Find Us On Social Media :

1 Tahun Meninggalnya Choirul Huda: Pelajaran Tentang Hypoxia dan Penanganannya

By Masrurroh Ummu Kulsum, Senin, 15 Oktober 2018 | 13:45 WIB

Intisari-Online.com – Tanggal 15 Oktober setahun yang lalu, di tahun 2017, kabar duka menyelimuti persepakbolaan tanah air.

Choirul Huda, kiper Persela Lamongan meningal dunia pada Minggu (15/10/2018) sore.

Saat laga melawan Semen Padang dalam lajutan Liga 1 Indonesia di Stadion Surajaya Lamongan, di menit ke-44, insiden menimpa Huda dan rekan setimnya Ramon Rodrigues.

Huda mencoba mengamankan gawang dari ancaman pemain Semen Padang, Marcel Sacramento. Tetapi ia berbenturan dengan Rodrigues. Dadanya terbentur kaki Rodrigues hingga membuat Huda tak sadarkan diri.

Baca Juga : Ayahnya Dianggap ‘Pahlawan’, Biaya Pendidikan Kedua Anak Choirul Huda Digratiskan oleh Bupati Lamongan

Tanpa bermaksud menguak duka keluarga dan pendukung Persela Lamongan, ada pelajaran tentang kondisi hypoxia yang dialami Choirul Huda yang merenggut nyawanya.

Seperti apa itu hypoxia?

Hypoxia atau kekurangan oksigen disebut menjadi penyebab kematian kiper Persela Lamongan, Choirul Huda.

Seperti diberitakan Kompas.com (16/10/2018), dokter Yudistiro Andri Nugroho spesialis Anestesi dari RSUD dr Soegiri Lamongan menyebut, benturan yang dialami Huda dengan rekan setimnya menyebabkan henti napas dan henti jantung.

"Choirul Huda mengalami trauma benturan sesama pemain sehingga terjadi apa yang kita sebut henti napas dan henti jantung," kata dokter Andri.

Hypoxia tidak hanya berisiko pada atlet, tetapi juga semua orang. Aktivitas sehari-hari, kurang hati-hati, dan olahraga yang kita lakukan pun bisa mengantarkan pada benturan yang berujung hypoxia.

Dokter Dyah Wijayanti selaku koordinator kesehatan KONI Jatim mengungkapkan, hypoxia atau keadaan kekurangan oksigen bahkan bisa terjadi akibat wajah tertutup bantal.

"Kalau enggak ditutup bantal, kejadian itu bisa terjadi karena kecelakaan, benturan, atau tenggelam, sehingga terjadi trauma saluran napas. Saluran napas seperti hidung dan leher tertutup," papar dokter Dyah saat dihubungi Kompas.com Senin (16/10/2017).

Penanganan pertama pada orang yang diduga mengalami hypoxia pun harus jadi pengetahuan umum.

Baca Juga : Unggah Foto di Bak Mandi dengan Celana Kolor, Menpora Malaysia Banjir Kritikan Netizen

Penanganan pada kondisi hypoxia.

Dyah mengatakan, penanganan pada seseorang yang mengalami hypoxia akibat tersumbatnya jalan napas adalah Resusitasi Jantung Paru (RJP), terdiri dari tahapan A-B-C.

A adalah Airway control, atau penguasaan jalan napas. Ini merupakan hal pertama yang dilakukan.

"Empat menit dicek ada oksigen masuk atau enggak. Ini yang harus dicek pertama kali, kalau patah atau yang lain dapat menyusul," jelasnya.

Pada tahap pertama ini, waktu terlama melihat korban yang mengalami gangguan napas hanya empat menit. Lewat dari itu, akan terjadi kerusakan jika tidak ada oksigen yang masuk.

Cara sederhana untuk melihat apakah jalan napasnya berfungsi dengan normal atu tidak adalah dengan mengajak korban beromunikasi.

Seperti menanyakan nama, rasa sakit bagian mana yang ia rasakan.

"Kalau bisa ngomong berarti oke. Kalau enggak bisa, harus segera dilakukan penanganan jalan nafas. Dinaikkan kepalanya, angkat dagu tekan dahi," ujar Dyah

Tahap selanjutnya adalah B, yaitu Breathing Support (Bantuan Pernapasan) yang dilakukan menggunakan mulut penolong.

Lalu C, Circulatory Support (Bantuan Sirkulasi) adalah pijatan jantung luar.

Dengan memahami langkah-langjah tersebut, siapa pun berpotensi dapat menyelamatkan orang yang terkena hypoxia dari kematian.

Baca Juga : Chow Yun Fat: Aktor Ternama Hong Kong dengan Kekayaan Rp10 Triliun tapi Hanya Habiskan Rp1 Juta per Bulan!