Find Us On Social Media :

Bendera Pusaka Indonesia Terbuat dari Tenda Warung Soto, Begini Fakta Sejarahnya

By intisari-online, Selasa, 14 Agustus 2018 | 15:32 WIB

Tanpa tahu harus menuju ke mana untuk mencari kain merah, pemuda kelahiran Madiun, 20 Oktober 1920, ini lantas berjalan menyusuri rel KA dari Pegangsaan sampai Pasar Manggarai.

Di pinggir pasar ia melihat sebuah warung soto bertenda kain merah.

Nah, kebetulan pikirnya. "Saya tak lagi mikir jenis kainnya bermutu atau tidak. Meski saya lihat sudah tidak begitu bagus bahkan sudah robek, pokoknya kain tersebut masih bisa dipakai," kenangnya.

Maklum, di zaman Jepang mutu kain yang dikonsumsi rakyat amat jelek.

Terdorong rasa kebangsaan yang meluap-luap untuk segera mendapatkan kain bakal bendera itu, Kustaryo segera mendatangi si pemilik warung tenda. Satu-satunya yang dipikirkan, bagaimana caranya mendapatkan barang tersebut.

Baca juga: Keunikan Paskibraka di Indonesia, dari Formasi Sampai Hukuman Untuk Bendera Terbalik

"Saya beli kain ini dengan harga Rp500,00, terdiri atas lima lembar ratusan uang zaman Jepang dari kocek saya sendiri. Melihat uang segitu banyak, si tukang warung hanya terbengong-bengong saja. Transaksi waktu itu tidak berlangsung lama."

Setelah itu buru-buru ia membawa kain merah tersebut ke rumah Ibu Fat. Begitu diserahkan, Kustaryo langsung pergi lagi.

Bahkan ketika bendera itu dikibarkan pada saat proklamasi, ia pun tidak tahu.

"Setelah itu saya lalu pergi dari Jakarta, kembali bergabung dengan rekan-rekan pejuang lain. Maklum waktu itu tentara Jepang yang bersenjata masih banyak berkeliaran. Belum lagi pasukan Inggris," kenangnya.

Selang beberapa tahun kemudian, suatu hari Kustaryo ketemu Ibu Fat lagi di Yogyakarta.

Iseng-iseng ia bertanya apakah bendera pusaka yang dikibarkan pada saat proklamasi tersebut, adalah bendera yang kain merahnya pemberian dia dulu.

"Bu Fat menjawab, benar! Kain merah yang saya jahit itulah pemberian Saudara. Saudara memang sungguh berjasa. Terima kasih ... saya sampai lupa," begitu jawaban Ibu Fat seperti yang ditirukan Kustaryo.

Versi lain riwayat benderd pusaka ini, menurut Kustaryo memang belum pernah diketahui umum.

Apalagi beberapa saksi mata yang melihat Lukas memberikan kain tersebut kepada Ny. Fatmawati, semuanya sudah tiada.

"Selain Bu Fat, yang sempat melihat adalah BungKarno dan supir pribadi mereka. Kalau tidak salah namanya Pak Sarip."

Baca juga: Kisah Tragis Al Sudani, Mata-mata Irak di Tubuh ISIS yang Gagalkan 30 Bom Mobil dan 18 bom Bunuh Diri