Karyawan yang Depresi Sebenarnya Lebih Produktif Jika Mau Melakukan Hal Ini, tapi Juga Ada Syaratnya

Moh. Habib Asyhad

Penulis

Masalah kesehatan mental di Inggris disebut telah memakan biaya yang cukup besar, lebih dari Rp600 triliun, pada 2016 lalu.

Intisari-Online.com -Karyawan yang mau terang-terangan kepada bosnya tentang depresi yang ia derita lebih produktif di tempat kerja dibanding mereka yang tidak.

Tapi ada syaratnya, atasan juga harus peduli terhadap si karyawan depresi itu, alih-alih menstigmanya.

Begitu tulis sebuah penelitian terbaru.

Selain itu, studi yang dikerjakan oleh peneliti dari London School of Economics itu juga menyebut, karyawan depresi yang tidak mendapat dukungan dari bosnya cenderung akan lebih banyak membolos.

Masalah kesehatan mental di Inggris disebut telah memakan biaya yang cukup besar, lebih dari Rp600 triliun, pada 2016 lalu.

Baca juga:Depresi Berat Usai Diperkosa 8 Orang, Siswi SMK di Bogor Meninggal

Penelitian sebelumnya menunjukkan, lebih dari 70 persen orang dengan penyakit mental menyembunyikan kondisi mereka dari orang lain.

Alasannya, sebagian besar takut didiskriminasi, baik saat mencari atau meninggalkan pekerjaan.

Dalam penelitian yang dipublikasikan di jurnal BMJ Open pada Senin (23/7), pada peneliti mengamati kasus depresi di tempat kerja di 15 negara yang berbeda, termasuk Inggris.

Para peneliti itu bertanya kepada sekitar seribu manajer juga karyawan.

Mereka menemukan, bagi manajer, produktivitas dan kehadiran seorang karyawan sama pentingnya dengan sumber keuangan negara.

Dr Sara Evans-Lacko, salah seorang penulis penelitian ini, mengatakan bahwa penelitian ini menunjukkan bahwa bos yang menghindari berbincang tentang depresi, karyawannya juga cenderung menjauhi pekerjaan.

Artinya, mereka gemar membolos.

“Bahkan, ketika mereka kembali bekerja pun tidak seproduktif sebelumnya,” ujar Evans-Lacko, seperti dilansir dari The Guardian.

Baca juga:Kisah Suster Lucy Agnes, Putri Keluarga Bos Djarum yang Menolak Hidup Mewah dan Memilih Jadi Biarawati

Tapi apakah semua bos menghindari berbicara atau tidak peduli dengan karyawannya yang depresi?

Untung saja tidak.

Para karyawan di Meksiko sebagian besar melaporkan bahwa bos-bos mereka kerap menawarkan untuk membantu mereka yang depresi. Besarnya 67 persen.

Di Inggris juga cukup menggembirakan, angkanya 53 persen.

Negara-negara Asia Timur seperti Jepang, Korea Selatan, dan China angkanya justru membuat miris. Jepang 16 persen, Korea Selatan 30 persen, dan China 27 persen.

Yang paling bahagia adalah karyawan-karyawan di Denmark.

Mereka bilang, hanya 2 persen dari bos-bos mereka yang acuh terhadap pekerja yang derepsi. Wow!

“Kami ingin para pengusaha (termasuk bos-bos) menciptakan lingkungan di mana para staf merasa dapat berbicara secara terbuka tentang masalah mereka, dan tahu jika mereka melakukannya mereka akan bertemu dengan orang yang memberi dukungan dan pengertian, bukan stigma dan diskriminasi…,” tambah Evans-Lacko.

Meski Indonesia bukan negara yang menjadi target penelitian, kasus-kasus seperti ini paling tidak bisa menjadi bahan perenungan bagi para bos; bahwa Anda sangat berarti bagi karyawan!

Baca juga:Selama 18 Tahun, Sudah 21 Karyawan Meninggal dan 2 Orang Koma di Perusahaan Ini, Serbuk Putih Jadi Petunjuk

Artikel Terkait