Penulis
Intisari-Online.com – Di sela-sela istana tsar, kanal, dan galeri, yang menjadikan St. Petersburg tonggak keunggulan budaya Rusia selama 1.000 tahun, hidup atau mati ternyata telah menjadi masalah transaksi belaka.
Kejahatan terorganisasi telah memegang kendali roda perekonamian kota yang kaya dengan bangunan bersejarah ini.Tak ada yang lolos dari cengkeraman mereka. Politikus dimanipulasi, polisi dibeli, hakim disogok.
Salah satu contoh kongkret betapa kacau-balaunya tatanan sosial di sana terjadi tahun lalu. Seorang pejabat tinggi pemda kesal kepada seorang wartawan yang getol mengritiknya. la pun menghubungi sebuah kelompok gengster.
Namun tanpa sepengetahuannya, pihak gengster merekam pembicaraan mereka kala merundingkan tindakan apa yang akan diambil.
Bukannya melaksanakan pesanan, pihak gengster malah membocorkan informasi tersebut kepada si wartawan, sambil di lain pihak memeras si pejabat tinggi dengan senjata hasil rekaman itu.
Negosiasi semacam ini sudah umum benar di Rusia. "Setiap hari kesetiaan diperjualbelikan," ujar detektif Dima Khomutov. "Sudah menjadi pandangan hidup yang baru. Manusia tak lebih berharga daripada ternak." Bagaimana dengan polisi? Tak berdaya.
"Andaikan ada pengusaha mengadu kepada saya bahwa ia sedang 'ditempel' kawanan gengster, ada dua macam jawaban yang dapat saya berikan. Yang resmi: laporkan kepada polisi, kami akan menyelidiki dan mengambil tindakan yang perlu. Yang tidak resmi; tanya sana-sini apakah ada yang dapat menghubungkannya dengan para kriminal ini. Berunding, itulah jawabannya, karena lambat atau cepat, ia bakal harus membayar," lanjutnya.
Mantan atlet nasional cafe
Seperti apakah anggota mafia Rusia itu? Di St. Petersburg tidak sulit menjumpai mereka. Datang saja coffee shop hotel-hotel modern. Cari pria-pria bergaya yang berjas panjang wol berukuran 1 nomor kebesaran, dan berkopiah wol atau tweed.
Baca juga: Patut Diteladani, Inilah 10 Aturan 'Baik' Para Mafia, Salah Satunya Dilarang Berbohong
Mereka bekerja sedikit, tapi jauh dari irit. Salah satu di antaranya adalah Sasha. Ia hanya mau ditemui di sebuah taman gelap, dengan penerangan lampu BMW-nya, mobil staf kalangan elite mafia masa kini.
Meski tidak jangkung, tampak benaf kebugarannya. Maklum saja, di zaman Uni Sovyet masih berkibar, ia adalah atlet nasional.
Setelah negara terpecah-pecah, buyar pula segala mimpi para atetnya, yang langsung jadi pengangguran.
Kini dengan kerja "irit" ia bisa menikmari hidup dengan amat layak. Memiliki tempat rekreasi berupa kompleks istal lengkap dengan arena melatih kuda. Namun ada bangunan beton kecil tak berjendela yang unik di salah satu sudutnya. Sebuah penjara.
Baca juga: Jopok, Mafia Seram Dari Korea yang Tak Kalah Nekat Dari Yakuza
Mafia memang tidak mengenal basa-basi. Satu kali membuat mereka marah, penjara atau pelumpuhan anggota badan ganjarannya.
Dua kali membuat mereka marah, nyawa bayarannya. Namun hal ini telah disadari oleh orang Rusia. Mereka amat paham, kekuasaan kejahatan terorganisasi telah melampaui jangkauan tangan yang pernah dimiliki pemerintah komunis.
Sasha berkilah, "Kami hanya mengambil 10 - 20% dari keuntungan perusahaan yang kami masuki. Kami menjamin keamanannya. Sedangkan pemerintah? Mereka menetapkan pajak sampai 90%, tanpa memberi perlindungan apa-apa."
Sementara itu unit pemberantas kejahatan terorganisasi di Departemen 5 kepolisian, bertugas memantau semuanya di bawah pimpinan Nikolai Aulov. Sang komandan memimpin sekurang-kurangnya 4 penggrebekan dalam seminggu.
"Hampir semua bisnis mempunyai hubungan langsung dengan mafia, bahkan perusahaan lama sekalipun," katanya.
Banyak ciri komunisme yang mirip dengan kejahatan terorganisasi: hukuman mati, penyitaan tidak legal atau intimidasi. Ketika sistem komunisme terjungkal bentuk kejahatan itu di"swasta"kan. Namun kejahatan swasta justru lebih agresif.
Gagal
Suatu malam yang dingin, unit ini menerima tanda oke untuk menggerebek geng Kazan, spesialis dalam pemerasan dan perdagangan ilegal. Dalam kasus ini, mereka mencuri mobil lalu menuntut AS $6.000 dari pemiliknya, jika ingin mobilnya kembali.
Si pemilik, bekerja sama dengan POM, saat itu mendatangi tempat pertemuan.
Tempat pertemuannya sendiri berada di sebuah blok apartemen, di kawasan Grazhdanka. Empat perwira polisi berseragam tidak resmi duduk diam di dalam van bersenjatakan pistol, granat dan AK-47.
Dua puluh menit menjelang saatnya, mobi-mobil mafia mulai berdatangan. Berulang-ulang mereka mengitari daerah itu untuk mengecek situasi. Ada BMW sen 5, Toyota, dan Lada. Di -sudut dekat kios, seorang pria dan wanita nampak berjaga-jaga. Kerja mereka memang rapi.
Mendadak keadaan jadi sunyi senyap. Mereka menghilang, begitu pun penjaga yang berdiri di dekat kios. Radio polisi di sebelah saya memecah kesunyian, "Ada yang tidak suka dengan yang dilihatnya. Kita coba lagi lain kali."
Terasa sekali kekecewaan mengambang di dalam tim itu. Memang, operasi semacam ini sering kali gagal, sehingga kuat dugaan, ada kebocoran di kalangan polisi sendiri.
Di kota terbesar nomor 4 di Eropa ini, pihak kepolisian cuma memiliki 1 komputer untuk setiap 400 orang anggota, dengan masing-masing komputer tidak saling berhubungan. Pesawat telepon pun mesti dipakai keroyokan: 1 untuk sekamar penuh detektif. (Tim Sebastian/LW – Intisari Juni 1994)
Baca juga: Kamera Rahasia Rekam Bos Mafia Rusia Berhubungan Seks dengan Aktivis HAM di Dalam Penjara