Find Us On Social Media :

Dari Perokok Aktif hingga Bukan Perokok, Berapa Persenkah Seseorang Berisiko Terkena Kanker Paru-paru?

By Tatik Ariyani, Rabu, 10 Oktober 2018 | 19:30 WIB

Kalau jumlahnya sedikit, tubuh masih bisa memperbaikinya.

"Kalau ada yang slip, dia menjadi tidak normal, yaitu bibit-bibit kanker. Tapi, tidak segampang itu menjadi kanker. Ada mekanisme tubuh sendiri untuk menghilangkan yang tidak normal tadi. Maka tidak semua orang terkena kanker," kata Elisna.

Meski begitu, perokok tidak lantas bersantai dan tidak memikirkan risiko yang akan terjadi.

Risiko kanker paru-paru tetap lebih besar pagi para perokok.

Menurut Elisna, setiap hari perokok mengiritasi dengan intensitas tinggi yang menyebabkan perubahan jaringan dan sel di saluran pernapasan.

Hal ini memicu terjadinya sel kanker paru.

Elisna menyebut, perokok saah mengartikan rendahnya kandungan nikotin pada rokok.

Ketika melihat label tersebut, perokok cenderung merasa lebih aman dari penyakit dan mengonsumsi lebih banyak rokok.

Nyatanya, nikotin hanya salah satu zat karsinogen yang memicu terjadinya kanker paru-paru.

"Nikotin itu lebih dominan kepada adiksi atau kecanduannya. Semakin lemah kadar yang diberikan, orang yang ketagihan jadi cenderung merokok lebih banyak. Akibatnya, iritasinya lebih banyak, dan risikonya lebih tinggi," kata Elisna.

Namun, alangkah lebih baik jika seseorang berhenti merokok.

Elisna mengingatkan, dibutuhkan waktu setidaknya 15 tahun setelah berhenti merokok agar kondisi paru sama dengan orang yang tidak merokok.

Baca Juga : Khusus untuk NTB dan Sulteng yang Terkena Bencana, Harga BBM Tidak Ikut Naik