Find Us On Social Media :

Pemenang Olimpiade Matematika di Malaysia itu Anak Penjual Sayur

By Hery Prasetyo, Selasa, 6 Desember 2016 | 21:30 WIB

Pono Marten dan keluarganya.

Membantu jualan sayur

Setiap Jumat atau akhir pekan, sekolah memang diliburkan karena mayoritas siswa membantu orangtuanya berjualan sayur. Tak terkecuali Pono yang dengan giat membantu ibunya mengangkut sayur.

Sebelum berangkat sekolah, kegiatan yang dilakukan Pono setiap pagi adalah membantu ibunya berkebun. Menanam bibit kol jadi kesehariannya setiap pagi. Bahkan, setelah Pono pulang sekolah, cangkul menjadi "pengganti pensil" di kebun.

Meski rajin membantu orangtuanya berkebun, Pono tetap menyempatkan diri untuk belajar. Tak jarang, guru CLC Kundasang jadi "sasaran" Pono yang lapar akan ilmu pengetahuan.

Pono datang ke rumah guru dan bisa berjam-jam belajar. Semua hal ditanyakannya kepada sang guru. Pono mengaku tak suka olahraga. Malah, ketika waktu senggang, Pono lebih suka mengutak-atik komputer. Aplikasi editing Photosop menjadi hobi barunya.

"Biasa edit-edit foto, yang ngajar dari UMS KKN. Saya kembangkan melalui Google dan tutorial," ujar Pono.

Orangtua menjadi motivasi Pono untuk terus belajar. Pono terus mengingat pesan kedua orangtuanya untuk bekerja keras agar mengubah kehidupan keluarganya.

"Mereka (orangtua katakan) enggak mau kami (Pono dan saudaranya) seperti mereka. Mereka bilang harus belajar sungguh-sungguh," ujar Pono.

Pono menyampaikan keinginannya  menjadi seorang juru terbang atau pilot. Alasan Pono sederhana, ingin bertualang untuk mengelilingi dunia.

Pono baru sekali mengunjungi Indonesia. Di dalam lubuk hati terdalam, Pono ingin kembali pulang ke Tanah Air, ke kampung halamannya.

"Ingin melihat negeri sendiri," kata Pono.

Ibu Pono, Tabita, mengaku bangga ketika Pono menjadi juara Olimpiade Matematika. Tabita mengaku tak bisa memberikan apa-apa, kecuali motivasi agar Pono dan saudara-saudaranya bekerja keras untuk bertahan hidup.

Meski memiliki pendidikan rendah, Tabita tak mau Pono dan saudaranya bernasib sama seperti dirinya. Pono memiliki tujuh saudara. Dua orang telah mengenyam bangku kuliah, sisanya berada di bangku SMK, SMP, SD dan TK. Semua biaya pendidikan ditanggung dengan hasil kebun di ladang.

"Semuanya harus sekolah," ujar Tabita.