Penulis
Intisari-Online.com – Beberapa pemilik toko disekitar Groot Hertoginelaan di Den Haag memberi nama julukan “Das Kapital" pada dia. la ketawa terbahak-bahak ketika mendengar nama itu untuk pertama kali.
“Dan saya tidak memiliki seperserpun" katanya dengan nada gembira.
la hanya hidup dari tunjangan hari tua AOW sebanyak f 492,50, tetapi jumlah itu dianggap cukup (1 gulden sekitar 145 rupiah). Dari jumlah itu f 65,- untuk bayar sewa rumah dan f 28,— untuk dana sakit dan sejumlah lagi untuk biaya pemanasan dengan minyak. Dari sisanya ia dapat hidup layak.
“Ah uang yang dungu" katanya riang. Itu toh bukan yang terpenting dalam hidup ini. Uang memang penting supaya jangan terjerat hutang, tetapi selebihnya toh bukan yang paling utama."
Baca Juga : Ratu Belanda Disebut Ningrat yang Paling Merakyat, Ini Asal Mula Julukan Tersebut
Ia genap 80 tahun pada tanggal 25 Mei yl, tetapi tetap gembira. Betul-betul suatu kurnia, dapat menjadi wanita seperti itu. Mengapa ia disebut “Das Kapital."
Mungkin sikapnya sedikit-sedikit masih seperti waktu ia kerja di Istana het Loo, ketika ia mempunyai kamar sendiri dengan WC pribadi dan setiap hari masak untuk Puteri Wilhelmina, yang sudah turun tahta.
Dari jaman keemasan itu tidak tampak bekas sedikitpun di rumah Ny. Meyer sekarang di Groot Hertoginnelaan.
Serba miskin
Baca Juga : Di Tengah Gencatan Senjata, Belanda Hampir Saja Melakukan Agresi Militer Ketiga
Dua tangga terjal harus dinaiki sebelum mencapai tempat tinggalnya yang terdiri dari sebuah kamar, dapur dan WC yang dipakai bersama dengan beberapa orang lain.
“Toilet ini kamar yang paling bagus dari rumah ini" katanya dengan ketawa. Ruangan dapur tak keruan. Kertas dinding Iepas-lepas dan penuh dengan noda-noda lembab. Dindingnya terlalu lemah untuk menahan geiser atau alat pemanas air, karena itu mereka tidak mempunyai air panas mengalir seperti lazimnya di negara-negara dingin.
Andaikata ia perlu air panas, harus digodok sendiri di atas plaat listrik satu-satunya yang juga digunakan untuk masak menu komplit kalau perlu.
Tetapi itu tidak perlu lagi, karena ia hanya sebatang kara dan katanya, “Saya mempunyai tiga dokter: dokter tenang, dokter gembira dan dokter tahu batas."
Ia hanya mempunyai satu sumber kesedihan. Lutut kanannya mengalami arthrose hebat sedangkan dengan kaki kirinya ia hanya dapat naik tangga dengan susah payah. Satu-satunya keinginan sekarang ialah agar ia dapat memperoleh tempat tinggal di mana ia tidak usah naik turun tangga, karena ia tetap ingin menikmati hidup.
Baca Juga : Dari Hindia Belanda Hingga Menjadi Indonesia, Ternyata Beginilah Asal-usul Nama Indonesia
Sampai saat itu ia masih belum berhasil mendapatkan rumah semacam itu biarpun ia sudah mempunyai keterangan dokter.
Yang paling disukai ialah andaikata ia dapat tinggal dengan seorang pria atau wanita tua, yang bisa dirawat, karena ia tidak merasa terlalu tua untuk bekerja. Untuk rekan serumah itu bekas koki istana itu juga masih bersedia untuk memasak.
Orangnya menyenangkan
Hari itu hari yang menyenangkan waktu saya berkunjung ke Ny. Meyer. Rasanya bukan kerja lagi. Ia tidak menyebut penyakit arthrosenya lagi. Ia hanya bicara tentang kehidupan yang bisa dinikmati andaikata ia dapat tinggal di rumah tingkat lebih rendah.
Segala macam yang pernah dilakukan oleh wanita tersebut selama hidupnya. Ia dilahirkan di Indonesia dari ayah Belanda dan ibu Perancis. Pada usia 30 tahun ia sudah kawin dan cerai dua kali. Ia tidak menangis.
