Bukan Simbol Biasa, Tanda Pangkat Dalam Militer Juga Lambangkan Kemampuan Dalam Berperang

Mentari DP

Penulis

Tanda pangkat menunjukkan si pengemban pangkat mampu bertahan dalam pertempuran. Pangkat juga ditentukan oleh status sosial.

Intisari-Online.com – Pangkat di lingkungan militer bahkan sipil bukan sekadar siapa menghormat pada siapa, tapi juga melambangkan kepemimpinan, tanggung jawab, dan kemampuan di masa damai dan perang.

Di awal sejarah perang, tanda pangkat menunjukkan bahwa si pengemban pangkat mampu bertahan dalam pertempuran.

Dalam riuhnya pertempuran, mengetahui pemberi perintah sama pentingnya dengan kemampuan prajurit berperang. Jika pemimpin gugur, putuslah garis komando.

Jenjang militer di Eropa lahir terkait senjata dan cara bertempur, misalnya Infantry (berjalan kaki) atau Cavalry (berkuda).

Golongan atas (perwira atau ksatria/knights), menengah (sersan, pemanah), bawah (prajurit), dan golongan buruh/tani, berpengaruh pada status sosial, gaji, dan perlakuan saat tertawan.

Baca juga:Cara Cepat Kenali Pangkat Anggota TNI Dengan Melihat Jenis Mobil Dinasnya

Tanda pangkat tak selalu tersemat di pundak.

Pada Perang 30 Tahun di Prancis yang dimulai sejak 1635, 6.000 tentara Kroasia yang disewa Ludwig XIII dan PM Kardinal Richelieu menggunakan kain yang diikatkan di leher.

Untuk pangkat terendah digunakan katun biasa dan tertinggi kain sutra.

Tanda pangkat ini dianggap anggun, hingga di masa Ludwig XIV jadi mode yang disebut pengikat leher a la Croate, la cravate atau krawatte.

Kini ia dikenal sebagai dasi. Tanda ini masih digunakan sebagai tanda penghormatan tamu kenegaraan Kroasia.

Pada masa itu, tentara sewaan (mercenary armies) merupakan hal lumrah. Mereka memiliki struktur organisasi sederhana.

Baca juga: Pangeran Charles Manusia Langka Berpangkat Jenderal Bintang Lima di Tiga Satuan Militer Inggris Sekaligus

Kepala disebut Head Man atau Capitano (Italia). Ini cikal bakal Captain (Kapten AD), pengusaha militer penjual jasa satuannya ke penawar tertinggi.

Captain dibantu Place Holder, atau penggantinya bila berhalangan. Orang Prancis menyebutnya Lieutenant (lieu = place, tenant = holder).

Pembantu Captain lain ialah pejuang atau Nobleman (Inggris) yang berpangkat Ensign (dari Latin, insignia) atau letnan muda. la bertugas membawa panji-panji atasan sambil memimpin 500 pasukan.

Di abad ke-11 dan 12, di AL Inggris, Captain memimpin pasukan kecil di sebuah kapal tempur. la boleh memiliki Lieutenant. Karena tiada pangkat lebih rendah dari Captain, terbentuklah first, second, third lieutenant.

Mulai abad ke-15, penanggung jawab kapal disebut Captain. Pada 1700-an, dikenal Post Captain (pangkat tertinggi sejajar Kolonel AD), Captain (sebutan umum komandan kapal), dan Commander yang muncul sekitar akhir abad ke-16.

Awalnya disebut Master and Commander, yang bisa kita saksikan di film berjudul sama yang dibintangi Russel Crowe, merupakan perwira di bawah Captain yang bertanggung jawab melayarkan kapal.

Baca juga:Seorang Ayah Berpangkat Kopral Beri Hormat ke Anaknya yang Jadi Letnan, Si Anak Nangis!

Admiral (Laksamana) berasal dari bahasa Arab, amir-al-bahr, Commander of the Seas yang diduga dipakai saat Perang Salib sekitar abad ke-11.

Warga Sisilia dan Genoa mengambil istilah ini ke dalam satu kata, Amiral, Inggris awalnya mengeja admyrall.

Berhubung gaji admiral amat tinggi, saat melawan Inggris pada 1652, Belanda membuat Commodore. Posisinya setingkat lebih tinggi dari Captain.

TNI AL pernah memakainya untuk perwira tinggi bintang satu seperti Komodor Yos Sudarso.

Perpangkatan di TNI sendiri meniru Barat dengan beberapa penyesuaian.

Tanda pangkat TNI-AU, misalnya, dirintis dan digambar oleh Nurtanio Pringgoadisurya, RJ Salatun, Suryadarma, dan Halim Perdanakusuma yang pernah berkarier sebagai Fligt Lietenant di Royal Air Force, Inggris.

Polri dianggap bukan bagian TNI lagi sejak UU No 2/2002 tentang Kepolisian Negara Rl. Letnan Kolonel pun jadi Ajun Komisaris Besar Polisi (AKBP). [*/christ – Intisari Desember 2008)

Baca juga: Nurtanio Pringgoadisuryo, Perintis Industri Penerbangan Indonesia yang Lebih Suka Tak Naik Pangkat daripada Harus Meninggalkan Bengkelnya

Artikel Terkait