Penulis
Intisari-Online.com – Di AS, diperkirakan 650 ribu operasi pengangkatan rahim dilakukan setiap tahunnya. Dua pertiga di antaranya dilakukan terhadap wanita berusia di bawah 45 tahun.
Jumlah itu sebenarnya sudah jauh berkurang sejak pertengahan tahun 1970.
Ada dua penyebabnya. Yang pertama, para dokter sekarang berusaha menghindari hysterectomy (histerektomi) bila tidak didukung oleh indikasi yang kuat. Yang kedua dan yang terpenting, kemajuan teknologi dalam bidang kedokteran mampu memberikan pilihan lain.
(Baca juga:Perhatikan Gejala Ini supaya Kita Tidak Terkena Kanker Serviks Seperti yang Diderita Jupe)
Lalu muncul pertanyaan, indikasi apa yang benar-benar kuat untuk mendukung histerektomi?
Menurut FXS, seorang dokter dari bagian kebidanan dan penyakit kandungan di Rumah Sakit Atmajaya, Jakarta, kanker leher rahim (ini yang terbanyak setelah kanker payudara), kanker rahim (Chorio carsinoma), dan kanker indung telur merupakan alasan kuat untuk melakukan histerektomi.
Selain itu tindakan ini juga akan dilakukan bila terjadi komplikasi pada saat kehamilan dan persalinan. Misalnya, rahim robek (ruptura uteri) karena sewakru hamil si ibu jatuh tertelungkup atau perutnya kena benturan benda keras.
Biasanya ditandai dengan terjadinya perdarahan yang akan mengakibatkan kematian bayi dalam kandungan bila tidak segera mendapat pertolongan. Bisa juga pada saat melahirkan si ibu dipaksa mengejan, padahal pembukaannya belum sempurna. Apalagi kalau ditambah dengan menekan perut si ibu.
Contoh lain adalah rahim yang tidak mengecil kembali setelah proses kelahiran. Dalam keadaan normal, beberapa saat setelah bayi lahir, rahim akan mengecil dengan sendirinya.
Tetapi pada kasus-kasus tertentu, walaupun sang bayi sudah lahir rahim tetap mengembang. Keadaan ini ditandai dengan perdarahan. Adakalanya perdarahan ini tidak berhenti juga, walaupun si ibu sudah diberi obat-obatan untuk mengecilkan rahim.
Kalau ini yang terjadi, operasi pengangkatan rahim harus segera dilakukan untuk menyelamatkan si ibu.
Perdarahan-perdarahan yang tidak teratur di luar jadwal menstruasi, perlu mendapat perhatian dan pemeriksaan yang baik. Apalagi kalau perdarahan tersebut sampaf memerlukan transfusi darah.
Tergantung pada diagnosanya, kadangkala pada kasus itu histerektomi terpaksa dilakukan. Misalnya, dalam pemeriksaan ditemukan adanya Hyperplasia Glandularis Cystica (pertumbuhan selaput lendir rahim yang berlebihan dan cenderung ganas) pada wanita yang menjelang mati haid (di atas 42 tahun).
Apalagi kalau keadaan itu tidak membaik walaupun telah diberi obat-obatan.
Bertangkai
Indikasi lain yang kadang-kadang juga memerlukan tindakan histerektomi antara lain adanya mioma atau fibroid di rahim atau organ sekitarnya. Mioma ini sebenarnya jaringan otot dindiiig rahim yang berubah menjadi tumor.
Dalam pertumbuhannya ia bisa sendiri tetapi bisa juga berkawan. Kalau cuma satu dikenal dengan nama mioma uteri, sedangkan kalau banyak disebut uterus miomatosus.
Posisinya di dalam rahim juga bisa bermacam-macam. Ada yang menempel pada dinding rahim dan ada juga yang bertangkai. Belum lagi kalau mioma itu cepat membesar.
(Baca juga:Perhatikan Gejala Ini, Jangan sampai Kita Kena Kanker Serviks Seperti Jupe)
Mioma yang membesar ini akan menekan organ-organ lain di sekitarnya dan menimbulkan rasa sakit pada si penderita. Pada keadaan yang lebih parah bisa menimbulkan perdarahan, adanya gangguan pada saat buang air kecil dan umumnya susah buang air besar.
