Find Us On Social Media :

Cerita Kriminal: Ketika Joki 3 in 1 Balas Dendam kepada Ayah Kandungnya Sendiri

By Intisari Online, Selasa, 10 Juli 2018 | 08:00 WIB

Mendengar berita ini Santo dan Subandi semakin gemas. Berita ini seakan akan mengejek mereka. Karena itu mereka semakin giat melakukan tugasnya. Seperti saran atasannya, mereka kini mengarahkan pengintaian ke beberapa jalan lain yang memiliki akses ke kawasan berpenumpang minimal tiga orang itu.

Tentu saja para joki di kawasan Jl. Gatot Subroto belum tentu kenal dengan para joki di kawasan lainnya. Tetapi dengan memberi gambaran ciri-cirinya berupa bekas luka di atas alis sebelah kanan dan tahi lalat di bibir kiri, Chandra, joki remaja yang mereka sewa hari itu mengira-ngira kira-kira siapakah anak yang dimaksud.

"Ada perlu apa sih Bapak mencarinya? Apakah ia keluarga Bapak atau pernah melakukan kesalahan?" selidik Chandra.

Rupanya, di antara para joki pun ada semacam perasaan senasib, sehingga tak mudah bagi mereka untuk membuka identitas sesamanya.

"Kami hanya ingin memberikan uang sekolah yang tiap bulan kami janjikan kepadanya," kata Santo dengan hati-hati.

"Oh, saya kira Bapak polisi. Soalnya, sering kali kami digaruk polisi dan ditahan selama beberapa hari," kata Chandra terus terang.

Melihat gelagat itu kedua polisi itu tak mau informan mereka menjadi curiga, sehingga mereka akan semakin jauh dari sasaran yang dicari. "Kami sebenarnya mahasiswa yang sedang mengadakan penelitian mengenai para joki itu. Soalnya, konon dengan melakukan pekerjaan ini banyak anak-anak yang seharusnya masih bersekolah, sekarang lebih suka menjadi joki sehingga sekolah mereka telantar," jawab Subandi cepat.

"Apakah para joki juga sering berganti-ganti lokasi?" tanya Santo.

"Umumnya sih tidak, Pak. Masing-masing biasanya sudah punya langganan tetap. Tapi hal seperti itu bisa saja terjadi, seperti yang dilakukan Bimo, yang sebelumnya biasa mangkal di daerah Jl. Sisingamangaraja."

Mendengar hal itu denyut jantung Subandi dan Santo segera bedetak cepat karena kegirangan. Mungkin dari sinilah mereka bisa menelusuri lebih lanjut keberadaan sasaran mereka. Keduanya berusaha menahan diri.

"Memangnya kenapa si Bimo itu pindah?" tanya Subandi.

"Katanya, sih karena di daerah itu sudah terlalu banyak saingan," kata Chandra.