Find Us On Social Media :

Sejarah Perintah Puasa: Inilah Puasa Wajib bagi Muslim Sebelum Diwajibkannya Puasa Ramadan

By Moh Habib Asyhad, Sabtu, 27 Mei 2017 | 15:00 WIB

Lama puasa dimulai dari sebelum matahari terbit sampai setelah matahari terbenam.

Intisari-Online.com - Berbeda dengan perintah salat, perintah diwajibkannya puasa Ramadan baru turun di tahun ke-15 Kenabian alias 2 Hijriah. Artinya, perintah puasa ini turun ketika Nabi sudah berada di Yatsrib (sekarang Madinah).

Fase pascahijrah ini, kita biasa menyebutnya: Periode Madinah.

(Baca juga: Filosofi Air dan Kegigihan Ibnu Hajar Al-Asqolani Mencari Ilmu)

Semua muslim mafhum, puasa, seperti termaktub dalam Surat Al-Baqarah: 183-184, merupakan ibadah yang wajib dilakukan. Siapa yang meninggalkannya, tapi ada uzur yang mendesak—itu pun harus dibayar di lain hari, berarti berdosa.

Meski demikian, belum banyak yang tahu bagaimana perintah ini turun. Dalam tradisi Islam, dikenal istilah asbabun nuzul alias sebab-sebab turunnya sebuah wahyu.

Diriwayatkan oleh Ibn Harir dari Mu’adz ibn Jabal r.a., bahwa ketika sampai di Madinah, Nabi Muhammad melihat orang-orang Yahudi berpuasa di tanggal Hari Assyura alias 10 Muharam alias di berpuasa di Hari Asysyura dan berpuasa tiga hari di setiap bulannya.

Di awal-awal tahun Hijriyah, sejatinya sudah ada perintah melakukan puasa yaitu puasa tiga hari setiap bulan. Selain itu, umat Islam sebelumnya juga terbiasa melakukan puasa pada Hari Assyura.

Ketika berada di Madinah, Nabi juga tahu bahwa orang-orang Yahudi juga kerap melakukan puasa di hari itu. Puasa itu dilakukan untuk memperingati bebasnya Musa dan umatnya dari kejaran Firaun.

Dibanding orang-orang Yahudi, Nabi Muhammad merasa lebih berhak atas kisah Nabi Musa itu. Itulah sebabnya Muhammad, pada 10 Muharam, memerintahkan seluruh umat Islam supaya berpuasa di tanggah tersebut.

Tak lama kemudian, tepat di bulan Sya’ban di tahun ke-2 Hijriyah, turun perintah Puasa Ramadan melalui Surat Al-baqarah, 183-184.

Lepas dari itu, melalui kitabnya Fiqh As-Shiyam, Syaikh Yusuf Al-Qardhawi menjelaskan bahwa kewajiban puasa di Bulan Ramadan pada tahun ke-2 Hijriyah ini berhubungan dengan periodesasi dakwah Islam.

(Baca juga: Puasa, Media Introspeksi Agar Kepentingan Lahiriah Tak Lagi Bertentangan dengan Hati Nurani)