Baca Juga : Belum Dianggap Merdeka dan Kunjungan Suharto ke Belanda Diremehkan, Benny Moerdani pun Mengamuk
Ia hanya kerja melulu. Satu-satunya anak yang dikandung, lahir mati setelah mengalami operasi caesar.
Ia pernah menjadi pemegang buku dan penulis surat dalam bahasa asing. la belajar membuat kopi di Wina. Di Brussel ia belajar menjahit. Di Indonesia ia 10 tahun mengepalai sebuah hotel. Pada usia 50 tahun ia mengambil diploma ahli kecantikan, manicure dan massage tangan pada Gerda Siemer di Amsterdam.
Menjelang umur 50 tahun ia tiga tahun bekerja pada perkumpulan dagang “Onder Ons" dan di sanalah ia belajar masak dari koki-kokinya. Itulah satu-satunya pendidikan masak yang diperoleh.
Setelah itu ia pernah menjadi koki pada Wisma Afrika Selatan di London selama beberapa waktu, sebelum masuk istana. Ia juga ahli gizi. Mungkin saya masih lupa beberapa keahliannya.
Baca Juga : Mengenang Kembali Sutan Sjahrir yang Berjuang di Masa Kolonial Belanda dan Sesudah Kemerdekaan Indonesia
Dicari koki
Tahun 1956 di sebuah koran Den Haag ada iklan kecil yang tidak menyolok sama sekali: “Dicari koki berpengalaman yang dapat bekerja berdikari. Gaji baik. Peraturan liburan dan hari-hari bebas yang baik. Pekerjaannya hanya memasak. Pembantu cukup di dapur. Surat-surat harap dialamatkan pada nomer …"
Wilhelmina Meyer menjawab iklan tersebut bersama dengan 78 orang lain di Negeri Belanda. Ia yang terpilih.
Dari iklan itu sama sekali tidak tampak siapa yang memerlukan koki, tetapi ia menerima surat dari kepala rumah tangga istana J.C. Beerman. Nyonya ingin bertemu pribadi dengan saudara di Noordeinde 70 masuk dari Koningspoort. Pada permulaan gerbang itu akan Sdr. baca tulisan: Kantor kepegawaian dsb. Ia diterima.
Mengenai apa yang disebut “gaji baik" itu saya melihat surat sbb: Dari biro keuangan yang mulia Puteri Welhelmina. Diterima dari yang mulia Putri Wilhelmina melalui kepala bino, sejumlah 252 gulden 78 sen. Gaji untuk bulan Agustus 1957 (termasuk kompensasi sewa) f 293,34 pajak penghasilan, f 6,16 premi dana sakit, f 19,55 premi AOW. Sisa f 252,78. Ny. WG. Meyer.
Baca Juga : Peninggalan Belanda, Rumah Antik Menteri Susi yang Satu Ini Dianggap Angker
Ia diperkenalkan dengan Puteri. Ia mengatakan: Ny. Meyer, semua harus dimasak lunak karena gigi saya kurang baik. Puteri juga mengatakan: Maksudnya nyonya bekerja satu minggu dan libur seminggu. “Tidak Puteri. Saya tidak mau" kata Ny. Meyer.
“Tetapi selamanya begitu disini" jawab Puteri dari Oranye. “Saya tidak mau Puteri, Nanti saya masak enak sekali selama seminggu, minggu berikutnya kesan itu akan dirusak oleh orang lain, kata Wilhelmina Meyer. “Kalau saya sekali sebulan dapat bebas sesorean, saya sudah anggap cukup".
Puteri Wilhelmina dapat menghargai sikap itu. Mulailah Ny. Meyer tinggal di istana het Loo. Setiap pagi ia menulis saran menu untuk hari itu di atas secarik kertas. Ia menulis dengan tinta. Puteri kemudian membuat koreksi dengan potlot.
Saya melihat puluhan catatan semacam itu minggu ini. Ada salah satu yang misalnya tulisan putri Wilhelmina : Tolong ercisnya digodok lebih lama supaya lunak betul. Atau Saya pesan perenmoes (semacam bubur buah peer yang halus sekali), jadi bukan appelmuoes tetapi buah pir. Besok pagi makan siang harus ada perenmoes.
Surat-surat itu diantarkan oleh dayang-dayang Ny. de Savornin Lohman ke Puteri dan kembali ke koki. Ketika ratu Juliana, Pangeran Bernhard dan anak-anak mau datang, Puteri menyusun menunya sendiri.
