Intisari-Online.com –Rumah putih dengan ruang-ruang bernilai sejarah ini masih berdiri kokoh hingga saat ini. Luas halamannya diceriakan dengan berbagai jenis tanaman hijau dan tumbuhan bunga, angin sepoi yang tak berhenti menjadikan suasana rumah ini amat sejuk. Sekarang, kawasan ini telah dijadikan menjadi mess Pemerintahan Provinsi Sumatera Utara.
Renovasi dilakukan selama dua kali sejak Soekarno diasingkan ditempat ini, yaitu pada tahun 1957 dan tahun 2005. Itupun tidak mengubah bentuk rumah ini menjadi berbeda dengan sebelumnya, hanya demi kenyamanan saja. “Bukan pemugaran besar-besaran, lebih tepatnya namanya renovasi. Seperti penambahan kamar mandi di kamar dan memperbaiki bagian-bagian yang rusak” ujar Sumpeno menjelaskan.
Rumah putih ini telah diresmikan langsung pada tahun 2005 oleh Alm Teuku Rizal Nurdin (Gubernur Sumatera Utara masa itu) dan oleh Guruh Soekarno Putra, putra Soekarno. Pada saat peresmian itu jugalah rumah pengasingan ini dikenal oleh masyarakat luas. Sebab sebelumnya, hanya warga dusun sajalah yang mengenalnya. Rumah itu disebut rumah Soekarno, serta pohon Cemara yang mirip Beringin, juga disebut Pohon Soekarno.
Pada peresmian bangunan ini pula, didirikanlah sebuah monumen setinggi tujuh meter dengan berat 200 kg tepat didepan rumah yang juga disebut landshup ini. Monumen ini adalah replika bung Karno yang sedang duduk menyilangkan kakinya dengan pakaian yang lengkap. Patung perunggu ini merupakan monumen karya Djoni Basri seorang pematung dari Jawa beserta tim pematung dan Sigit Lingga sebagai koordinator tim.
Sepetak batu marmer bertuliskan “Kawan! Pusara adalah lambang kesinambungan hidup! Mati! Dalam perjuangan. Bahana kekal panggilan Bung Karno dari Blitar sampai Tanah Karo” buah karya Sitor Situmorang Pujangga angkatan 45 menjadi tanda penghormatan bagi Soekarno tepat didepan monumen ini. Begitulah patung perunggu ini berpijak kokoh dan megah di bumi turang.
Peresmian bangunan ini sendiri dilakukan pada 22 Desember 2005, saat mengenang 104 tahun Soekarno. Benar, bagi setiap orang yang menghargai sejarah, mengunjungi dan melihat nilai-nilai historis bangunan ini akan menggetarkan jiwa. Seorang pemimpin besar rakyat Indonesia pernah diistirahatkan dan berpijak ditempat sunyi ini. Bisa jadi, ini menjadi sebuah tanda sejarah yang mengingatkan masyarakat Karo akan perjuangan bersama seluruh bangsa masa itu. Sejarah tak boleh pudar, semua bangsa harus mengingat sejarahnya.
Goresan kisah sejarah pada rumah ini, membuktikan pula perjuangan bangsa dari semua daerah untuk mempertahahankan martabat kebangsaan. Tak hanya menjadi saksi bisu sejarah pada masa lampau, saat ini pun bangunan ini tetap menjadi kenangan yang mengingatkan betapa berharganya bangsa ini.