Penulis
Intisari-Online.com – Dari banyak raja atau ratu yang ada di muka Bumi saat ini, Ratu Belanda bisa dibilang termasuk yang merakyat. Bahkan sejak Ratu Beatrix, setiap tahun ada jadwal khusus untuk mengunjungi rakyatnya.
Sifat kerakyatan ratu ini bermula dari Ratu Juliana (1909 - 2004), yang menerima tahta kerajaan dari Ratu Wilhelmina pada 4 September 1948.
Pemilik nama lengkap Louise Emma Marie Wilhelmina ini lahir pada 30 April 1909 di Den Haag.
la merupakan ratu yang bersentuhan aktif dengan proses penyerahan kedaulatan Indonesia dari pemerintah Belanda kepada pemerintah Indonesia di bawah pimpinan Soekarno-Hatta pada 27 Desember 1949.
Baca juga: Sebagai Negara Jajahan, Seistimewa Apakah Perlakuan Rakyat Indonesia Dulu kepada Raja-Ratu Belanda?
Karakter kerakyatannya itu tidak datang begitu saja. Semasa mahasiswi di Universitas Leiden, Juliana aktif di berbagai organisasi kemahasiswaan dan hidup bebas.
Adalah hal biasa baginya untuk berenang di Pantai Katwijk, ikut masa perploncoan, ikut regu dayung kampus, atau naik kereta api bolak-balik Katwijk - Leiden sekadar senang-senang.
Tahun 1930 Juliana lulus dari Universitas Leiden dan tanggal 7 Januari 1937 menikah dengan seorang bangsawan Jerman, Pangeran Bernhard van Lippe-Biesterfeld.
Kesenangan Juliana akan suasana kebebasan, jauh dari protokol istana, tetap berlanjut saat ia menjadi Ratu Belanda. Maka, tak heran bila tingkahnya kerap menimbulkan kejadian lucu.
Baca juga: Di Tengah Gencatan Senjata, Belanda Hampir Saja Melakukan Agresi Militer Ketiga
Kalau telepon berdering di istana, sering Juliana menerima sendiri teleponnya dengan memperkenalkan diri sebagai resepsionis. Ia berharap bisa bercakap dengan rakyatnya secara bebas.
Pada suatu kesempatan, Ratu Juliana secara spontan menelepon sebuah rumah satu keluarga di Amsterdam. Ketika gagang telepon di seberang sana di angkat, Ratu Juliana berkata, "Saya Juliana, Ratu Belanda, bolehkah saya mampir ke rumah Anda?"
Juliana melakukan semuanya itu untuk dapat dekat dengan rakyat biasa, sesuai kebebasan ala masa mahasiswinya di Leiden. Tak cuma itu, pada setiap hari ulang tahunnya, Ratu Juliana juga membuka pintu istana untuk menerima rakyatnya.
Ratu pun sering berbelanja ke toko-toko biasa, namun harus menyaru atas permintaan pengawal keamanan. Salah satu contohnya ketika ia pergi ke London pada 1979.
Baca juga: Ketika Jepang Sudah Angkat Kaki, Belanda Ingin Kuasai Indonesia Lagi, Tapi Mereka Salah!
Di pusat perbelanjaan Harrods, tiba-tiba Ratu Juliana melihat Raja Olaf dari Norwegia juga sedang menyamar. Ketika keduanya berpapasan, mereka langsung cekikikan tak dapat menahan rasa geli.
Pasukan pengawal kerajaan dari kedua pihak lalu melebur membentuk pasukan kelompok besar. Meskipun begitu, tak seorang pengunjung pun di pusat perbelanjaan itu menyadari kalau di dekal mereka ada ratu dan raja sedang incognito.
Di lahun 1980 Juliana menyerahkan tahta kerajaan kepada putri pertamanya Beatrix, Ratu Belanda yang sekarang. Ratu Juliana wafat pada hari Sabtu, 20 Maret 2004.
Dicium pemuda
Kedekatan mendiang Ratu Juliana pada rakyatnya rupanya menurun kepada Ratu Beatrix, bahkan lebih "esktrem” . Setelah naik tahta, Ratu Beatrix menetapkan tanggal 30 April sebagai Hari Koninginnedag (Hari Ratu).
Kalau Ratu Juliana pada tanggal itu menerima masyarakat di istana, Ratu Beatrix menolak menyambut masyarakat di istana. Ratu Beatrix-lah yang turun ke kampung-kampung menemui rakyatnya. Setiap tahun dipilih sebuah kampung di provinsi berlainan untuk dia kunjungi beserta keluarganya.
Pada suatu Koninginnedag, sempai ada seorang pemuda be rtanyasopan kepada Ratu Beatrix. "Mag ik u zonen? (Bulehkah saya mencium Anda?) Dengan spontan Ratu Beatrix memberikan pipinya untuk dicium pemuda itu.
Peristiwa cium pipi yang disiarkan langsung oleh TV Belanda itu dipuji banyak orang, menambah kecintaan rakyat Belanda kepada ratunya.
Koninginnedag 2005 yang lalu tergolong istimewa, karena sekaligus merayakan yubileum 25 tahun bertahtanya Beatrix sebagai ratu. Tahun itu, Ratu Beatrix mengunjungi kampung Schcveningen di Den Haag. provinsi Zuid Holland.
Penduduk Belanda seperti biasanya antusias berbaris di sepanjang jalan mengibarkan bendera merah-putih-biru dan memakai aneka atribut berwarna oranye.
