Penulis
Intisari-Online.com – Jika ayahnya dulu tidak “memaksa” Tontowi Ahmad untuk mendalami bulu tangkis, mungkin ia tidak bisa menjadi pebulutangkis terkenal seperti sekarang. Meskipun awalnya hanya mengikuti keinginan sang ayah, namun saat ini Owi – panggilan akrab Tontowi Ahmad – benar-benar mencintai bulu tangkis sepenuh hati. Ia siap menyabet gelar juara dunia lagi dan terus mengharumkan nama Indonesia di kancah internasional.
--
Halaman Pelatihan Nasional Persatuan Bulutangkis Indonesia (Pelatnas PBSI) sangat sepi pagi itu. Tidak ada satu orang pun di sana selain penjaga keamanan. Hanya ada dua mobil saja yang terparkir. Namun, begitu masuk ke dalam lapangan di dalam ruangan, sudah banyak atlet-atlet bulutangkis kebanggaan Indonesia yang berlatih di sana. Salah satunya adalah Tontowi Ahmad.
Bersama rekan gandanya, Lilyana Natsir, Owi tampak serius mendengar arahan pelatih. Lambungan kok dari pelatih ia smash dengan keras. Sesekali terdengar teriakan Owi yang penuh semangat saat berhasil menghasilkan poin. Namun, tak jarang pula Owi berteriak kecewa ketika bola kok jatuh di areanya.
Latihan yang seharusnya dijadwalkan selesai pukul 11.00 WIB, menjadi lebih lama hari itu. Hal tersebut dilakukan dalam rangka menyambut Olimpiade 2016 di Rio de Janeiro nanti.
Meskipun Olimpiadenya sendiri baru diselenggarakan tahun depan, tetapi Owi dan pasangan ganda campurannya, harus menghadapi turnamen-turnamen kecil sebelum menuju ke sana. Dan Owi tidak ingin mengacaukannya dengan malas berlatih. Mengantongi medali emas pada Olimpiade 2016 menjadi target utamanya saat ini.
Dorongan dari sang ayah
Cita-cita mendapatkan medali emas pada pertandingan bulu tangkis dunia, mungkin tidak akan pernah ada di pikiran Tontowi Ahmad jika sang ayah tidak mendorongnya menekuni olahraga ini. Waktu Owi berusia delapan tahun, ayahnya, Muhammad Husni Muzaitun, memperkenalkan bulu tangkis kepada Owi. Ia ingin anak-anaknya menjadi pebulutangkis kelas dunia.
Karena masih belum mengetahui apa cita-citanya, Owi mengikuti saja keinginan ayahnya. Apalagi, sang ayah yang juga pelatih bulu tangkis daerah, sudah membangun lapangan bulu tangkis di dekat rumah, khusus untuk latihan Owi dan kakaknya, Yahya Hasan. Masa kecil pria asal Banyumas ini lalu diisi dengan mendalami olahraga bulu tangkis.
Selain membaca buku-buku panduan, Owi juga berlatih setiap pagi dan sore – sebelum berangkat dan sepulang sekolah. Awal-awal, Owi mempelajari teknik dasarnya saja, paling tidak untuk membiasakan dirinya memegang raket dan kok. Namun, namanya masih anak-anak, tak jarang Owi dan kakaknya malas berlatih.
Ada cara unik yang digunakan ayahnya agar mereka tetap semangat, yakni dengan meletakkan uang di net. Uang itu nantinya bisa mereka ambil sesuai dengan jumlah poin yang dihasilkan. Misal, Owi akan mendapat Rp20 ribu ketika dirinya berhasil mencetak 10 poin atau Rp50 ribu untuk 15 poin. “Cara itu cukup berhasil untuk saya. Mungkin karena saya mata duitan,” cerita Owi sambil tertawa.
Memasuki usia sebelas tahun, Owi wajib mempelajari bulu tangkis dengan serius dan harus menghasilkan poin-poin di setiap latihan. Pria kelahiran 18 Juli 1987 ini juga mulai mengikuti kompetisi bulu tangkis di sekolah dan pertandingan antar-kampung (tarkam). Hasilnya pun memuaskan sehingga Owi mulai dikenal di daerahnya. Dari situ pula, anak ketiga dari tiga bersaudara ini mulai merasakan keuntungan dari bermain bulu tangkis sehingga ia benar-benar jatuh cinta pada olahraga tersebut. “Saya mulai merasa menjadi pebulutangkis itu enak, bisa dapat uang, prestasi dan kebanggaan,” papar Owi.
Setelah dididik sendiri oleh ayahnya selama bertahun-tahun, akhirnya di umur 14, Owi merantau ke Tangerang. Bergabung dengan klub Argo Pantes demi memantapkan kariernya sebagai pebulutangkis. Selama 1,5 tahun ia “bersekolah” dan berlatih di sana sebelum akhirnya pindah ke Semen Gresik dan lalu ke PB Djarum Kudus.
Performanya di pertandingan antar-klub daerah, menarik hati pihak Pelatnas. Mereka pun merekrut Owi. Dan dari situ, pria yang memiliki tinggi 178 ini, mulai ikut pertandingan nasional dan bahkan mengharumkan nama Indonesia di tingkat dunia.
Tentunya, semua pencapaian ini tidak akan diperolehnya tanpa dukungan sang ayah. “Peran ayah sangat besar karena dia yang mengenalkan, mengarahkan bahkan memaksa saya mengenal bulutangkis,” ujar Owi.
Dan bagi pria yang baru saja memiliki seorang putra ini, bisa mewujudkan keinginan ayahnya dengan menjadi pebulutangkis nasional adalah kebanggaan terbesar. Apalagi setelah kakaknya memilih berhenti di tingkat daerah.