59 Orang Jadi Target Persekusi: Inilah 3 Tips Penting Agar Tak Jadi Korban Persekusi

Agus Surono

Penulis

Catatan SafeNet, ada 59 target persekusi di seluruh Indonesia,

Intisari-Online.com – Setelah kasus persekusi dr. Fiera Lovita, kini beredar lagi kasus persekusi terhadap seorang remaja bernama Putra Mario Alfian.

Dalam video yang beredar luas itu, Mario ditampar oleh sejumlah orang yang mengaku dari ormas keagamaan dan diminta menandatangani surat permintaan maaf di atas materai.

(Baca juga: Meski ‘Digital Native’, Gen Z Sangat Mementingkan Privasi di Media Sosial )

Sepotong cuplikan seseorang di video itu mengatakan, "Besok lu temen-teman lu yang sama etnis kayak lu juga lu nasehati ... ini udah kejadian di gua, supaya nasibnya gak sama kaya lu. Ini mending lu gak diapa-apain, Di Jakarta Barat udah gak berbentuk ...."

Menurut Damar Juniarto, koordinator regional Southeast Asia Freedom of Expression Network (SafeNet), saat ini SafeNet mencatat ada 59 orang yang ditarget persekusi. “Sebarannya merata di Indonesia dan berdasarkan pemetaan, paling besar di Jawa Barat," kata Damar.

Media sosial memang menjadi penyaluran beberapa orang untuk mengeluarkan uneg-uneg dan ketidaksukaan pada orang atau organisasi. Banyak yang mengira bahwa media sosial itu masih rimba tak berhukum. Padahal, seperti dunia nyata, dunia maya pun memiliki etiket yang harus dipahami dan ditaati oleh para pemakainya.

(Baca juga: Ingat! Media Sosial Tidak Diciptakan untuk Anak dan Remaja, Orangtua Wajib Berhati-hati!)

Menurut Donny B.U, Direktur Eksekutif ICT Watch, etika utama yang mesti dilakukan seseorang sebelum menulis komentar di media sosial adalah berpikir. Ya, sebelum jari kita menekan tombol posting untuk menyebar pesan,meme,atau artikel berita, mesti sudah kita pikirkan dengan matang.

Think before posting. Karena orang kan mentang-mentang pakai media sosial, gadget, lalu seolah tidak berhadapan langsung dengan yang bersangkutan. Merasa tidak ada konsekuensi,” ujarnya kepadaKompasTeknobeberapa waktu yang lalu.

Donny juga menyarankannetizenuntuk mempertimbangkan segala konten media sosial mereka berdasarkan tiga langkah ini.

(Baca juga: Sering Menghitung “Like” di Media Sosial Adalah 1 dan 10 Ciri Orang Narsis)

1. Bayangkan mengucapkannya langsung

Sebelum mengunggah suatu pernyataan, komentar, berita ataumeme, bayangkan Kita menyodorkan semua itu langsung di hadapan orang yang dituju. Bayangkan apakah saat itu Kita benar-benar bisa menyampaikannya atau justru merasa ragu karena takut menyinggung perasaan.

Bila keraguan yang timbul, sudah tentu hal tersebut tidak perlu diunggah karena mungkin saja akan menyinggung orang tertentu.

“Yang harus selalu diingat adalah pesan yang akan disampaikan itu sama dengan komunikasiface to facedengan orang bersangkutan. Kalauface to facemau ngomong begitu tidak, kalau tidak ya jangan (diunggah ke media sosial),” ujarnya.

2. Pikirkan manfaatnya

Jika merasa bahwa pernyataan, komentar, berita ataumemeyang akan diunggah itu tidak akan menyinggung orang lain, pikirkan dulu soal manfaatnya. Apakah hal yang ingin disebarkan itu bermanfaat untuk orang lain atau ternyata tidak ada gunanya.

“Kita kan bisa memikirkannya, mengolah informasi. Kalau memang informasi itu benar, lalu ditimbang apakah perlu atau tidak, apakah memiliki manfaat atau tidak,” ujar Donny.

3. Cek fakta, cari informasi bandingan

Hal yang lebih penting, sebelum bicara di media sosial, Kita harus lebih dulu memahami fakta dan mengolah informasi tersebut.

Ada banyak alat yang bisa dipakai untuk mencari tahu dan membandingkan informasi yang Kita miliki. Bisa saja menggunakan Google atau media lain. Namun intinya, pernyataan atau hal yang akan diunggah ke media sosial itu jangan sampai hanya merupakan kabar bohong (hoax).

“Ini soal literasi digital, yaitu kemampuan mengolah atau memanfaatkan informasi di media sosial, baik melalui Twitter atau lainnya. Seseorang mesti tahu cara membatasi konten yang diperlukan dan memilih informasi,” terang Donny.

“Cek dan ricek, klarifikasi dulu. Hal seperti ini mestinya otomatis dilakukan,” pungkas Donny.

Ingatlah, jika dulu ada ujaran “mulutmu harimaumu”, maka di era digital ini maka ujaran itu bertambah menjadi “jarimu harimaumu”. Kendalikanlah agar tidak menerkam kita.

Artikel Terkait