Dari Ratu Markonah di Era Soekarno Hingga Janin Bicara di Era Soeharto, Saat Presiden Indonesia Jadi 'Korban' Hoaks

Ade Sulaeman

Penulis

Dari Sokarno hingga SBY, kecuali Habibi, hampir semua presiden Indonesia pernah menjadi korban berita palsu alias hoaks.

Iintisari-Online.com -Bicara mengenai hoaks seakan tak ada habisnya. Kabar bohong ini dapat memanipulasi kabar/cerita yang bisa menipu kelompok atau masyarakat.

Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Komunikasi dan Informatika telah mengimbau kepada masyarakat untuk berhati-hati menerima kabar sebelum diberikan kepada orang lain.

Sepanjang Republik Indonesia diproklamasikan, tak hanya masyarakat, bahkan Presiden RI juga pernah menerima berita hoaks. Pemberitaan hoaks kepada Presiden ini jelas untuk kepentingan dan motif tertentu.

Berikut adalah berita hoaks di Indonesia dari Presiden Soekarno sampai SBY :

Baca Juga : 'Saya Suruh Dia Lari Cepat, Tapi Dia Tersapu Ombak,' Kata Puteri Pratiwi Korban Gempa dan Tsunami Palu

1. Raja Idrus dan Ratu Markonah (Era Soekarno)

Berita ini muncul di era pemerintahan Presiden Soekarno. Mereka berdua mengaku merupakan pemimpin Suku Anak Dalam yang mempunyai kekuatan yang mumpuni.

Cerita berawal setelah Indonesia merdeka, saat konflik mengenai Papua Barat belum selesai. Pihak Belanda masih menginginkan untuk menguasai wilayah tersebut.

Baca Juga : Semakin Panas! Militer China Menantang AS dan Hampir Menabrak Kapalnya di Laut China Selatan

Presiden Soekarno kemudian dibohongi Ratu Markonah dan Raja Idrus yang mengaku mengaku mau menyumbang harta benda untuk merebut Irian Barat dari tangan Belanda.

Saat itu, Raja Idrus dan Ratu Markonah tentunya mendapat liputan media massa besar-besaran.

Soekarno sempat menerima mereka di Istana Kepresidenan dan disambut dengan berbagai pelayanan yang luar biasa.

Namun, ternyata mereka berdua ketahuan berbohong. Keduanya diketahui sering melakukan aksi pemerasan dan penipuan.

Baca Juga : Cerita Memilukan Gadis yang Melakukan Tranplantasi Wajah: Dia Kini Mensyukuri 'Hidup Keduanya'

Harian Kompas edisi Agustus 1968 memberitakan, "Raja" Idrus ditangkap warga di Kotabumi, Lampung Utara.

Sebab, dia mengaku sebagai anggota Intel Kodam V Jaya dan jadi anak buah Mayor Simbolon. Idrus memeras sejumlah pengusaha di Lampung untuk mendapatkan sejumlah uang sebelum akhirnya dibekuk aparat.

Beberapa hari kemudian, "Ratu" Markonah juga tertangkap oleh petugas.

Menurut Harian Kompas edisi 21 Agustus 1968, Markonah menjalani hukuman penjara tiga bulan karena terlibat prostitusi di Kota Pekalongan, Jateng.

Markonah diberitakan beroperasi di Semarang, Pekalongan, dan Tegal selepas keluar dari bui di Jakarta akibat aksi penipuan.

2. Janin Bisa Bicara (Era Soeharto)

Di era Presiden Soeharto, juga terdapat peristiwa penipuan dan hoaks fenomenal, yakni kasus janin berbicara di dalam kandungan.

Dilansir dari Harian Kompas 26 Februari 2017, pada akhir 1970-an, Indonesia dihebohkan dengan bayi ajaib di dalam kandungan yang bisa diajak berbicara dan bahkan mengaji di perut Cut Zahara Fona (26), wanita asal Sigli, Kabupaten Pidie, Aceh.

Wakil Presiden Adam Malik dan Presiden Soeharto sempat tertarik dengan fenomena itu. Bahkan, Menteri Agama saat itu juga memberikan komentar di media massa.

Akhirnya, Tim Medis RSPAD, Ikatan Dokter Indonesia, Kejaksaan Agung, dan Polri turun tangan.

Saat hendak diperiksa Tim Ikatan Dokter Indonesia di RSPAD Gatot Subroto tanggal 13 Oktober 1970, Cut Zahara Fona mengatakan bayinya menolak.

Namun, ia diperiksa di RSPAD sepekan kemudian. Tim dokter RSCM juga memeriksa Cut Zahara dan menyatakan tak ada janin di rahim perempuan itu.

Kasus itu tak hanya diliput media dalam negeri. Media asing seperti BBC pun ramai memberitakannya. Aktivitas bayi ajaib terhenti setelah tape recorder yang dipasang di dalam pakaian Cut Zahara ditemukan Polisi Komdak XIII Kalimantan Selatan yang memburunya di Kampung Gambut, 14 kilometer dari Kota Banjarmasin.

Polisi menyita tape recorder EL 3302/OOG berikut kaset rekaman suara tangisan bayi dan bacaan ayat-ayat suci Al Quran.

3. Berita Tambang Emas di Busang (Era Soeharto)

Penipuan dan hoaks kembali terjadi tahun 1990-an yang sampai pada lingkaran Istana Kepresidenan.

Kali ini skandal tambang emas terbesar di dunia di Busang yang konsesinya dimiliki perusahaan kecil dari Kanada, Bre-X.

