Find Us On Social Media :

Presiden Tetapkan Wajib Kerja Dokter Spesialis, Apakah Itu?

By Ilham Pradipta M., Senin, 6 Februari 2017 | 11:30 WIB

Dokter perempuan lebih kompeten

Intisari – Online.com – Akibat tidak meratanya dokter spesialis di Indonesia, membuat masyarkat tidak mendapatka pelayanan kesehatan secara adil dan merata. Saat ini sebaran dokter spesialis hanya menumpuk di kota-kota besar. Menurut Konsil Kedokteran Indonesia (KKI) melaporkan, penyebaran dokter spesialis saat ini masih terpusat di Jakarta, Yogyakarta, Bali, Sulawesi Utara, Sulawesi Selatan, Sumatera Utara, Sumatera Barat, dan Kalimantan Timur. Sedangkan 26 provinsi lainnya keberadaan dokter spesialis terbilang langka.

"Secara nasional rasio dokter spesialis kita 12,7 per 100.000 penduduk. Itu pun satu dokter bisa praktik di dua hingga tiga tempat. Tapi di NTT, Maluku Utara atau Sulawesi Barat, rasionya tidak sampai 5 per 100.000 penduduk," ujar Usman Sumantri, Kepala Badan Pengembangan dan Pemberdayaan Sumber Daya Manusia (PPSDM), Kementerian Kesehatan dalam temu media, Jumat (3/2). 

Demi memeratakan sebaran dokter spesialis, Presiden RI Joko Widodo resmi menetapkan program Wajib Kerja Dokter Spesialis (WKDS) yang diatur dalam Perpres Nomor 4 Tahun 2017, tanggal 12 Januari 2017. Program  diharapkan dapat meningkatkan akses dan pemenuhan kebutuhan masyarakat terhadap pelayanan kesehatan terutama di daerah tertinggal, perbatasan dan kepulauan (DTPK) di seluruh Indonesia.

(Inilah Strategi Kemenkes Untuk Membangun Kesehatan di Daerah Pinggiran)

Usmuan menambahkan, WKDS berlaku bagi semua dokter spesialis, baik lulusan pendidikan profesi spesialis dalam maupun luar negeri. Namun, yang harus menjalani peraturan ini adalah dokter spesialis yang lulus setelah perpres ditekan. Dengan kata lain, dokter-dokter spesialis yang lulus setelah tanggal 4 Januari 2017. "Tapi bagi yang lulus sebelum 4 Januari 2017 mau mendaftar silakan saja, masih boleh," jelasnya

Perencanaan kebutuhan dan distribusi dokter spesialis dilakukan dengan berjenjang. Mulai dari rumah sakit pemerintah daerah kabupaten/kota, pemerintah provinsi, dan pemerintah pusat.  "Dari 144 usulan RS, yang direkomendasikan hanya 90. Ini terbagi dari 85 kabupaten dan kota di 27 provinsi," ungkapnya

Pendistribusian tenaga dokter spesialis akan disesuaikan dengan kebutuhan masyarakat. Nantinya Bupati dan walikota berhak mengajukan usulan kebutuhan dokter spesialis kepada Gubernur melalui Dinas Kesehatan Provinsi. Kemudian Gubernur mengajukan usulan kebutuhan dokter spesialis di wilayahnya kepada Menteri berdasarkan perencanaan kebutuhan tenaga kesehatan provinsi. 

Untuk tahap awal, penempatan peserta wajib dokter spesialis diprioritaskan bagi lulusan obstetri dan ginekologi, spesialis anak, spesialis bedah, spesialis penyakit dalam, dan spesialis anestesi dan terapi intensif. Waktu pelaksanaan wajib kerja dokter spesialis bagi penerima beasiswa dilaksanakan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. Sementara untuk peserta mandiri paling singkat selama setahun.

Dalam prosesya pemerintah akan menjamin kesejahteraan para dokter spesialis yang akan disebar.  Mulai dari tempat tinggal hingga intensif. Ketua Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi Indonesia (POGI), Poedjo Hartono, berharap program WKDS dapat menarik para dokter spesialis ke daerah. Sebab gaji dokter spesialis di daerah bisa mencapai 80 juta rupiah per bulannya.

“Bahkan, beberapa dokter di Tidore, misalnya, penghasilannya dapat mencapai 80 juta rupiah,” jelas Poedjo. Jumlah tersebut merupakan akumulasi dari insentif 23 juta rupiah dari Kementerian Kesehatan, 25 juta rupiah dari pemerintah daerah dan 30 juta rupiah yang didapat dari rumah sakit.