Sejarah Stadion Utama Gelora Bung Karno: Ada Ambisi Soekarno di Dalamnya

Mentari DP

Penulis

Hari itu, tepatnya 21 Juli, riuh sorak dan tepuk tangan 110.000 orang menggema ke langit Jakarta yang cerah dari Stadion Utama Gelora Bung Karno (SUGBK).

Intisari-Online.com - "...Its construction is a feat unequalled in the annual of sports history in Asia and perhaps in the world," tulis The Asia Magazine, Hong Kong (1962).

Jalanan Senayan yang berliku, sempit, dan masih rusak, tak mengurungkan niat Presiden Soekarno beserta rombongan para menteri dan perwakilan korps diplomatik untuk berkumpul di suatu sore di tahun 1962.

Hari itu, tepatnya 21 Juli, riuh sorak dan tepuk tangan 110.000 orang menggema ke langit Jakarta yang cerah dari Stadion Utama Gelora Bung Karno (SUGBK).

Dalam buku Dari Gelora Bung Karno ke Gelora Bung Karno (2004), Julius Pour menulis di hari itu, tepat pukul 17.00, Presiden Soekarno meresmikan SUGBK.

Baca juga:Benarkah Persahabatan Kate Middleton dan Meghan Markle Mengulang Sejarah Putri Diana?

"Ini merupakan stadion terhebat di seluruh dunia, milik bangsa Indonesia. Saya sudah berkeliling dunia, sudah melihat stadion Rio de Janeiro, sudah melihat stadion di Warsawa, sudah melihat stadion di Meksiko, sudah melihat stadion di negeri-negeri lain, ... wah, Stadion Utama Jakarta adalah stadion terhebat di seluruh dunia," kata Soekarno, dalam pidatonya.

Megahnya SUGBK kala itu menuai kritik dari rakyat karena dianggap sebagai pemborosan. Sebab, rakyat saat itu juga masih belum sejahtera. Namun, Soekarno membantah SUGBK adalah ambisi pribadinya.

“Ini semua bukanlah untuk kejayaanku, semua ini dibangun demi kejayaan bangsa. Supaya bangsaku dihargai oleh seluruh dunia,” kata Soekarno, dalam biografi Bung Karno: Penyambung Lidah Rakyat Indonesia (1965), karya Cindy Adams.

Pembelaan ini kelak terbukti lewat berbagai warisan GBK selama lebih dari setengah abad.

Stadion untuk Asian Games Terpilihnya Indonesia sebagai tuan rumah Asian Games ke-IV pada 1958, menjadi kebanggaan sekaligus kecemasan.

Indonesia kala itu baru merdeka dengan keterbatasan dana dan manusia.

Namun, bagi Presiden Soekarno, perhelatan Asian Games ke-IV pada 1962, jadi kesempatannya menunjukkan ke dunia akan kehebatan Indonesia.

Indonesia diwajibkan membangun sebuah multi-sports complex, yang kala itu belum terbayangkan di benak masyarakat awam.

Maka, pada 11 Mei 1959, Soekarno menerbitkan Keppres Nomor 113 tahun 1959 tentang pembentukan lembaga Dewan Asian Games Indonesia (DAGI) yang bertugas menyiapkan perhelatan Asian Games 1962.

Baca juga:Mengerikan, Ritual Pemakaman Raja Viking Melibatkan Wanita yang Sukarela Dibunuh untuk Menemaninya ke Alam Baka

Bulan Juli, Menteri Muda Penerangan Maladi diberi mandat oleh Soekarno untuk membangun sport venues, perkampungan atlet, Hotel Indonesia, pembangunan jalan-jalan baru dari Grogol ke Cawang, siaran televisi, dan sarana prasarana lainnya.

Mandat itu sempat menuai pertanyaan lantaran kepala negara memberikan tanggung jawab yang sangat besar kepada seorang menteri muda, padahal ada menteri senior lainnya dengan bidang terkait.

Namun, Soekarno memastikan dalam sidang kabinet, bahwa DAGI yang kala itu diurus oleh Maladi, merupakan lembaga non-pemerintah yang memang bertanggung jawab langsung kepada Asian Games Federation.

Dua setengah tahun membangun Pembangunan GBK didanai lewat pinjaman lunak Uni Soviet senilai 12,5 juta USD. Uni Soviet juga mengirimkan insinyur dan teknisinya untuk merancang Stadion Utama GBK.

Perdana Menteri Uni Soviet Nikita Kruschev turut hadir dalam pencanangan tiang pancang pertama pada 8 Februari 1960.