Buku Bre-X Sebungkah Emas di Kaki Pelangi (1997) karya Bondan Winarno mencatat skandal Busang juga ikut menyeret kekuasaan.

Kisah bermula saat geolog Filipina yang baru menjelajahi hutan Kalimantan mengaku menemukan jutaan ton emas siap ditambang. Dia pun berupaya mencari investor. Salah satu yang tertarik adalah pengusaha Kanada David Walsh yang juga CEO Bre-X Gold Minerals.

Kehebohan penemuan emas di Busang membuat harga saham Bre-X di Kanada meroket dari 1,90 dollar Kanada per lembar saham pada akhir 1994 menjadi 24,8 dollar Kanada per lembar saham pada Juli 1996.

Soeharto kemudian berupaya mencegah agar emas di Busang dikuasai oleh Bre-X. Izin eksplorasi diubah. Bre-X pun hanya dibatasi pengelolaan sebanyak 45 persen.

Namun, emas tak juga ditemukan. Pada Maret 1997, Michael de Guzman "jatuh" dari helikopter saat terbang dari Samarinda ke Busang. Ada dugaan bahwa de-Guzman bunuh diri.

Ternyata pertambangan emas di Busang hanya tipu daya belaka, miliaran dollar kerugian investor pun menimpa pemodal di bursa saham Kanada dan Amerika Serikat.

4. Soewondo membobol uang Rp 35 miliar (Era Gus Dur)

Berita bohong juga pernah terjadi pada masa Presiden Abdurrahman Wahid atau Gus Dur. Saat itu, terdapat seorang bernama Soewondo yang membobol uang Yayasan Dana Kesejahteraan Karyawan (Yanatera) Badan Urusan Logistik (Bulog) senilai Rp 35 miliar.

Soewondo leluasa beraksi karena berprofesi sebagai tukang urut Presiden. Ini menyebabkan dia memiliki akses kekuasaan, serta "menjual" nama para petinggi negara. Saat aksinya ketahuan, Soewondo kemudian melarikan diri.

Harian Kompas edisi 6 Juni 2000 menulis, Reserse Kepolisian Daerah (Polda) Metro Jaya terus melacak persembunyian Soewondo.

Diduga, Soewondo tahu banyak soal dana Rp 35 milyar dari Yayasan Bina Sejahtera (Yanatera) Badan Urusan Logistik (Bulog).

Polisi pun sudah mendatangi beberapa kota yang diperkirakan menjadi tempat pelarian Soewondo, seperti Surabaya, Batam, Magetan, dan beberapa lokasi di Jakarta.

Dia kemudian ditangkap setelah ditemukan di salah satu tempat di kawasan Puncak, Jawa Barat. Soewondo kemudian divonis dengan hukuman 3,5 tahun.

5. Kabar Harta Karun Batutulis (Era Megawati)

Pada masa Megawati digegerkan dengan kabar adanya harta karun di pelataran Istana Batutulis, Bogor. Saat itu ada kabar mengenai timbunan harta peninggalan Prabu Siliwangi.

Harian Kompas edisi 19 Agustus 2002 memberitakan, Menteri Agama, Said Agil Al-Munawar bersikeras melanjutkan penggalian di Situs Batutulis.

Penggalian situs prasasti Batutulis telah mendatangkan protes dari berbagai kalangan, khususnya Kepala Kantor Suaka Peninggalan Sejarah dan Purbakala Endjat Djaenuderajat.

Sejumlah warga Bogor dari berbagai kalangan juga mengecam penggalian lokasi prasasti Batutulis peninggalan Surawisesa (putra Prabu Siliwangi) tahun 1533

Kekelompok warga menempelkan pamflet bertuliskan, "Mbah Dukun, Tolong Sembur Said Agil, Biar Sadar" dan "Kami Warga Batutulis Tetap Akan Mempertahankan Prasasti Ini. Barangsiapa Berani Melanjutkan Penggalian, Kami Akan Bertindak Brutal".

Hingga kini, harta karun Batutulis tak terbukti kebenarannya.

6. Banyu Geni "Blue Energy" (Era SBY)

Pada zaman Presiden Susilo Bambang Yudhoyono terdapat skandal banyu geni atau dugaan penipuan penggunaan air sebagai bahan bakar.

Dilansir dari Harian Kompas 3 Juli 2008, "proyek banyugeni", bermula saat ada penelitian untuk memanfaatkan air sebagai bahan bakar. Konon, proyek ini direstui Presiden Yudhoyono (SBY). Proyek itu juga dikenal dengan sebutan "blue energy".

Dasar pemikirannya adalah, hidrogen yang merupakan unsur dalam air memang bahan bakar. Namun, harus dilakukan disosiasi pada air guna memisahkan hidrogen agar dapat dipakai langsung, atau disenyawakan dulu dengan karbon, atau dengan karbon dan oksigen.

Namun, kemudian instalasi "proyek banyugeni" di Universitas Muhamadiyah Yogyakarta dibongkar. Ternyata cuma berupa kotak berisi kabel besar dan variac (ototrafo yang tegangan keluarannya dapat diubah-ubah).

Lagi-lagi isu menghebohkan itu tidak terbukti. Bahkan, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta memperkarakan Joko Suprapto yang merupakan pelopor riset itu.

(Aswab Nanda Pratama)

Baca Juga : Menurut Penelitian, Perempuan Justru Lebih Bahagia Menikah dengan Pria Berpenampilan 'Pas-pasan'

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Hoaks hingga Lingkup Kekuasaan, dari Era Soekarno hingga SBY...".

Artikel Terkait