Bila Ratu Beatrix lebih spontan dari Ratu Juliana, Putri Maxima Zoreguietta, istri Putra Mahkota Pangeran Willem-AIexander lebih spontan lagi. Wanita berdarah Latin, Argentina, ini menikah dengan Pangeran Willem-Alexander pada 2 Februari 2002.
la terkenal dengan inisial "02-02-02". Tak ada waktu semenit pun berlalu buat Putri Maxima, tanpa terlihat sedang tersenyum atau tertawa lebar. Hanya satu kali terlihat Putri Maxima menangis di gereja dalam gaun pengantin, sebuab tangis kebahagiaan, ketika di altar dimainkan akordion yang membawakan lagu irama tango khas Argentina.
Baca juga: Dari Hindia Belanda Hingga Menjadi Indonesia, Ternyata Beginilah Asal-usul Nama Indonesia
Dan pernikahan mereka, lahir dua putri manis dan lucu, Catharina-Amalia Beatrix Carmen Victoria (7 Desember 2003) dan Alexia Juliana Mareella Laurentien (26 Juni 2005). Putri Amalia menduduki urutan ke-2 tahta kerajaan Belanda setelah ayahnya, dan adiknya Putri Alexia menduduki uruian ke-3.
Pangeran Willem-Alexander dan Putri Maxima mendidik dua anaknya sesederhana mungkin. Mereka juga selalu mendekatkan anak-anaknya dengan kehidupan sehari-hari rakyat biasa.
Ketika di sebuah lapangan di Desa Wassenaar diselenggarakan kermis (semacam pesta rakyat jelata dengan komedi putar, lempar kaleng, dsb.), tiba-tiba keluarga Putra Mahkota muncul tanpa pemberitahuan dan pengawalan berarti.
Kontan anak-anak, wanita, dan pria sedesa Wassenaar mengelu-elukan keluarga kerajaan, menyalaminya, berfoto bersama, dsb. Istana Pangeran Willem-Alexander memang terletak di Desa Wassenaar itu.
Begitulah, keluarga kerajaan Belanda selalu berusaha untuk dekat dengan rakyatnya.
Melahirkan anak di pengungsian
Dalam sejarahnya, Belanda tercatat sudah berdiri sejak 1579. Namun, baru pada 24 Agustus 1815, Belanda mensahkan UUD pertamanya yang menetapkan bentuk Monarki Konstitusional.
Raja Belanda pertama adalah Raja Willem 1 (1772 - 1843), lebih dikenal sebagai Raja Willem van Oranje. la memerintah pada 1815 - 1840. la digantikan putranya, Raja Willem II (1792 - 1849) yang memerintah pada 1840 - 1849. Ketika turun tahta, Raja Willem II digantikan putranya, Raja Willem III (1817 - 1890) yang memerintah pada 1849 - 1890.
Ketika Raja Willem III wafat, tidak ada keturunan yang dapat menggantikannya. Tiga putranya dari permaisuri pertama telah meninggal dunia. Dari permaisuri kedua, didapat seorang putri bernama Wilhelmina (1880 - 1962) yang saat itu baru berusia 10 tahun.
Baca juga: Ketika 70 Pasukan Pertahanan Pangkalan di Yogya Dibantai Oleh Pasukan Belanda yang Telah Menipunya
Maka sambil menunggu Putri Mahkota Wilhelmina mencapai usia dewasa, permaisuri kedua naik tahta dengan nama Ratu Emma van Waldeck-Pyrmont (1858 - 1934). Delapan tahun kemudian Ratu Wilhelmina naik tahta menggantikan ibunya dan memerintah pada 1898 - 1948.
Tanggal 4 September 1948 Ratu Wilhelmina menyerahkan tahta kerajaan kepada putrinya, Ratu Juliana (1909 - 2004). Pada masa pemerintahan Ratu Juliana inilah Belanda mengakhiri masa kolonialismenya di bumi Indonesia.
Tahun 1975, menyusul Suriname mendapat tanda tangan kemerdekaan dari Juliana. Di mata Ratu Juliana kedua peristiwa itu cukup menyenangkan hatinya. Sebaliknya, di tahun 1976, Ratu Juliana mendapat pukulan psikis berat. Pangeran Bernhard terlibat skandal Lockheed.
Pasangan Ratu Juliana - Pangeran Bernhard memiliki empat orang putri. Putri pertama mereka, Beatrix Wilhelmina Armgard, lahir pada 31 Januari 1938. Putri Beatrix merupakan ahli waris tahta kerajaan urutan pertama. Putri kedua mereka adalah Irene Emma Elisabeth yang lahir pada 5 Agustus 1939.
Baca juga: Bung Karno Pejuang Kemerdekaan yang Justru Semakin 'Sakti' Setelah Dipenjara Oleh Belanda
Ketika Nazi Jerman mengobrak-abrik Eropa, termasuk Belanda, pada Perang Dunia II di tahun 1940-an, Juliana beserta dua anaknya dikirim Ratu Wilhelmina mengungsi ke Inggris dan Kanada.
Ratu Wilhelmina sendiri tetap bertahan di Belanda, begitu juga suami Juliana, yang juga turut mengangkat senjata melawan negaranya sendiri.
Pangeran Bernhard terpaksa bolak-balik Belanda – Kanada agar dapat bertemu dengan Juliana dan anak-anaknya.
Di pengungsian itu, pada 19 Januari 1943, lahir anak ketiga mereka, Margriet Francisca. Tahun 1945 Jerman bertekuk lutut pada pasukan Sekutu di bawah pimpinan Amerika Serikat.
Juliana pun kembali ke Belanda bersama ketiga anaknya. Dua tahun kemudian lahir anak keempat, Maria Christina (18 Februari 1947).
Di tahun 1980 Ratu Juliana menyerahkan tahta kerajaan kepada putri pertamanya Beatrix, Ratu Belanda yang sekarang. (Danny Lim – Intisari Oktober 2006)