersedia di Google Playstore, Rupanya 5 Aplikasi Android Ini Sangat Canggih

Lebih lanjut, Cathy mengatakan bahwa dirinya malu melakukan proses ini pada tubuhnya.  

Cathy menambahkan prosesi menyetrika payudara ini tidak dapat mencegahnya agar tidak hamil pada usia 16 tahun dan meninggalkan sekolah.

Bahkan, kini dirinya harus menjalani operasi karena payudaranya rusak. Lebih parahnya lagi, ia tidak dapat menyusui bayinya akibat kerusakan payudara ini.

Tidak ada hukum terkait praktik ini walaupun banyak usaha telah dilakukan oleh para penyintas dan agen-agen hak asasi manusia untuk meminta pemerintah melarang tindakan ini.

Baca Juga : Kisah Tragis Pemenang Lotere Rp223 Milliar, Habiskan Uangnya Dengan Cara Gila Hingga Bangkrut dan Jadi Tukang Sampah

Tidak ada satu orang pun yang ditangkap ataupun dihukum di Kamerun karena menyetrika payudara. Ironinya, lebih dari empat juta anak perempuan sudah menjadi "korban".

Pada faktanya, proses ini mengakibatkan trauma dan kerusakan jaringan lunak yang berdampak pada efek jangka panjang.

Sebagian anak perempuan yang melewati proses ini bahkan memiliki ukuran payudara yang berbeda antara yang satu dengan lainnya.

Sekitar seribu perempuan di UK pada tahun 2016 dilaporkan melakukan praktik menyetrika payudara ini.

Dua orang ditahan di London dan Birmingham, tetapi tidak ada satu orang pun yang dihukum. Parlemen Inggris mendeskripsikan praktik ini sebagai kekerasan terhadap anak dan menyerukan agar hal ini dipidanakan.

Sejak tahun 2005, berbagai kampanye telah dilakukan untuk menghentikan praktik tersebut. Organisasi RENATA dan jurnalis Kamerun, Chi Yvonne Leina mendirikan organisasi Gender Danger pada 2012 untuk memberantas praktik menyetrika payudara.

Artikel ini pernah tayang di National Geographic Indonesia dengan Judul "Tradisi Menyetrika Payudara Agar Terhindar dari Kejahatan Seksual."