Find Us On Social Media :

Pasukan Antiteror Kopassus Ternyata Dibentuk Lewat 'Ilmu Gado-gado' Pasukan Khusus dari Berbagai Negara

By Agustinus Winardi, Jumat, 20 Juli 2018 | 12:30 WIB

Intisari-Online.com - Cikal bakal pasukan antiteror Indonesia tidak bisa dilepaskan dari peran Letjen TNI Sintong Panjaitan yang pada tahun 1971 masih berpangkat Kapten Senior.

Pada tahun itu Sintong yang tergabung dalam kesatuan Grup 4/Sandiyudha RPKAD (Kopassus) dan menjabat sebagai Kasi 2/Operasi bertugas merencanakan operasi dan latihan pasukan.

Kebetulan dalam tugasnya pasukan Sandiyudha yang kerap melancarkan misi secara senyap juga harus memiliki kemampuan antiteror.

Misalnya, kemampuan membebaskan diplomat yang sedang disandera di gedung, membebaskan sandera di kapal, di bus, di pesawat yang sedang dibajak, dan lainnya.

Baca juga: Kisah di Balik Pembebasan Sandera DC-9 di Thailand: Nyaris Gagal Karena Senjata Kopassus Diganti

Demi membentuk pasukan antiteror yang profesional Sintong yang oleh Mabes ABRI (TNI) ditempatkan di Gabungan 1/Intelijen Hankam kemudian diberi kesempatan untuk mengunjungi sejumlah satuan antiteror kelas dunia seperti SAS Inggris, Korps Commando Troopen (KCT) Belanda, dan Grenzchutzgruppe 9 (GSG-9) Jerman.

Tapi di antara satuan-satuan antiteror kelas dunia itu yang mengesankan Sintong adalah GSG-9 Jerman karena telah memiliki banyak prestasi.

Pasukan antiteror Kopassus yang kemudian dibentuk secara ilmu dan kemampuan merupakan kombinasi atau ilmu gado-gado dari pasukan antiteror SAS, KCT, dan GSG-9.

Namun ilmu antiteror yang paling banyak diserap oleh pasukan antiteror Kopassus adalah yang diambil dari GSG-9 Jerman.

Baca juga: Komandan Kopassus Ini Dikenal Sangat Keras dan Disiplin Sehingga Sering Membuat Anak Buahnya Kelabakan

Untuk memperdalam ilmu antiteror dari GSG-9, Komando Pasukan Sandiyudha (Kopassandha/Kopassus) pada tahun 1980-an kemudian mengirimkan dua perwira remajanya untuk berlatih di GSG-9, yakni Mayor Luhut Panjaitan dan Kapten Prabowo Subianto.

Pasukan antiteror Kopassus yang kemudian berhasil dibentuk pada Maret 1981 mulai dilibatkan dalam Latihan Gabungan (Latgab) ABRI yang berlangsung di Maluku.

Pada bulan yang sama terjadi pembajakan pesawat penumpang Garuda DC-9 Woyla yang selanjutnya terpaksa mendarat di Bandara Internasional Dong Muang, Bangkok Thailand.