Find Us On Social Media :

Demo 4 November: Belajar dari Soekarno, Hatta, dan Hamka

By Yoyok Prima Maulana, Jumat, 4 November 2016 | 10:45 WIB

Persahabatan Soekarno, Hatta, dan Hamka

Intisari-online.com - Banyak yang pro ataupun kontra terhadap jalannya Demo 4 November di Jakarta. Terlepas dari mana yang benar dan salah, marilah kita belajar pada kisah Soekarno, M. Hatta, dan Buya Hamka. Meski berbeda paham dan berdebat panas, mereka tetap bersahabat hingga akhir hayat.

Bung Karno dan Bung Hatta adalah dua tokoh yang telah bersahabat sejak zaman penjajahan. Keduanya bersama-sama memproklamasikan kemerdekaan negeri ini pada 17 Agustus 1945.Sementara persahabatan Bung Karno dan Hamka terjalin ketika Hamka mengunjungi Bung Karno di tempat pengasingannya di Bengkulu tahun 1941.

Walau sama-sama berjuang untuk Indonesia, toh perbedaan sudut pandang tak bisa lepas dari mereka. Puncak perbedaan antara Bung Karno dan Bung Hatta adalah saat Hatta mengundurkan diri dari jabatan wakil presiden pada 1 Desember 1956. Setelah itu, hubungan antara Bung Karno dan Bung Hatta menjadi renggang. Dwi tunggal pecah.

Sementara itu, hubungan antara Bung Karno dan Hamka juga setali tiga uang. Perbedaan pandangan politik Hamka yang dikenal Islamis, dengan Soekarno yang seorang sekularis kian menajam dengan penangkapan dan pemenjaraan rival-rival politiknya. Toh, tak ada sumpah serapah yang keluar dari seorang Hamka kepada sang pemimpin kala itu. Saat dijemput paksa untuk langsung dijebloskan ke penjara tanpa proses pengadilan pada 1964, Hamka tidak melawan.

Selama dipenjara, ulama kharismatis ini mengisi waktunya dengan menyelesaikan tafsir Al-Quran. Hamka baru dibebaskan menjelang keruntuhan rezim Orde Lama.

Hal yang membuat salut adalah, meski hubungan ketiganya merenggang karena perbedaan ideologi, mereka tetap memelihara rasa persahabatan di dalam hatinya.

Ketika Bung Karno sakit, Bung Hatta pun menjenguknya tanggal 19 Juni 1970. Bung Hatta sampai menangis ketika melihat kondisi Bung Karno yang tergolek lemah di RSPAD Gatot Soebroto. Dua hari kemudian, Bung Karno pun wafat.

Kabar wafatnya Bung Karno sampai juga kepada Hamka setelah delapan tahun (1962-1970) hubungan mereka renggang.Ajudan Presiden Soeharto, Mayjen Soeryo datang menemui Hamka di Kebayoran, membawa secarik kertas yang berisi pesan terakhir si Bung besar.“Bila aku mati kelak, minta kesediaan Hamka untuk menjadi imam salat jenazahku.”

Mata Hamka berkaca-kaca. Selapas keluar penjara sebenarnya dia sangat ingin bertemu Bung Karno. Apa daya, sang proklamator dikenai tahanan rumah sehingga Hamka tak bisa menemuinya.

Hamka hanya dapat bertemu dengan jasad yang membujur kaku.Dia mengecup dahi Bung Karno dan memohonkan ampun atas dosa-dosa sang mantan penguasa. Dengan takbir, dia mulai memimpin salat jenazah untuk memenuhi keinginan terakhir si Bung besar.

Banyak yang mencibir tindakan Hamka. Kok mau-maunya menyalati Bung Karno, orang yang pernah menzaliminya?

Hamka tersenyum dan berkata bijak. Pertama, hanya Allah yang tahu seseorang itu munafik atau tidak. Yang jelas, saat ajal menjemput Bung Karno tetap seorang muslim.

Kedua, ada dua buah masjid monumental bagi umat Islam di Indonesia; Masjid Baitur Rahim di kompleks istana dan masjid Istiqlal. Dan semua itu berdiri atas jasa Soekarno. Walhasil, Hamka mengenyampingkan kesalahan Bung Karno padanya dan lebih melihat sisi baiknya.

Bung Hatta dan Hatta adalah contoh manusia dengan hati seluas samudra. Pemimpin panutan yang layak dicontoh. Demi kepentingan bangsa dan atas nama kemanusiaan, mereka tidak menyemai dendam. Semoga kita bisa mencontohnya agar Indonesia tidak terpecah belah.