Find Us On Social Media :

School for Justise, Sekolah India yang Khusus Mengajari Korban Perdagangan Manusia Jadi Pengacara

By Moh Habib Asyhad, Jumat, 14 April 2017 | 11:50 WIB

School for Justice

Intisari-Online.com - Sebagai seorang gadis muda di Kultali, India, Lata berjalan lebih jauh dibanding gadis-gadis lainnya untuk sekolah. Tapi sayang, ia berhenti di usia 16 tahun—gara-gara dipaksa menikah dengan laki-laki yang tak ia sukai.

Sial, laki-laki yang semestinya melindunginya itu justru menjualnya di rumah bordil dua bulan kemudian. Sejak itu, Lata merasa tak punya masa depan.

(Baca juga: Perempuan-perempuan Korban Human Trafficking: Tina Diselamatkan Oleh Haid)?

Untungnya, Lata berhasil lolos dari perdagangan seks. Lebih dari itu, ia sekarang melawan setelah menjadi pengacara. Ia menjadi pengacara melalui sebuah program khusus baru di India.

School for Justice alias Sekolah untuk Keadilan, didirikan pada 6 April 2017. Sekolah ini mengkhususkan diri untuk mengajari korban perdagangan manusia menjadi pengacara. Tujuan sekolah ini, para perempuan bisa menggunakan posisi tawar mereka untuk menuntut keadilan.

“Menjadi pengacara adalah mimpi saya, dan menghadirkan keadilan bagi mereka yang bertanggung jawab atas perdagangan bebas ini,” ujar Lata. “Saya ingin menghukum dia yang melakukan terhadap saya.”

Untuk diketahu, sekolah ini merupakan hasil kemitraan antara Free A Girl Movement, sebuah gerakan internasional yang berkonsentrasi terhadap perempuan korban perdagangan seks, dan salah satu sekolah hukum top di India.

Selama menempuh studi, para perempuan ini akan tinggal di asrama yang disediakan sekolah. Tak hanya itu, nama mereka juga akan tetap dirahasiakan demi menjaga keamanan dan nyawa mereka.

Ada sekitar 19 perempuan di kelas perdana, semuanya berusia antara 19 hingga 26 tahun. Mereka mengambil kelas untuk menempuh ujian hukum serta menerima bimbingan dan pendampingan untuk memastikan keberhasilan mereka.

(Baca juga: Perempuan-perempuan Korban Human Trafficking: Kerja dari Pagi sampai Dini Hari)

Mereka, para perempuan ini, diharapkan bisa merampungkan sekolah dalam kurun lima hingga enam tahun dengan gelar sarjana hukum. Fokus studi mereka: kasus-kasus eksploitasi dan komersialisasi perempuan.