Penulis
Intisari-Online.com - SEAL Team Six sebagai pasukan khusus Tier I, memiliki kemampuan dan tugas operasi pembebasan sandera (basra), sama seperti Delta Force. Berbagai misi penyelamatan di garis belakang musuh sudah berulangkali dilaksanakan.
Namun seperti kata pepatah, tidak ada manusia yang sempurna. SEAL Team Six pun beberapa kali gagal dalam operasi kritikal itu. Salah satu kegagalan operasi basra paling terkenal adalah tewasnya Linda Norgrove.
(Ingin Beli Smartphone yang Paling Pas Buat Kamu? Simak Panduan Ini)
Linda Norgrove adalah seorang pekerja sosial dari Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Development Alternatives Incorporated. Lembaga ini bekerja berdasarkan kontrak AS untuk menjalankan misi kemanusiaan di Provinsi Kunar, Afghanistan.
Linda dan tiga rekannya diculik Taliban pada 26 September 2010 saat rombongannya sedang berkendara di Distrik Chawkay di Timur Provinsi Kunar.
Taliban menjadikan Linda dan rekannya sebagai alat tawar dan menuntut agar AS melepaskan Aafia Siddiqui, ahli syaraf didikan AS yang melakukan percobaan pembunuhan setelah bergabung dengan kelompok Taliban.
(Rob O'Neill, Anggota Navy SEAL yang Menembak Mati Osama bin Laden)
Tak banyak yang tahu jika Linda Norgrove berafiliasi dengan dinas intelijen Inggris MI6 walau otoritas AS dan Inggris menolak untuk menjawab keterkaitan tersebut.
Setelah negosiasi alot, tiga rekannya dilepaskan pada 3 Oktober. Tetapi Linda Norgrove tidak. Ia dibawa ke sebuah tempat terpencil di pegunungan di sebelah utara Provinsi Kunar, lalu ke Lembah Dewegal.
Pasukan AS melaksanakan operasi pencarian skala besar, termasuk pencarian dari rumah ke rumah dan pos pemeriksaan, tetapi hasilnya nihil.
Hasil sadapan radio di seluruh lembah berhasil mendengar adanya musyawarah tetua klan setempat yang meminta Linda Norgrove untuk dieksekusi.
Intelijen Inggris khawatir Linda akan dibawa pergi menyeberang ke Pakistan melewati Warizistan. Atau bahkan lebih buruk, dieksekusi.
Inggris meminta AS untuk melaksanakan misi basra karena perlengkapan dan dukungan peralatan yang lebih baik dibandingkan 22nd SAS. Operasi ini diotorisasi sendiri oleh PM Inggris saat itu, David Cameron.
Pihak AS, setelah mengerahkan UAV Predator, akhirnya berhasil menemukan dugaan lokasi penyekapan. Linda Norgrove disekap di sebuah gubuk yang dikelilingi pagar batu setinggi lima meter di Desa Dineshgal yang berada di ketinggian 2.100 meter dari permukaan laut.
Dari segi operasional ini merupakan manuver penyerbuan klasik yang mengandalkan unsur kecepatan, agresi, dan kejutan.
Waktu yang dipilih, sesuai manual, adalah pukul 3 pagi dimana lawan diperkirakan memiliki kesiagaan fisik dan mental paling rendah. Kalau semuanya lancar, dalam waktu 15 menit Linda sudah dapat diamankan dan tim penyerbu bisa kembali ke markas dengan selamat.
Perwira 22nd SAS yang menjadi penghubung menawarkan untuk operasi insersi dan pembebasan dari jarak beberapa kilometer di luar Dineshgal agar unsur kejutan tetap terjaga.
Namun setelah mencari-cari lokasi berdasarkan citra satelit, tim tak kunjung menemukan titik yang dianggap memadai untuk pendaratan helikopter.
Akhirnya pelaksanaan operasi dipilih dengan opsi serbuan langsung, dengan pendaratan pasukan sedekat mungkin dengan gubuk tempat Linda Norgrove disekap.
Data intelijen yang berhasil dikumpulkan tidak terlalu menggembirakan. Di desa tempat gubuk penyekapan Linda setidaknya terdapat 10 wanita dan anak-anak yang dapat menimbulkan kompleksitas operasi. Para penyanderanya juga bersenjata lengkap, setidaknya dilengkapi AK-47 dan RPG-7.
Dibawa dengan dua MH-47E, 20 personel SEAL Tim Six dari Silver Squadron dan 24 personel 75th Ranger pun lepas landas dari Bagram dan berangkat ke Lembah Dinengal.
Secara resmi, inilah tanda dimulainya operasi bersandi Anstruther untuk membebaskan Linda Norgrove. Skenarionya, SEAL Tim Six akan melakukan serbuan langsung untuk membebaskan Linda.
Sementara Ranger akan memblok akses ke lokasi sehingga bala bantuan lawan tidak bisa mendekat dan pelaksanaan operasi basra aman dari gangguan luar.
Begitu tiba di lokasi, crew chief memberikan aba-aba go dan seluruh pasukan turun di posisinya masing-masing dengan metode fastroping. Sampai di sini segalanya masih aman.
Angin yang mati malam itu menyebabkan proses penurunan pasukan berlangsung tanpa kendala. Seluruh jalannya pembukaan operasi dipantau oleh Predator yang terbang mengitari lokasi.