Soekarno yang merupakan insinyur sipil jurusan bangunan dari Technische Hoogeschool te Bandoeng (THB, kini jadi Institut Teknologi Bandung), punya rancangan sendiri soal wujud stadion utama yang akan dibangun.

Ia waktu itu terinspirasi air mancur di Museo Antropologia de Mexico ketika berkunjung ke Meksiko.

Dilihat dari arah tempat duduknya, nampak bentuk atap bundar dari sumber air mancur. Atap bundar itu hanya disangga sebuah tiang beton.

Maka, seluruh bagian atap Stadion Utama Senayan dirancang sama sekali tidak memakai penyangga di tengah. Penyangga atap seluruhnya berada di tepi mengelilingi bangunan stadion.

Atap oval yang mengelilingi stadion tersebut akan bertepi serta menyatu pada sebuah gelang raksasa yang secara kokoh bakal dicengkeram dari bagian sebelah atas.

Baca juga:‘Keluarkan Semua Muridku Dulu, Tidak Apa-apa Aku yang Terakhir Dikeluarkan’, Kata Pelatih yang Terjebak di Gua di Thailand

Soekarno dalam pidatonya kepada para olahragawan yang sedang mengikuti pemusatan latihan untuk Asian Games ke-IV menyampaikan, dia meminta arsitek Uni Soviet membuat atap dengan model temu gelang untuk SUGBK.

Arsitek Uni Soviet kala itu mengatakan hal itu tidak mungkin dilakukan.

"Tidak, saya katakan sekali lagi, tidak. Atap stadion kita harus temu gelang," ujar Soekarno.

Soekarno mengatakan, ia ingin agar atap dengan model itu bisa membuat penonton terhindar dari teriknya matahari.

Ia juga ingin Indonesia punya stadion utama yang memiliki atap dengan bentuk tersebut dan memukau siapa saja yang melihatnya.

Musibah sempat melanda atap temu gelang kebanggaan Soekarno ini. Pada 23 Oktober 1961 sekitar pukul 18.45, percikan api membakar beberapa bagian bangunan yang sudah setengah jadi.

Kebakaran paling banyak menghancurkan rangkaian kayu penyangga kerangka besi.

Akibatnya, atap stadion yang belum selesai itu hancur. Kerugian ditaksir tidak lebih dari satu persen nilai proyek.

Pekerja menyelesaikan proyek renovasi di Stadion Utama Gelora Bung Karno (GBK) Jakarta, Jumat (17/3/2017).

Meski kecil, kebakaran itu membuat geger dunia. Harian The Strait Times dari Singapura menulis headline, “Lonceng kematian Asian Games segera berbunyi dari Jakarta”.

Para anggota Asian Games Federations khawatir pelaksanaan bakal tertunda. Pemerintah sampai membuat dua komisi independen untuk mengusut kebakaran ini. Sempat muncul dugaan upaya sabotase.

Namun, hingga akhir tugasnya, kedua komisi itu tak pernah mengeluarkan pernyataan resmi. Perlu diingat, saat itu, Uni Soviet tengah perang dingin dengan Amerika Serikat.

Selama dua setengah tahun pembangunan kompleks GBK, 2,5 juta meter kubik tanah harus digali di lokasi yang kira-kira memerlukan 800.000 truk.

Beton yang harus dicor sebanyak 100.000 meter kubik yang memerlukan 800.000 sak semen.

Jika dijejer, sak semen itu panjangnya mencapai 640 kilometer atau sepanjang Jakarta sampai Semarang. Beton bertulang untuk Stadion Utama juga tak kalah fantastis.

Sebanyak 21.000 ton besi beton, jika disambung dalam rangkaian panjangnya mencapai 10.000 kilometer, seperti jarak Sabang sampai Merauke.

Selain Stadion Utama, sarana olahraga yang dibangun untuk Asian Games 1962 itu ada stadion renang, stadion tenis, stadion madya untuk sepak bola, Istora, dan hall basket.

Total, ada 12.000 lebih tenaga yang bekerja pagi hingga malam mewujudkan Gelora Bung Karno. (Nibras Nada Nailufar)

(Artikel ini telah tayang dikompas.comdengan judul "Riwayat Stadion Utama GBK dan Ambisi Soekarno")

Baca juga:NASA: Jika Gunung Agung Meletus, Maka Itu Berita Bahagia Bagi Kehidupan Umat Manusia

Artikel Terkait