Penulis
Intisari-Online.com - Dalam bulan April ini sebenarnya ada kejadian yang cukup menyolok terkait tindakan personel Polri dalam penggunaan senjata untuk melumpuhkan penjahat atau teroris.
(Baca juga: Divonis Mati, Polisi Pemutilasi Anggota DPRD Bandar Lampung Ini Justru Tepuk Tangan)
Pada awal April lalu tim reserse Polres Bandar Lampung menembak mati lima begal yang masih usia remaja karena melawan saat mau diringkus.
Para reserse Polres Bandar Lampung itu bahkan sempat foto bersama di depan mayat-mayat begal itu sehingga mendapat kecaman publik.
(Baca juga: Mobil Ditembaki Polisi karena Kabur saat Razia: 5 Aksi Nekat Pengendara yang Kabur dari Razia Polisi)
Foto itu dinilai tidak etis karena seperti “para pemburu yang berbangga dengan hasil buruannya”.
Masih di awal bulan April, personel polisi Polres Tuban, Jawa Timur yang bersenjata lengkap dan menggunakan rompi antipeluru berhasil menembak mati 6 teroris bersenjata pistol rakitan.
Proses penangkapan para teroris amatiran itu sempat diwarnai baku tembak di ladang jagung.
(Baca juga: Polisi Tembaki Mobil Satu Keluarga: Pelanggar Lalin Tak Seharusnya Diperlakukan Seperti Penjahat)
Polisi Tuban melakukan tindakan tegas setelah para teroris itu menyerang seorang anggota polantas Tuban yang sedang bertugas di jalan raya.
Akibat sering menghadapi penjahat bersenjata api dan dijadikan sasaran serangan teroris, personel Polri secara psikologis tampaknya selalu merasa terancam.
Latihan-latihan menembak yang sering dilakukan personel Polri pun tidak seperti latihan menembak dengan tujuan melumpuhkan.
Tapi latihan menembak untuk “menghancurkan”.
Seperti penembakan terhadap sebuah mobil sedan di Lubuk Linggau, Sumatera Selatan, Selasa (18/4) kemarin.
Pola tembakan personel Polri yang diarahkan ke mobil berpenumpang satu keluarga itu merupakan tembakan beruntun untuk ‘’menghancurkan sasaran’’.
Oknum polisi yang sedang memberondongkan senjatanya seolah menganggap para penumpang mobil sedan itu sebagai musuh yang harus dihancurkan.
Atau buruan yang harus dilumpuhkan agar tidak melarkan diri.
Penembakan terhadap mobil sedan itu juga mencerminkan bahwa razia lalu lintas yang sedang dilakukan seperti dalam kondisi darurat perang sehingga senjatalah yang lebih banyak bicara.
Untuk berjaga agar tidak mati konyol oleh serangan teroris atau begal bersenjata api, polisi memang dijinkan memegang senjata api.
Namun setelah pegang senjata api, polisi jangan bermental koboi. Sedikit-sedikit main cabut senjata dan rakyat yang seharusnya dilindungi malah jadi korban.
Polisi dibekali senjata demi melancarkan tugas untuk menegakkan hukum. Senjata itu pun hanya digunakan untuk membela diri bukan untuk main tembak sesuka hati.
Korban pun seharusnya tidak ditembak mati karena masih dibutuhkan untuk kepentingan penyidikan dan pengembangan kasus.