Penulis
Intisari-Online.com - Bumi memiliki beragam iklim, mulai dari yang panas seperti di gurun Sahara sampai yang beku di Antartika. Lalu kenapa kenaikan suhu bumi sebanyak 1,2 derajat celcius saja membuat para ilmuwan panik?
Sekilas, angka itu terlihat sedikit. Meski demikian, menurut Peter deMenocal, ilmuwan di Lamont Doherty Earth Obsevartory, adalah hal yang sangat krusial.
(Baca juga: Alarm Ketiga Pemanasan Global)
Iklim bumi memang berubah seiring waktu, terbukti dengan adanya jaman es dulu. Tapi perubahan yang cepat dan jumlah gas karbon dioksida yang semakin meningkatlah yang menjadi perhatian para ilmuwan.
Global warming juga tidak hanya mempengaruhi suhu bumi saja, tapi juga makanan, air, tempat tinggal dan bahkan kesehatan.
Pengaruh kenaikan suhu bumi terhadap makanan bisa dijabarkan sebagai berikut: kenaikan suhu bumi mempengaruhi ekosistem penyedia makanan.
Contohnya adalah laut, yang menyediakan 20 persen asupan protein manusia.
Perubahan iklim bumi berakibat pada meningkatnya keasaman air laut, sehingga ribuan spesies laut seperti kepiting, tiram, dan terumbu karang tidak dapat menumbuhkan cangkangnya.
Hal ini berujung pada terganggunya sistem rantai makanan.
Di darat, kenaikan suhu akan menyebabkan kekurangan air dan menurunnya produksi pangan seperti gandum. Jika suhu terus naik, tumbuhan akan tetap tumbuh, tapi kemungkinan tidak akan bisa dikonsumsi.
(Baca juga: 9 Cara Nyata Menuju Akhir Dunia)
Suhu yang meningkat mengakibatkan melelehnya es di kutub, yang berujung pada meningkatnya permukaan air laut.
Peningkatanpermukaan air laut ini tentu akan berakibat buruk untuk rumah penduduk atau bahkan kota yang berada di dataran rendah dan berbatasan dengan laut.
Dari 1901 sampai 1990, permukaan air laut meningkat sebanyak 1.2 milimeter per tahun. Namun semenjak 1993 – 2010, peningkatannya sebanyak 3 milimeter, dua kali lebih banyak dibanding periode sebelumnya.
Energi pun juga terancam dengan naiknya suhu bumi. Contohnya saja, tujuh persen kebutuhan listrik di Amerika Serikat didapat dari hydropower atau tenaga air.
Namun, menurut deMenocal, berkurangnya salju dan perubahan pola hujan bisa mengurangi penggunaan hydropwer nantinya.
Kesehatan tubuh pun ikut terganggu. deMenocal menjelaskan, meningkatnya suhu dan berubahnya pola hujan meningkatkan penyebaran penyakit yang menular melalui vektor (dari manusia, ke hewan, ke manusia) seperti malaria.
Ia juga menambahkan, walaupun biasanya penyakit menular vektor ini ada pada daerah tertentu, tapi perubahan iklim bisa berujung pada migrasinya penyakit-penyakit tersebu ke daerah baru.
Jika suhu terus meningkat, menurut deMenocal, beberapa area di bumi bahkan tidak bisa ditinggali lagi karena alasan kesehatan.
Misalnya seperti Timur Tengah dan Amerika Barat karena suhu di daerah tersebut akan semakin tinggi.
Suhu yang meningkat biasanya juga diiringi dengan meningkatnya kelembaban.
Jika dua-duanya meningkat, tubuh manusia tidak mampu memproduksi keringat untuk menurunkan suhu tubuh. Hal itu, menurut deMenocal, bisa menyebabkan kematian.
Semua ancaman ini bisa segera menjadi nyata. Bumi diperkirakan akan mencapai kenaikan 1,5 derajat celcius dalam lima tahun lagi, dan mencapai derajat sekitar tahun 2050-2100.
Namun menurut deMenocal, melihat keadaan sekarang, kenaikan suhu bisa lebih cepat dari itu.