Find Us On Social Media :

Raut Wajah Orang yang Sudah Menikah Terlihat Lebih Fresh, Bagaimana dengan Lajang?

By Ilham Pradipta M., Sabtu, 18 Februari 2017 | 06:01 WIB

Mencintai, Bukan Menikahi

Intisari-Online.com – Berbahagialah bagi Anda yang telah menikah!  Beberapa studi mengatakan, pasangan yang telah menikah dapat menuai manfaat kesehatan lain daripada mereka yang tak memiliki pasangan, bercerai, janda, atau duda. Menurut penelitian, orang-orang yang telah menikah memiliki tingkat hormon kortisol (hormon stres) yang lebih rendah.

Nah, hormon kortisol inilah yang kerap menimbulkan masalah pada kesehatan. Sebab bila diproduksi secara berlebihan, ia dapat berkontribusi menimbulkan peradangan dan penyakit kronis.

Selain itu, peneliti dari Carnegie Mellon University menemukan, orang yang telah menikah memiliki raut wajah yang lebih fresh. Wajahya jauh dari tanda-tanda stres dan masalah psikologis. Hal ini sekaligus memberikan bukti biologis pertama yang bisa menjelaskan komitmen dalam berhubungan dapat berdampak langsung terhadap kesehatan. 

(Walau Wanitanya Menderita Kanker Ganas, Pria Ini Tetap Menikahinya)

Menurut beberapa ahli, secara keseluruhan orang yang telah menikah memiliki tingkat kortisol yang lebih rendah, dibandingkan dengan mereka yang tidak pernah menikah atau telah bercerai. Ada hal menarik yang perlu kita simak di sini. Ternyata, orang yang telah menikah tingkat kortisolnya cenderung turun lebih cepat sepanjang sore hari. Lain halnya dengan mereka yang tidak menikah. Proses turunnya kortisol tersebut relatif lebih lambat. Nah, penurunan kortisol secara cepat ini dikaitkan dengan turunnya risiko penyakit jantung dan masalah kesehata lain. Mengagumkan, bukan?  

Tingginya tingkat kortisol dalam tubuh kita bisa disebabkan oleh stres yang sedang berlangsung. Akibatnya, dapat mengganggu tubuh untuk mengatur peradangan. Secara singkat, peradangan adalah respon tubuh terhadap ancaman dari luar seperti stres, infeksi, atau bahan kimia beracun. Nah, terganggunya sistem peradangan ini dikaitkan dengan beberapa kondisi kesehatan. Misalnya, masalah jantung, rendahnya sistem imun, diabetes, dan kanker.

Namun, penelitian yang diterbitkan dalam jurnal Psychoneuroendocrinology ini hanya mengidentifikasikan hubungan antara pernikahan dengan tingkat kortisol. Jadi, peneliti hanya bisa berspekulasi berdasarkan penelitiannya. Sebab ada juga studi lain yang menggunakan subjek penelitian yang sama dengan penelitian ini, tapi hasilnya berbeda. Penelitian itu  mengatakan pernikahan tidak mempengaruhi risiko seseorang untuk menghalau penyakit. Misalnya,  demam atau pilek.

Secara keseluruhan, penulis dalam jurnal Psychoneuroendocrinology mengatakan bahwa temuan mereka dapat dipertangungjawabkan. Setidaknya, dalam kenyataan pernikahan kerap kali dipuja-puja karena keajaibannya dalam meningkatkan kesehatan. Menurut professor Sheldon Cohen, PhD, penulis dalam studi, data ini bisa memberikan wawasan penting tentang keintiman hubungan sosial yang dapat mempengaruhi kesehatan kita.