Find Us On Social Media :

Donald Trump "Menggonggong", Starbucks Justru Berniat Pekerjakan 10 Ribu Pengungsi Lagi

By Moh. Habib Asyhad, Senin, 30 Januari 2017 | 15:09 WIB

CEO Starbucks Howard Schultz bersama karyawannya

Intisari-Online.com - Anjing menggonggong kafilah berlalu. CEO Starbucks Howard Schultz berusaha meyakinkan karyawannya agar tetap tenang dengan Donald Trump yang terus menggonggong. Lebih dari itu, ia justru berniat mempekerjakan 10 ribu pengungsi lagi di tokot-toko cabang yang tersebar di seluruh dunia—termasuk yang menyuplai militer AS.

(Orang Ini Hanya Perlu Ucapkan 3 Kata untuk Hentikan Demonstrasi Anti-Trump)

“Saya menulis kepada kalian semua dengan keprihatinan yang mendalam, berat hati, juga dengan janji yang tegas,” tulis Schultz dalam sebuah surat kepada seluruh karyawan Starbucks. “Kita berada dalam situasi yang belum pernah terjadi sebelumnya, di mana kita adalah saksi hati nurani negara kita, dan janji dari American Dream, yang harus dipenuhi.”

Perintah eksekutif Donald Trump, yang dikeluarkan pada Jumat (27/1) yang kemudian diblokir oleh sebagian hakim federal, melarang warga negara mayoritas muslim seperti Iran, Irak, Suriah, Yaman, Sudan, Somalia, dan Libya memasuki Amerika Serikat setidaknya dalam jangka 90 hari. Pemerintahan Trump juga melarang kedatangan seluruh pengungsi dari Suriah—tanpa terkecuali.

Larangan itu—yang disebut Trump bukan sebagai “larangan kepada muslim”—menyebabkan kaos di bandara-bandara seluruh dunia akhir pekan kemarin. Semua orang merasa terancam, bahkan mereka yang sudah memegang kartu hijau, yang memungkinkan mereka tinggal secara permanen di AS, sekalipun.

Schultz, dalam beberapa kesempatan, acap vokal terhadap rencana kebijakan Trump—bahkan sejak masih dalam masa kampanye. Waktu itu ia pernah bilang bahwa “Situasi politik AS saat ini adalah ujian bagi Amerika.” Schultz juga termasuk orang yang paling terkejut dengan kemenangan Trump November lalu.

Starbucks mengaku sudah melakukan kontak langsung dengan para karyawannya yang terkena larangan imigrasi. Lebih dari itu, perusahaan dengan warna khas hijau itu juga berniat akan melipatgandakan upayanya mempekerjakan mereka yang melarikan diri akibat perang, kekerasan, penganiayaan, dan diskriminasi. Perkiraannya, ada sekitar 10 ribu pengungsi yang akan dipekerjakan dalam kurun lima tahun ke depan.

Kebijakan itu, seperti dilansir dari Fortune.com, akan dimulai dari dalam negeri Amerika Serikat.

Schultz juga berjanji akan memberi ganti rugi karyawannya yang terlibat dalam program Deferred Action for Childhood Arrivals (DACA)—dikenal juga dengan program “Dreamers”—untuk iuran yang mesti mereka bayar tiap tahunnya. DACA mulai muncul pada 2012 lalu, dan telah membantu sekitar 750 ribu imigran ilegal yang datang ke AS supaya bisa tinggal sementara di sana.

Ketika kampanye, Trump bilang ia akan membubarkan program DACA—tapi melunak setelah pemilu.

Soal Meksiko, Starcbuks akan terus berinvestasi di sana. Di negeri Sombrero itu Starbucks mempunyai 600 toko dengan tujuh ribuan karyawan. Kita tahu, Trump sendiri berniat membangun tembok pembatas yang membelah kedua negara—dengan pembiayaan dibebankan kepada Meksiko.

“Kita semua berkewajiban memastikan pejabat terpilih mendengar suara kita, sebagai seorang individu maupun kelompok. Starbucks telah melakukan bagiannya,” ujar Schultz. Ia juga menambahkan bahwa perusahaannya itu ingin melayani pelanggan di mana saja, entah di Negar Merah atau Negara Biru; negeri Kristen atau negeri Islam; negara federal atau negara kesatuan.