Find Us On Social Media :

Kita Tidak Tahu Siapa yang Akan Membantu Ketika Kita Membutuhkan

By K. Tatik Wardayati, Jumat, 13 Januari 2017 | 06:00 WIB

Pengemis dan anak laki-laki

Intisari-Online.com – Ada seorang anak yang bekerja menjadi pelayan untuk keluarga kaya. Keluarga itu memberinya tempat tinggal, makanan, dan uang sehari-hari untuk membeli teh atau makanan ringan. Anak laki-laki ini setelah menyelesaikan tugasnya di pagi hari selalu pergi ke warung teh di dekatnya dan menghabiskan beberapa waktu untuk minum teh, makanan ringan, dan berbicara dengan pelanggan.

Suatu hari, setelah ia keluar dari warung teh, seperti biasa, ada seorang pengemis yang baru tiba dan tinggal dekat warung teh itu. Anak laki-laki itu mungkin merasa simpati, ia membeli teh dan beberapa makanan ringan untuk pengemis itu, lalu duduk dekatnya dan berbicara. Ketika meninggalkan pengemis itu, anak laki-laki itu memberikan uang sedikit yang tersisa padanya.

Ini hampir menjadi rutinitas pagi anak laki-laki itu. Namun, pendapatan pengemis itu mulai berkurang karena orang-orang sekarang sudah terbiasa dengannya. Ia tidak ingin pindah ke tempat lain untuk pendapatan yang lebih baik karena pengemis itu merasa sudah lengket dengan anak pelayan itu. Kadang-kadang, pendapatan pengemis itu sepanjang hari hanya dari pemberian anak laki-laki itu.

Suatu hari anak itu tidak muncul seperti biasa. Pengemis itu menjadi khawatir, tapi ia berpikir mungkin anak itu sedang menyelesaikan pekerjaan. Hari berikutnya anak itu tidak terlihat lagi. Demikian hingga sepuluh hari. Kini pengemis itu menyimpulkan bahwa anak laki-laki itu mungkin pergi ke tempat asalnya atau menemukan pekerjaan baru. Tapi, pengemis itu lebih khawatir karena anak itu tidak memberitahukan kepadanya tentang ini.

Akhirnya pengemis itu memutuskan untuk pindah ke tempat yang lebih baik keesokan harinya. Malam itu, pengemis itu susah tidur. Ketika ia terbangun, ia melihat anak itu duduk dekat dengannya dan menangis. Anak laki-laki itu tampak lelah. Ia dikurung di dalam rumah tempatnya bekerja sebagai pelayan. Ia tidak diberi makanan untuk makan dan tidak diizinkan untuk pergi keluar oleh orang kaya itu karena diduga anak itu telah mencuri kalung istrinya.

Kemudian setelah sepuluh hari penyiksaan, ketika mereka menemukan kalung, mereka mengeluarkan anak laki-laki itu dari rumah mereka. Bukan anak itu yang mencuri kalungnya, tetapi istri orang kaya itu lupa menaruhnya. Meskipun kesalahan ada pada wanita kaya itu, tetapi anak itu diusir dari rumah tempatnya bekerja dengan ikhlas selama bertahun-tahun.

Pengemis itu mendengarkan cerita dengan sabar. Anak laki-laki itu menangis, karena ia masih tidak bisa mengerti mengapa ia diusir. Pengemis itu terlalu dewasa untuk secara emosional mengerti anak laki-laki itu. Baginya, sudah umum melihat hal seperti itu. Ia menyarankan pada anak itu untuk tidak khawatir dan ia berjanji untuk membantu anak itu keesokan harinya.

Hari berikutnya pengemis itu membawa anak laki-laki itu dan memberinya makan hingga kenyang. Setelah menyelesaikan sarapan, mereka berangkat ke tempat baru untuk mencari pengalaman baru. Lalu, anak laki-laki itu menemukan sebuah rumah baru untuk ia layani, dan pengemis itu tetap berada di daerah dekat anak laki-laki itu untuk menjaganya.

Hidup adalah perjalanan panjang. Kita tidak tahu siapa yang akan membantu kita ketika kita membutuhkan. Maka, memperlakukan semua orang dengan baik adalah tabungan penting untuk masa depan.