Kalau sudah begini biasanya ada indikasi untuk melakukan histerektomi.
Tidak selalu perlu dihilangkan
Namun, tidak semua mioma mengakibatkan histerektomi. Pada mioma yang kecil dan hanya satu atau dua saja, bisa diatasi dengan miomektomi sebagai alternatif histerektomi.
Pada miomektomi hanya miomanya saja yang diangkat. Dahulu memang miomektomi ini selalu dihindari. Soalnya, risiko kehilangan darah pada prosedur ini jauh lebih tinggi jika dibandingkan dengan histerektomi.
Tetapi setelah ditemukan metode penyimpanan darah yang semakin canggih (termasuk metode penyimpanan darah sendiri sebelum suatu operasi, autologous), miomektomi lebih disukai karena ini berarti si penderita tidak perlu kehilangan rahim.
Bahkan, menurut The Medical Forum edisi Mei 1988, dalam waktu yang tidak lama lagi akan ada obat-obatan yang dapat mengecilkan mioma.
"Namun, satu hal yang perlu diingat. Semua usaha di atas hanya bisa dilakukan bila dokter yakin bahwa mioma tersebut tidak berdegenerasi ganas. Kalau miomanya ganas, tidak boleh dilakukan miomektomi.
Soalnya, pada keadaan ganas, tidak boleh melakukan tindakan yang setengah-setengah, harus histerektomi," kata dokter yang tidak mau disebut namanya itu dengan tegas.
Yang numpang tinggal
Yang penanganannya agak mirip dengan mioma adalah endometosis. Keadaan di mana jaringan selaput lendir rahim yang seharusnya berada di rongga rahim juga tumbuh di tempat lain. Misalnya, di dalam otot rahim, di indung telur, di saluran telur, di dinding-dinding usus dan bisa juga di jaringan sekitar rahim.
Bila kelainan ini diketahui sejak dini, selaput lendir rahim yang tidak pada tempatnya itu bisa mengecil dengan pemberian obat-obatan. Tetapi bila penderita tidak segera memeriksakan diri ke dokter, kelainan ini bisa menyebabkan penderita tidak mempunyai keturunan.
Soalnya, biar tempatnya bukan di dalam rongga rahim, selaput lendir rahim yang numpang tinggal di organ tubuh lain ini tidak berbeda dengan yang di dalam rongga rahim.
(Baca juga:Vaksinasi HPV Lindungi Perempuan dari Kanker Serviks)
Artinya, ia juga mengikuti siklus efek hormon yang berpengaruh terhadap proses menstruasi. Bila selaput lendir rahim yang asli mencapai stadium penebalan, ia juga ikut menebal. Nanti pada waktu stadium menstruasi, ia juga ikut melepaskan penebalan itu.
Hanya di sini materi penebalan itu tidak bisa dikeluarkan dari dalam tubuh. Akibatnya, materi itu terus menumpuk sebagai kista coklat di dalam rongga perut atau bisa juga di indung telur, tergantung pada lokasi selaput lendir rahim tersebut.
Kalau dibiarkan terus, kista yang membesar ini bisa menekan dan merusak rahim. Bila kista yang membesaf itu berada di dalam indung telur, indung telur akan rusak.
Yang agak mirip dengan endometriosis tetapi pengobatannya memerlukan tindakan histerektomi adalah adenomiosis. Pada adenomiosis, waktu menstruasi sebagian materi penebalan tertinggal di dinding rahim.
Lama-kelamaan tumpukan materi penebalan tersebut akan membentuk kista coklat juga. Seperti mioma, kista coklat pun akan mendesak pertumbuhan jabang bayi, yang sering kali mengakibatkan keguguran.
Salah satu gejala endometriosis dan adenomiosis adalah rasa nyeri di pinggul beberapa hari sebelum dan sesudah menstruasi. Adakalanya rasa nyeri ini tetap berlangsung selama masa menstruasi dan biasanya dibarengi dengan adanya gangguan pada kandung kemih dan usus besar.
