Penulis
Intisari-Online.com - Dalam peperangan serangan menggunakan taktik bom bunuh diri (suicide bomber) sudah lazim diterapkan pada masa PD II.
Pilot-pilot tempur Jepang yang dikenal sebagai pilot kamikaze telah menggunakan taktik serangan bunuh diri terhadap kapal-kapal perang musuh.
Ketika menyerang kapal-kapal perang musuh, terutama kapal induk, selain pesawat tempurnya dilengkapi bom-bom berdaya ledak besar, para pilot kamikaze juga memakai rompi berisi bom.
Dengan demikian ketika pesawat tempur para kamikaze itu menabrak sasaran akan menimbulkan korban jiwa dan peralatan tempur lawan dalam jumlah yang sebanyak-banyaknya.
Motivasi para pilot kamikaze Jepang ketika melaksanakan serangan udara bunuh diri adalah untuk memenangkan perang dan juga didukung oleh keyakinan relegius bahwa pilot kamikaze yang gugur akan langsung masuk surga.
Para pilot kamikaze yakin bahwa misi tempur bunuh diri mereka adalah demi menjalankan misi suci dari Kaisar Jepang (Tenno Heika) dan tindakan nekatnya itu dijamin pasti masuk surga.
(Baca juga: Ada ‘Gaya ISIS’ dalam Ledakan di Konser Ariana Grande yang Diduga Berasal dari Bom Bunuh Diri)
Dalam keyakinan para pilot kamikaze Jepang, surga disimbolkan sebagai Kuil Yasukuni.
Ketika Perang Iran –Irak (1980-1988) berkobar dan dalam satu hari korban jiwa dari kedua belah pihak yang bertempur bisa mencapai 10.000 orang, pola serangan bom bunuh diri juga mulai dipraktekkan oleh personel pasukan Iran.
Tujuan pasukan bunuh diri Iran yang terdiri dari para militan itu, salah satunya bahkan ada yang baru berumur 13 tahun adalah untuk memenangkan perang dan mati syahid.
Pola serangan bom bunuh diri dari pasukan Iran itu sempat menggoncang dunia peperangan karena merupakan tindakan langka.
Para pejuang Hizbullah, yang dikenal dekat dengan Iran, ketika bertempur melawan pasukan Israel ternyata menggunakan taktik serangan bom bunuh diri dan hasilnya sangat efektif.
(Baca juga: Heroik! Seekor Anjing Mengorbankan Hidupnya Demi Menyelamatkan Pesta Pernikahan dari Bom Bunuh Diri)
Militer Israel makin kewalahan atas serangan pasukan bunuh diri Hizbullah karena sulit dideteksi.
Taktik serangan bom bunuh diri demi memenangkan perang selanjutnya makin marak digunakan dalam Perang Irak, Perang Afghanistan, dan lainnya.
Tapi dalam perkembangan berikutnya serangan bom diri ternyata berubah menjadi bersifat teror sehingga membuat banyak negara kalang kabut.
Serangan bom bunuh diri yang paling mematikan dan sulit dicegah adalah serangan yang dilancarkan para teroris ISIS karena sasarannya apa saja.
Terutama tempat-tempat keramaian yang banyak dikunjungi warga asing (AS dan Eropa) atau warga mana pun yang oleh ISIS telah dianggap sebagai musuh.
Namun saat ini para pembom bunuh diri ISIS ternyata menyerang juga tempat-tempat ibadat semua agama hanya karena alasan berbeda keyakinan. Alasan berbeda keyakinan itulah yang kini menjadi ajang pertempuran dan motivasi bagi para pelaku bom bunuh diri dengan sasaran tanpa pandang bulu.
Siapa saja bisa menjadi korban pembom bunuh diri kapan pun di mana pun. Serangan teror, khususnya pembom bunuh diri itu , jelas telah menjadi musuh bersama semua umat manusia.
Untuk menanganinya tidak hanya menjadi tanggung jawab aparat keamanan.
Tapi juga tanggung jawab seluruh masyarakat internasional. Di Indonesia sendiri butuh sinergi dari TNI-POLRI dan masyarakat untuk menangani ancaman serangan bom bunuh diri itu.
Sangat dibutuhkan kerja sama sinergis antara masyarakat dan aparat keamanan sehingga serangan teror yang sangat mematikan itu bisa dicegah serta diredam sedini mungkin.
Apalagi ISIS secara terang-terangan telah menyatakan perang melawan Indonesia.