Find Us On Social Media :

Kisah Pasangan Tua yang Menarik dan Cara Mereka Melewati Rasa Sakit

By K. Tatik Wardayati, Rabu, 11 Januari 2017 | 20:04 WIB

Rasa sakit hanya diketahui oleh yang memilikinya.

Intisari-Online.com – Minggu lalu, saya dan suami memutuskan untuk mengunjungi salah satu dari anak tiri ayah saya yang hidup di Delhi.

Ia adalah seorang pensiunan perwira militer India. Secara fisik masih sangat baik, baik secara lisan, dalam hal membaca, dan masih banyak bepergian. Mereka memiliki seorang putra yang hilang selama perang, tetapi mereka tidak pernah menunjukkan rasa sakit di wajah mereka.

Tampak seolah-olah segala sesuatu berada di taman yang indah. Tetapi beberapa keriput di wajah bibi menceritakan kisah yang berbeda sama sekali.

Lelucon yang tak terhitung jumlahnya keluar paman, setiap kali humor dilontarkan dalam percakapan kami. Mereka melakukan pekerjaan yang jenius menyamarkan nyeri mereka dengan rahmat dan keanggunan. Kami punya waktu yang indah dihabiskan dengan mereka. Karena mereka adalah saudara tiri ayah, yang juga tentara India, saya punya waktu untuk merevisi kenangan lama.

Paman dan bibi mengatakan beberapa insiden yang sangat lucu dan saya terus tertawa seperti anak kecil yang tak kenal rasa takut.

Mereka menyuguhkan pada kami teh lengkap dengan rapi. Saya bertanya-tanya bagaimana mereka bisa berbicara tanpa henti, tanpa jeda kecil. Setelah kami selesai minum teh, saya bangun untuk mengumpulkan semua cangkir dan hal-hal lain untuk membawanya ke dapur. Tapi saya dihentikan oleh suara paman yang berwibawa dan keras, “Jangan. Jangan pindahkan cangkir itu dari sana.”

Saya sangat terkejut dengan reaksinya, terkejut dan menatap bibi saya, apakah saya telah mengacaukan dengan tindakan saya. Tapi kemudian Bibi mliehat paman dan berkata pelan, “Anda menakuti anak-anak, bisakah mengatakannya dengan lebih lembut.”

 Paman menyadari perubahan mendadak dalam suaranya. Lalu dengan sangat manis ia duduk di sebelah saya, memegang tangan saya, dan tangan kanannya di atas kepala saya. Dan setelah ia berbicara, justru membuat saya menangis dalam hati. Sangat menyakitkan, sederhana, namun  begitu mendalam.

Dengan lembut ia berbicara, “Putri kecilku, biarkan tinggalkan cangkir itu seperti itu saja. Jangan disingkirkan sampai pagi. Kami merasa bahwa kehidupan telah datang ke rumah ini. Kami merindukan seseorang untuk datang ke rumah kami dan membuatnya berantakan. Jadi biarkan cangkir itu tetap seperti itu. Kami akan menghargai pemandangan itu dan berjanji Anda akan mengunjungi kami lagi dengan anak-anak.”

Yang bisa saya lakukan saat itu adalah menangis dan meyakinkan paman, bahwa kami akan kembali lagi bersama anak-anak.

Saya menyukai bila rumah saya teratur rapi dan memastikan anak-anak juga mengikuti, tapi sayangnya saya merasa hidup seperti manusia gua. Jadi seperti biasa, ketika saya selalu menguliahi ketika melihat kamar anak saya berantakan, saya teringat episode ini, dan tiba-tiba saya menghentikan “kuliah” saya pada anak-anak dan memberi mereka pelukan, yang membuat mereka bingung.

Saya pikir hanya mengambil waktu satu jam dalam satu bulan untuk mengunjungi orangtua kita, saudara, atau teman-teman lama, tidak membuat capek lengan dan kaki kok. Kita hanya membutuhkan beberapa menit dalam kehidupan kita.

Ya, rasa sakit hanya diketahui oleh yang memiliki itu. Sebuah kebaikan kecil, sikap peduli, sikap simpatik dan empati, akan menambah kegembiraan kita sendiri, kepuasan, dan rasa bahagia.