Find Us On Social Media :

Wisata Karo: Merangkaki Rimba Karo Simalem

By K. Tatik Wardayati, Senin, 21 November 2016 | 14:23 WIB

Gunung Sibayak

Intisari-Online.com – Inilah Gunung Raja bagi suku Karo, Sumatra Utara. Karena mudah didaki, di saat libur jumlah pendaki membludak. Sekadar berkemah atau menunggu sunrise.

--

Terletak di ketinggian 2.094 dpl (di atas permukaan laut), Gunung Sibayak tampak menonjol di dataran tinggi Kabupaten Karo. Sayang, puncaknya sudah porak poranda akibat letusan di zaman dulu. Tapi ia masih dianggap gunung api aktif. Kawahnya selalu mengeluarkan suara gemuruh dan asap tebal. Hal ini merangsang banyak pendaki menuruni kawah, untuk menonton dari dekat gelegak belerang menusuk hidung yang berasal dari perut bumi.

Ada tiga titik pendakian, yakni dari Desa Raja Berneh (Semangat Gunung), dari Kota Brastagi, dan dari pinggir jalan raya Medan – Brastagi di Km 54. Gunung ini tak sulit didaki, bahkan oleh seorang pemula sekalipun. Di malam minggu atau hari libur ramai sekali pendaki yang menaikinya.

Pesona puncak

Kalangan amatir biasanya mulai mendaki sekitar pukul 20.00 hingga 02.00 dini hari. Mereka ingin memergoki mentari terbit di puncak gunung. Sedangkan para pencinta alam lebih memperhatikan faktor keselamatan. Mereka bergerak pada pagi hari hingga siang hari, agar lebih bisa menikmati keindahan pemandangan, dan sempat melepas lelah setiba di puncak.

Dari puncak, di kejauhan tampak Kota Brastagi, Kabanjahe, Bandar Baru, Sibolangit, Pancurbatu, bahkan Medan di kaki langit jika cuaca cerah. Bila hujan, faktor kondensasi yang tinggi menimbulkan tabir kabut cukup tebal.

Daya tarik puncak Sibayak bukan hanya itu. Di balik "Tapal Kuda" (puncak tertinggi) ada sehampar telaga tempat para pendaki mengisi pundi-pundi air mereka sehabis dipakai minum dan memasak. Bila diamati saksama, telaga ini tercipta akibat bentuknya berupa cerukan, yang menjadi "muara" bagi air hujan yang ditangkap dan disimpan oleh hutan sekitar. Kawasan ini sering disebut cacthment area.

Masih ada lagi. Jika berjalan 10 menit ke arah utara, terdapat sumber air panas yang disalurkan dalam beberapa pipa. Setelah mendaki di tengah udara puncak yang menusuk tulang, para pendaki biasa mampir ke sini merendam kaki atau bahkan mandi air panas. Setiap wisatawan mancanegara juga selalu menanyakan lokasi air panas ini.

Bagi masyarakat Karo penganut aliran kepercayaan, lokasi ini dijadikan tempat keramat, sebab diyakini dari sinilah asal muasal roh nenek moyang. Saat bulan purnama, atau waktu tertentu lainnya, sering dijumpai serombongan penduduk mendaki sambil membawa aneka sesajian. Mereka akan melakukan upacara penyembahan roh nenek moyang.

Kerucut vulkanik

Dilihat bentuk morfologinya, Gunung Sibayak merupakan gunung api kembar dengan Gunung Pintau (2.212 m) berbentuk kerucut dengan lebar kawah 900 m, terdiri atas lava padat  (Newman van Padang. 1951). Sedangkan Santoso dkk. (1987) membagi morfologi daerah ini menjadi beberapa puncak tertinggi, yakni Gunung Pintau, Sibayak, dan Pertetekan. Adapun yang membentuk tapal kuda (caldera ring) adalah Gunung Sempulenangin (1.437 m), Singkut (1.680 m), Uncim (1.840 m), dan Bukit Pintau (1.882 m).