Namun ketenangan tidak bertahan lama karena tiba-tiba Taliban muncul dari mana-mana dan mulai menghujani posisi Ranger dengan senapan mesin, AK-47, dan juga RPG.
Dalam kegelapan malam, Ranger menguasai keadaan dan unggul dalam akurasi karena mampu melihat lawannya dengan lebih baik melalui NOD (Night Optical Devices). Bala bantuan datang dari AC-130 Spectre, yang berhasil membuat musuh kocar-kacir.
Dua sniper SEAL Tim Six yang tidak ikut turun, beroperasi dari atas helikopter. Tim ini menyediakan perlindungan sniper overwatch.
Kombinasi apik dari keduanya berhasil menyelesaikan dua orang penjaga di depan gubuk penyekapan Linda dengan tembakan tepat di dada dari senapan mereka yang berperedam. Elemen penyerbu dari ST6 masuk dari arah depan dan melemparkan beberapa flashbang sekaligus ke arah dalam.
Manuver dinamis itu diikuti tembakan ke arah orang di dalam gubuk yang berada dalam kondisi terdisorientasi. Dalam waktu singkat para operator SEAL Tim Six berhasil menewaskan empat Taliban yang berada di dalam gubuk.
Dua lagi yang lari keluar meloncati pagar batu yang tinggi, berusaha masuk di bawah lindungan semak-semak. Tetapi mereka tetap terlihat dari kamera termal AC-130 dan dihadiahi kanon 25 mm, yang langsung menewaskan keduanya.
Yang tidak diketahui oleh para pembebas, tepat sebelum mereka masuk adalah seorang Taliban menyeret Linda Norgrove keluar dari pintu belakang. Saat diseret itulah Linda Norgrove berontak dan berhasil membebaskan diri.
Ia menggulingkan badannya masuk ke parit kecil dan berdiam di situ dalam posisi meringkuk seperti bayi, sesuai yang diajarkan pada saat menghadapi kondisi darurat.
Seorang personel SEAL Tim Six yang naik ke atas gubuk dari depan memergoki sang Taliban yang tadinya menyeret Linda, tetapi ia tidak melihat sang sandera yang sudah berguling masuk ke dalam parit.
Entah bagaimana, sang operator SEAL Tim Six memutuskan untuk menyudahi sang Taliban dengan lemparan granat. Ledakan granat memang menewaskan sang Taliban, tetapi pecahannya juga melukai Linda Norgrove.
Sang sandera yang seharusnya dibebaskan dalam keadaan selamat justru terluka parah, berjuang dalam hidup dan mati.
Walaupun segenap daya upaya dikerahkan untuk menjaga agar Linda Norgrove tetap hidup, akhirnya ia meninggal dalam perjalanan kembali ke markas.
Di sisi lain, SEAL Tim Six setidaknya berhasil menuntut balas pada mereka yang telah menculik Linda Norgrove. Komandan Taliban setempat, Mullah Basir dan Mullah Keftan selaku penyandera berhasil ditewaskan.
Sayang, tujuan utama misi ini, yaitu membebaskan Linda dalam keadaan hidup tidak tercapai.
Pada awalnya dua anggota SEAL Tim Six yang terlibat sepakat untuk menyembunyikan fakta yang sebenarnya terjadi.
Komandan tim yang terlibat pun tidak punya alasan untuk curiga dan menuliskan dalam laporannya bahwa Linda Norgrove tewas oleh ulah musuh.
Tewasnya Linda dikatakan terjadi karena Taliban yang menyanderanya meledakkan rompi bom bunuh diri. “Fakta” ini diterima dan diumumkan oleh Menteri Luar Negeri Inggris, Wiliam Hague.
Dua hari setelah kejadian, seorang perwira intelijen Afghanistan membocorkan bahwa Norgrove tewas justru karena granat dari personel SEAL Tim Six. Informasi yang disampaikan kepada pihak Inggris itu membuka babak investigasi baru.
Jenderal David Petraeus, komandan NATO di Afghanistan saat itu memerintahkan investigasi mendalam dengan membentuk tim investigasi gabungan AS-Inggris.
Tim gabungan yang dipimpin Mayjen Joseph Votel dan Brigjen Robert Nitsch itu melihat ulang seluruh jalannya operasi, dan proses pengambilan keputusan yang dilakukan.
Seorang mantan perwira 22nd SAS juga datang ke Kabul untuk memperkuat tim Inggris dalam melaksanakan penyelidikan.
Proses penyelidikan dilakukan secara menyeluruh, termasuk meminta hasil rekaman kamera yang terpasang di helm operator ST6 yang melakukan penyerbuan untuk diputar ulang.
Tim investigator juga meminta hasil rekaman dari AC-130 Spectre yang mengawasi jalannya operasi. Dari situ langsung ketahuan bahwa salah seorang operator melemparkan sesuatu sebelum terjadinya ledakan.
Rekaman dari Spectre juga mencatat ledakan yang jelas bukan disebabkan oleh rompi bom.
Operator yang bertanggung jawab melemparkan granat itu akhirnya mengaku. Ia pun diberi sanksi dengan dikeluarkan dari SEAL Team Six.
Anggota tim lainnya yang dianggap turut menyembunyikan fakta diberi sanksi, termasuk penundaan kenaikan pangkat.
(Aryo Nugroho)