Penulis
Intisari-Online.com –Begitu tiba di Hiroshima, dua teman dari Indonesia sudah mengulurkan kesediaan untuk mengantar kami ke "tempat jatuhnya bom-atom".
Mereka adalah Dr. A. Husni Tanra dari Unhas dan Drs. Ating dari IKIP Bandung yang kedua-duanya sedang melanjutkan studi di Universitas Hiroshima.
Malah Husni yang dokter itu menyarankan agar kami sekalian mengunjungi "Rumah Sakit Bom-Atom Hiroshima".
"Kita jenguk sisa korban bom-atom", katanya.
Baca juga: Bangkit dari Keterpurukan Pasca Bom Atom, Inlah 6 Wajah Baru Hiroshima dan Nagasaki
Pada waktu itu juga, dasar tidak sabaran, kami memberondong mereka dengan berbagai pertanyaan tentang bagaimanakah kehebatan daya amuk dari bom-atom, yang semestinya tidak perlu diajukan karena toh ceritera lengkap mengenai hal ini akan kami peroleh di museum besok.
Akibatnya, terlontar sebuah pertanyaan konyol. "Besar nggak bekas tempat jatuhnya bom", tanya kami kepada mereka.
Terlukis dalam khayalan kami sebuah tanah lekuk yang dalam dan luas sekali yang terbentuk ketika bom-atom menyentuh tanah dan meledak! Serentak mereka tertawa.
"Bom itu meletus di udara", Husni menjelaskan. "Saya juga dulu menyangka bom itu meledak di tanah", sambungnya.
Keesokan harinya kami dan Fadel Muhammad yakni teman saya mengunjungi universitas-universitas di Jepang, mendatangi "Taman Perdamaian" yang terletak di bilangan keramaian kota Hiroshima.
Tepat di atas taman inilah, bom atom meledak.
Baca juga: (Foto) Sungguh Memilukan, Begini Kondisi Kota Hiroshima Pascajatuhnya Bom Atom Little Boy di Jepang
Anehnya, pepohonan tumbuh subur di situ. Tambah burung-burung merpati yang bertengger seenaknya di mana-mana tanpa diganggu orang, maka kesan yang timbul adalah bukan kesan ngeri tapi kesan damai.
Tapi sebuah gedung yang tak karuan lagi tampangnya dibiarkan tetap seperti setelah diterjang oleh percikan bom-atom.
Sehingga kesan kedahsyatan bom-atom secara nyata dapat kita rasakan. Bangunan ini dulunya berfungsi sebagai "Gedung Promosi Industri Hiroshima".
Dan, barulah kegetiran yang mencekamkan muncul ketika memasuki "Hiroshima Peace Memorial Museum".
Kisah komplit beserta foto-fotonya tentang detik-detik menjelang, saat dan setelah terjadinya peristiwa 6 Agustus 1945 itu dapat kita telusuri dalam museum ini.
Sekaligus, menyaksikan contoh berbagai barang yang diterjang oleh amukan bom-atom.
Keganasan radioaktif
Setelah mengitari habis Taman Perdamaian, kami langsung menuju "Rumah Sakit Bom-Atom Hiroshima". Letaknya bertetangga dengan kampus utama dari Universitas Hiroshima.
Rumah-sakit ini dibuka pada bulan September 1956 dengan maksud untuk mengontrol orang-orang yang mendapat pengaruh dari bom-atom.
Ada 3 jenis pengaruh yang diakibatkan oleh ledakan bom atom. Yaitu sinar panas, tekanan ledakan, dan radiasi radioaktif.
Pengaruh radiasi radio aktif dapat menyebabkan para korban mengidap penyakit-penyakit leukimia, kanker, dan lensa mata jadi kabur.
Sewaktu bom-atom meledak, radiasi radioaktif yang kuat menjangkau sampai 4.000 m dari pusat ledakan. Ciri korbannya ialah rambut gugur.
Khususnya, penduduk yang berada pada radius 1.000 m dari pusat ledakan mengalami luka-luka berat dan hampir seluruhnya meninggal beberapa hari kemudian.
Baca juga: Bukan Hiroshima, Tapi Kota Inilah yang Penduduknya Paling Banyak Meregang Nyawa saat perang Dunia II
Sementara api masih menjilat-jilat isi kota Hiroshima, tak terduga hujan pun turun. Namun, dua jam pertama, hujan ini tak berwarna bening tapi berwarna kelabu.
Layaknya air bercampur debu dan mengandung radioaktif yang kuat!
Untuk kedua-kalinya, mereka terkena radiasi radioaktif. Setiap orang yang meminum air dari sumur setelah hujan ini turun menanggung rasa mulas di perut selama 3 bulan terus-menerus!
Para penduduk yang terkena radiasi radioaktif dicatat oleh team penolong dari Palang Merah. Lantas mereka memperoleh sertifikat dari pemerintah. Sertifikat ini terbagi atas 2 golongan.
Yakni, Golongan I ialah penderita yang kena langsung radiasi radioaktif.
Golongan II ialah penderita yang datang ke Hiroshima hingga 2 minggu setelah kejadian bom-atom meletus, para penolong penderita Golongan I, dan anak-anak yang lahir dari kandungan ibu-ibu korban radiasi radioaktif.
Kepada mereka semua, rumah sakit memberikan pelayanan secara cuma-cuma.
Pada awalnya rumah-sakit ini memiliki 120 tempat tidur. Kemudian pada tahun 1968 ditambah 50 tempat tidur lagi.
Kini, penderita yang mendiami rumah-sakit berjumlah 150 orang. Sedang penderita yang bertempat tinggal di rumah sendiri sebanyak 132 orang.
Beberapa gambar terekam. Ternyata kemudian ada juga beberapa gambar yang jadi, meskipun letak gambar tak simetris.
Demikianlah, siang dan sore hari itu kami habiskan untuk "mengagumi sebuah karya manusia" yang sempat menelan setengah penduduk kota Hiroshima atau dalam hitungan jiwa sekitar 200.000-an orang.
Dan, ketika meninggalkan rumah-sakit, kami cuma bisa berdoa: "Semoga musibah ini tak terulang lagi dalam sejarah umat manusia di masa mendatang".
(Pernah dimuat di Majalah Intisari edisi September 1977, ditulis oleh Erlangga Ibrahim dengan judul asli Menjenguk Sisa Korban Bom Atom Hiroshima)
Baca juga: 70 Tahun Bom Atom Hiroshima dan Nagasaki: Kesaksian para Penyintas