Penulis
Intisari-Online.com - Setelah diperiksa sebagai saksi terlapor oleh penyidik Subdit Cyber Crime Ditreskrimsus Polda Metro Jaya, Buni Yani ditetapkan sebagai tersangka.
Buni Yani diancam dengan pasal berlapis, yaitu Pasal 28 ayat 2 UU NO 11 tentang ITE dan pasal 45 ayat 2 UU NO 11 Tahun 2008 tentang ITE.
Sejak video pidato Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok diunggah ke media sosial oleh Buni Yani, sosok ini menjadi pembicaraan banyak orang.
Buni Yani lahir di Lombok, 16 Mei 1969. Menyelesaikan strata Sarjana di Fakultas Sastra Inggris Universitas Udayana, Bali, tahun 1993, ia kemudian mendapat beasiswa untuk melanjutkan S-2 di Ohio University dan lulus pada 2002.
Ia mendapatkan gelar Master of Arts dalam studi Asia Tenggara dari Ohio University.
Sejak 2010 Buni kuliah S-3 di Universitas Leiden, Belanda. Saat ini sedang menyusun disertasi dan belum selesai.
Selain itu mantan wartawan ini menjadi peneliti di Faculty of Social and Behavioral Sciences, Institute of Cultural Anthropology and Development Sociology, Universitas Leiden.
Buni telah aktif sebagai wartawan sejak sebelum berangkat ke Amerika Serikat. Dari 1996 hingga 1999 ia bekerja sebagai jurnalis untuk Australian Associated Press (AAP) dan sering menulis tentang isu-isu terkait Asia Tenggara.
Saat tinggal di Amerika Serikat, pria yang tinggal di Depok, Jawa Barat, ini juga pernah menjadi jurnalis untuk Voice of America (VOA).
Buni diketahui bekerja sebagai dosen di London School of Public Relations (LSPR), Jakarta, sejak 2004. Namun ia segera mengundurkan diri setelah mendapat ancaman yang dialamatkan kepadanya melalui kampus.
(Baca juga: Status Tersangka Bukan Kartu Mati, Ahok Bisa Menangi Pilkada DKI 2017)
"Karena kecintaan saya kepada kampus ini yang telah memberikan saya penghidupan dan tempat berkarya, maka saya merasa wajib melindunginya dari orang-orang yang ingin menyangkutkannya dengan aktivitas saya di luar kampus," katanya usai kasus video Ahok ini mulai mencuat di media massa dan di tengah masyarakat.
Meskipun saat ini Buni menjadi salah satu orang yang vokal mengkritisi Ahok, ternyata saat Pilkada DKI Jakarta 2012 lalu ia merupakan pendukung pasangan Jokowi-Ahok.
Ia mengaku berubah pandangan terhadap gubernur asal Bangka Belitung tersebut sejak April 2016, ketika ia menganggap tim Ahok memainkan isu SARA.