Penulis
Intisari-Online.com - Mungkin masih belum lepas dari ingatan kita, betapa ngerinya petaka yang menimpa penumpang KMP (kapal motor penumpang) Tampomas II.
Puluhan orang terpanggang di atas geladak kapal sebelum menyelamatkan diri, meskipun akhirnya banyak juga yang harus kehilangan nyawa.
(Baca juga: Misteri Masalembo, Segitiga Bermuda Versi Indonesia: Mistik atau Fenomena Alam?)
Itu baru sebuah contoh kasus. Masih banyak lagi kecelakaan kapal laut yang berbuntut jatuhnya banyak korban jiwa.
Maka pengetahuan dan keterampilan penyelamatan menjadi penting bagi penumpang KMP.
Dengan bekal itu anak buah kapal (ABK) terlatih, pemadam kebakaran, pelampung, sekoci bermotor, dan peralatan penyelamatan lainnya, yang selalu ada di dalam kapal motor penumpang, bisa difungsikan secara optimal.
Bila terjadi kecelakaan, korban yang jatuh pun bisa ditekan serendah mungkin.
(Baca juga:Berisi 178 Orang, KM Mutiara Sentosa Alami Kebakaran di Masalembo, Segitiga Bermudanya Indonesia?)
Penumpang kapal motor sering kurang mengetahui tata cara penyelamatan bila terjadi musibah.
Padahal pengetahuan dan keterampilan itu penting.
Berikut sekilas tata cara penyelamatan di kapal motor penumpang (KMP) yang bisa amat vital di saat kritis.
Jangan salah sekoci
Beberapa jenis kecelakaan yang biasa menimpa sebuah kapal motor penumpang di antaranya kebakaran, kebocoran, karam, diterpa badai atau gelombang ganas.
Apabila kecelakaan itu tidak dapat ditanggulangi dan berpeluang besar menjadi musibah, nakhoda akan memerintahkan ABK dan penumpang segera meninggalkan kapal.
Perintah itu dalam bentuk sandi bunyi seperti peluit sebanyak: tujuh kali pendek-pendek dan disusul sekali panjang.
Bila peringatan itu terdengar, manula, ibu hamil, orang sakit, dan anak-anak akan mendapatkan prioritas pertama untuk diselamatkan oleh ABK.
Penumpang yang tidak termasuk dalam, kelompok itu: bisa melakukan tindakan, penyelamatan sendiri.
(Baca juga: Tampomas II, Salah Satu ‘Korban’ Keganasan Perairan Masalembo, Segitiga Bermuda Versi Indonesia)
Yang pertama kali dilakukan adalah mengenakan pelampung dan menuju sekoci.
Pelampung ini selalu tersedia di lemari yang diberi keterangan sebagai tempat pelampung.
Langkah-langkah mengenakannya adalah sebagai berikut:
* Pegang pelampung dengah lampu pelampung menghadap keluar. Ketika kita terapung-apung di laut, lampu itu bisa dinyalakan dengan menarik tali plastik jingganya, lalu dicelupkan ke dalam air laut. Sedangkan peluitnya bisa dibunyikan siang atau malam hari, untuk mempermudah tim SAR atau tim penolong mengetahui keberadaan kita.
* Baca nomor stasiun sekoci atau rakit otomatis, tempat kita harus berada, pada bagian atas pelampung.
* Buka tali pengikat pelampung hingga tergantung bebas.
* Kalungkan pelampung ke leher melalui kepala.
* Tarik agak kencang kedua talinya lalu ikat dengan sempurna agar pelampung tidak terlepas ketika kita terjun ke laut.
* Setelah siap, pergi ke stasiun sekoci seperti tertera pada pelampung.
Selain sekoci bermotor, pada kapal motor penumpang selalu tersedia pula sekoci otomatis.
Ketika belum diguhakan bentuknya seperti kapsul raksasa. Begitu jatuh di laut, bentuknya berubah menjadi seperti rumah terapung, lengkap dengan atapnya.
Di sinilah penumpang kapal tinggal hingga datang pertolongan.
Selama terapung-apung di atas sekoci atau perahu-penyelamat, penumpang tak perlu takut kelaparan.
Di dalam laci-lacinya terdapat bahan makanan yang bisa dikonsumsi selama menunggu pertolongan.
Jumlahnya tidak banyak, tapi cukup untuk menahan rasa lapar.
Penumpang juga tak perlu khawatir tidak ditemukan tim pencari dan penyelamat (SAR).
Setiap kapal motor penumpang dilengkapi dengan alat yang secara otomatis akan memberitahukan posisi terakhir. Namanya emergency position indicating radio beacon (EPRB).
Ketika musibah terjadi, alat itu dilempar ABK ke laut dan talinya diikat di lambung kapal.
Selain itu, seorang markonis (petugas radio komunikasi) akan berkomunikasi dengan kapal-kapal lain, stasiun paatai, tim SAR, dan lainnya.
Dengan dukungan EPRB dan markonis, pengetahuan dan keterampilan penyelamatan yang dimiliki penumpang, sertd alat-alat penyelamat lainnya, penumpang dan ABK diharapkan bisa selamat saat terjadi musibah.
(Artikel ini ditulis oleh Anthony Tonggo di Majalah Intisari edisi Maret 2001 dengan judul asli “Agar Selamat Dari Musibah Kapal Laut”)