Flensjes isi dengan saus tomat, daging sapi muda, bistik panggang untuk pangeran Bernhard, karena tidak suka daging sapi muda, dopercis, nasi, sla, compote buah kers untuk Ratu Juliana dan saus untuk anak-anak (karena waktu itu mereka masih kecil). Dan buah-buahan.
Bobotee.
Ratu Juliana paling suka masakan yang dikutip Ny. Meyer dari sebuah majalah mode. Namanya Bobotee. Daging cacah ala Afrika dicampur dengan kismis dan bahan-bahan lain.
Ratu Juliana ternyata suka sekali. Buktinya waktu ia kembali ke istana Soestdijk, kokinya di sana minta pada Ny. Meyer resep masakan itu.
Selain itu Puteri Wilhelmina juga suka sekali dengan postelein dan ayam saus putih. Dan masakan desert ciptaan Ny. Meyer sendiri, yang diberi nama “Lumpur Surga". Ny. Meyer cerita sambil ketawa: Masakan itu dibuat dari telur, panili, gula yang dikukus. Telur putihnya dikopyok tersendiri dan ditaruh di atasnya.
Pada banyak catatan yang kulihat Putri Wilhelmina sering mencoret dessert saran Ny. Meyer dan diganti dengan “Lumpur Surga".
Resep yang diminta lagi oleh Puteri ketika ada tamu ialah Dejeuner untuk hari Jum'at, empat telur dalam pot kecil, tiga ayam goreng, boncis, sla melein (semacam blewah), dan kopi.
Pada surat lain yang selalu ditulis dengan potlot oleh puteri tertulis: Puteri mendapat telur pada makan pagi, jadi selebihnya jangan terlalu banyak telur. Jangan pakai daging babi, ham dan daging sapi. Via dengan moes buah prium. Kue buah, Pechemelba, ayam saus putih.
Saya membuat beberapa catatan lain mengenai puluhan surat dari Puteri Wilhelmina yang disimpan Ny Meyer. “Ikan panggang dan sausnya enak sekali. Ikannya lezat, tetapi lain kali saus kabeljauwnya diikutsertakan.
Lain kali jangan terlalu banyak wortel dalam hutspot. Ditambah bawang merah mungkin akan menjadi lebih enak. Saya tidak keberatan kalau ditambah bawang merah.
Malam saya tidak pernah makan daging panas, jadi sebaiknya disajikan masakan dingin. Saya ingin supaya anjing saya diberi masakan bayam segar atau andijvie setiap hari.
la menyodorkan tempat abu pada saya yang bertuliskan : kata-kata yang berarti : “Perkawinan bukan lotere karena tidak ada yang dapat dimenangkan."
Baca Juga : Sudah 'Impor' Narapidana, Penjara Belanda Masih Saja Kosong, 4 Diantaranya Terpaksa Ditutup
la ketawa sepenuh hati waktu ia mengatakan : Saya dulu muda dan cantik. Andaikata tahu kecantikan saya, saya akan lebih memanfaatkannya. Tetapi sayang saya tidak tahu dan karena itu saya kerja dan kerja.
Ia tidak mendapat pensiun dari beberapa tahun masak untuk Puteri karena dalam kontrak kerja tercantum : Gaji akan berjumlah f250 sebulan. Berdasarkan perjanjian kerja ini penerima kerja kelak tidak akan dapat menuntut pensiun.
Tetapi ia sudah puas dengan tunjangan AOW. Almari es dan oven saya tidak punya, tetapi saya sehat kecuali lutut saya.
Tahun yang lalu saya terima 300 gulden dari AOW, ekstra uang liburan. Dari jumlah itu saya membeli tirai baru. Pokoknya saya tidak kekurangan. Andaikata ada saya mau membayar 100 gulden untuk sewa kamar, asal saja tidak usah turun naik.
Atau kalau perlu diluar kota, karena saya mungkin dapat memelihara binatang. Namun saya toh lebih suka andaikata bisa memasakkan orang. Jadi ada orang yang bisa diperhatikan. (Conny Sloysmans dalam De Telegraaf – Seperti pernah dimuat di Majalah Intisari edisi Agustus 1973).
Baca Juga : Mengharukan, Diadopsi Keluarga Belanda 40 Tahun Lalu, Laki-laki Indonesia Ini Akhirnya Bertemu Ibu Aslinya