Find Us On Social Media :

Ada 'Bom Waktu' Tersembunyi di Bawah Samudra Arktik yang Siap 'Meledak' Suatu Saat

By Intisari Online, Sabtu, 1 September 2018 | 10:44 WIB

Intisari-Online.com - Arktik, yang kita kenal dengan hamparan salju yang begitu luas, saat ini sedang dalam keadaan mengkhawatirkan.

Pasalnya, penelitian terbaru yang diterbitkan di Science Advances menemukan bukti adanya sekumpulan air panas di bawah Samudra Arktik yang mungkin menembus ke wilayah kutub dan mengancam es beku di atasnya.

“Kami mendokumentasikan pemanasan laut yang luar biasa di salah satu cekungan utama di Samudra Arktik, cekungan Kanada,” jelas ahli kelautan Mary-Louise Timmerman dari Universitas Yale.

Timmerman dan timnya meninjau kembali data suhu di Cekungan Kanada dari 30 tahun terakhir.

Baca juga: Di Indonesia Dianggap Aneh, Pria di India Santai Saja Bergandengan Tangan dengan Sesama Pria saat Jalan

Mereka menemukan bahwa selama 1987 hingga 2017, suhu air di bagian yang paling hangat telah meningkat menjadi dua kali lipat selama periode tersebut.

Kondisi ini sebenarnya sudah lama terjadi, hanya saja para ilmuwan mengkhawatirkan pemanasan yang begitu cepat pada bagian hangat di cekungan tersebut.

Menurut para peneliti, air hangat yang berada di bawah telah ‘mengarsipkan’ panas karena pemanasan permukaan air laut Chukchi utara oleh matahari yang kemudian disalurkan ke cekungan Kanada.

Es laut yang berada di laut Chukchi meleleh oleh paparan sinar matahari yang kemudian tertiup oleh Beaufort Gyre, atau angin Arktik yang mendorong ke arah utara.

Baca juga: Ketika Susu Berubah Menjadi Marmer, Bensin Membeku, dan Ludah Jatuh sebagai Serpihan Es

Air panas yang bergerak ke arah Arktik kemudian turun ke bawah lapisan yang lebih dingin di cekungan Kanada. Air hangat yang berada di bawah permukaan inilah yang bisa menimbulkan ancaman.

Dengan jumlah yang ada, para peneliti memperingatkan bahwa kondisi ini bisa menjadi "bom waktu".

"Panas itu tidak akan hilang. (Panas) akan muncul ke permukaan dan akan berdampak pada es," ungkap John Toole dari Woods Hole Oceanographic Institution, kepada CBC, yang dikutip oleh Kompas.com dari Science Alert, Jumat (31/08/2018).