"Rasa nyeri pada saat menstruasi memang tidak selalu menjadi tanda endometriosis atau adenomiosis. Oleh karena itu, bila merasakan gejala-gejala di atas, sebaiknya Anda memeriksakan diri ke dokter," demikian nasihat dokter tadi.
Kekosongan tak mengganggu
Sebelum melakukan tindakan histerektomi, biasanya dokter tidak bisa memastikan organ reproduksi mana yang akan diangkat. Soalnya, hasil pemeriksaan awal kadang-kadang tidak mampu memberikan gambaran keadaan dalam perut yang pasti.
Misalnya saja dalam kasus mioma. Ada kalanya dari hasil pemeriksaan awal, dokter menyimpulkan bahwa mioma itu hanya satu sehingga cukup dilakukan mimektomi. Tetapi setelah perut "dibuka", ternyata mioma yang ada lebih dari satu dan cukup mengganggu rahim.
Kalau keadaannya begini, dokter terpaksa mengangkat rahim. Tentunya dengan persetujuan keluarga penderita. Dalam kasus lain, bisa saja penderita tidak hanya kehilangan rahim.
Kalau keadaannya parah, ia juga akan kehilangan indung telur, saluran telur, kelenjar-kelenjar getah bening dan jaringan ikat di sekitar rahim. Biasanya ini dilakukan terhadap penderita kanker stadium lanjut.
Sesudah operasi tempat rahim di rongga perut tetap kosong. Kekosongan ini tidak mengganggu organ tubuh yang lain.
Bila yang diangkat hanya rahim, sementara indung dan saluran telurnya tetap ada, maka telur-telur yang matang setiap bulan akan jatuh ke dalam rongga perut dan tubuh akan menyerapnya secara alamiah.
Walaupun berlangsung bertahun-tahun, keadaan ini tidak akan menimbulkan efek terhadap kesehatan. Sementara itu, saluran telur yang kehilangan pegangan karena hilangnya rahim, akan diikatkan pada jaringan ikat yang ada di sekitarnya, agar tidak "melambai-lambai".
Tak benar akan melembung
Menurut The Medical Forum, dalam seribu operasi pengangkatan rahim, terjadi satu sampai dua-kematian. Risiko kematian ini disebabkan oleh beberapa hal. Antara lain kondisi pasien pada saat operasi, terjadinya perdarahan juga sering menjadi penyebab kematian.
Dari data yang ada, diketahui bahwa5 -.15% histerektomi membutuhkan transfusi darah. Selain itu, timbulnya infeksi setelah operasi bila tidak segera diatasi kadangkala juga menyebabkan kematian. Tetapi yang terakhir ini bisa dihindari berkat penggunaan antibiotika selama operasi.
Di samping risiko keselamatan, masih ada hal lain yang perlu diketahui pasien. Setelah menjalani histerektomi, pasien tidak lagi mengalami menstruasi setiap bulan, dan berarti juga tidak mungkin mempunyai anak lagi.
(Baca juga:Jamur Shiitake dapat Membunuh Penyebab Kanker Serviks?)
"Tetapi tidak benar kalau dikatakan bahwa setelah histerektomi, bobot badan pasien akan bertambah terus atau akan kehilangan fungsi seksualnya," tegas dokter dari RS Atmajaya tersebut.
Selain risiko-risiko di atas, hidup tanpa rahim tidak akan mengganggu aktivitas harian seorang wanita.
Macam-macam histerektomi
Pada penderita kanker stadium lanjut, dokter tidak hanya akan mengangkat rahim, tetapi juga indung dan "saluran telur, kelenjar-kelenjar getah bening dan jaringan ikat di sekitar rahim. Operasi pengangkatan organ-organ tubuh tersebut dikenal dengan nama histerektomi radikal.
Pada kasus yang lebih ringan dokter akan melakukan histerektomi total, di mana yang diangkat hanya badan dan letter rahim saja.
Kalau tumor ganas hanya menyerang badan atau leher rahimnya saja, dokter akan melakukan histerektomi subtotal. Kadangkala histerektomi subtotal ini juga dilakukan bila secara teknis dokter tidak bisa mengangkat keseluruhan rahim. Mungkin karena kondisi rahim yang sudah sangat parah.
(Tulisan ini pernah dimuat di Intisari edisi Juni 1989 oleh LIZ )