Find Us On Social Media :

Tanah Tak Selalu Gersang, Wisata ke Kupang Memesona

By K. Tatik Wardayati, Rabu, 16 November 2016 | 10:01 WIB

Baumata yang subur menjadi tempat bercocok tanam

Intisari-Online.com – Alam Pulau Timor sungguh merangsang indra. Cuacanya berbeda dengan wilayah lain di Indonesia karena lebih mirip dengan Australia. Belum lagi tempat-tempat wisatanya yang lekat dengan alam dan masih perawan. Salah satunya Kupang. Dan, wisata ke Kupang memesona kita.

Awan putih yang berarak-arak menghalangi pemandangan laut lepas berwarna biru torquise dari jendela pesawat. Sementara itu, daratan yang cokelat tampak sebagian saja ditutupi warna hijau. Dua pemandangan kontras, segar dan gersang. Saya menjadi penasaran dengan pemandangan di bawah saya dan tidak sabar menunggu pesawat mendarat di Bandara El Tari di Kota Kupang, Ibukota Provinsi Nusa Tenggara Timur.

Kupang yang terletak di Pulau Timor itu memang beda, ya suasana, iklim, dan, tentu saja etnis serta budayanya. Saya merasa mendapat penyegaran begitu tiba di bandara yang jaraknya sekitar 45 menit ke pusat Kota Kupang ini. Alam Pulau Timor berbeda dengan bagian Indonesia yang lain karena secara biogeografi termasuk alam Australia. Kelembapan udaranya yang rendah membuat keringat tidak bercucuran meski udara panas.

(Baca juga:Ada Kupang di Pantai Dok 2 Jayapura )

Sepanjang perjalanan menuju pusat kota, lahan di kiri-kanan jalan berbatu cadas, sedikit rerimbunan hijau. “Tanah berbatu karang ini membuat fondasi jalan di Kupang kokoh,” terang Pak Ibrahim yang menjemput saya di bandara. Memang benar, jalan dari bandara ke pusat kota mulus.

Saya berkunjung pada pengujung musim kemarau. Daun-daun pepohonan sudah meranggas, yang tersisa ranting dan dahan. Daun-daun yang berjatuhan itu sudah berubah warna menjadi cokelat dan menutupi rerumputan yang cokelat akibat kekeringan. Pemandangan menjadi indah, apalagi menjelang senja langit mulai berwarna jingga.

Suasananya seperti di pedesaan, bangunan tinggi jarang dijumpai. Warung-warung kecil penjual makanan, barang kelontong, dan rumah penduduk letaknya berjauhan satu sama lain. Dagangan yang dijual di warung seperti di Pulau Jawa, yaitu gorengan, nasi campur, ataupun soto. “Para penjual ini adalah pendatang,” jelas Pak Ibrahim yang asalnya juga Jawa. Kota yang terletak di mulut Teluk Kupang ini hanya berpenduduk sekitar 450 ribu jiwa, warganya pun tergolong multietnis.

Pusat Kota Kupang cukup ramai dengan jaringan angkutan yang cukup baik yang menggapai sudut-sudut kota. Dibandingkan dengan

angkutan kota (angkot) di provinsi lain, ada yang menonjol di sini. Semua angkot dihias, dicat,  dan diberi stiker mencolok mata dengan kata-kata yang menarik. Jarang ditemukan angkot polos. Selain itu, semua angkot memutar lagu keras-keras. Yang ini sudah menjadi ciri khas angkot di Kupang.

Keramaian terpusat di Jalan Sudirman sebagai pusat perdagangan dan bisnis di kota seluas 180 km2 ini. Namun, pada hari Minggu, suasana berubah total. Kota menjadi sepi karena hampir semua pertokoan tutup dan kegiatan diistirahatkan. Pagi harinya, warga Kupang bersiap-siap berangkat ke gereja untuk beribadah. Di Kupang, “Hari Minggu adalah hari untuk Tuhan” masih berlaku.

Cuaca di Kupang pada musim kemarau kurang bersahabat. Siang hari panas terik tetapi menjelang malam angin yang bertiup dari Samudera Hindia di selatan mulai menusuk kulit. Namun demikian, cuaca di seluruh wilayah Timor Barat tidak seperti itu.

Fasilitas wisata di Kupang dan sekitarnya memang basic tapi hal itu tidak menghalangi saya untuk mendatangi tempat-tempat wisata alami di wilayah barat Pulau Timor tersebut. Umumnya, tempat-tempat itu sangat lekat dengan alam dan masih perawan.