Ucapkan Selamat Tinggal Tanpa Kesedihan

Moh Habib Asyhad

Penulis

Ucapkan selamat tinggal tanpa kesedihan.

Intisari-Online.com – Seorang ayah tidak bersedih ketika anaknya meninggal. Sulit untuk tidak berduka ketika seseorang yang kita cintai telah meninggal. Pria itu tidak berduka, ia tidak sedih. Ia tidak menangis, tidak mengeluarkan air mata, ia tidak patah hati. Ia tetap sama seperti sebelumnya.

Istrinya merasa terganggu, katanya, “Tidak ada seorang pun di dunia ini yang mencintai anaknya sebesar cinta Anda, tetapi mengapa Anda tidak berduka ketika ia meninggal?”

Biasanya, ini adalah logika kita, jika kita sangat mencintai seseorang maka ia akan berduka ketika orang yang dicintainya pergi. Logika ini keliru, logika ini memiliki cacat mendalam di dalamnya. Jika kita benar-benar mencintai seseorang, ketika ia akan pergi, seharusnya kita tidak terlalu bersedikih. Jika kita belum mencintai orang itu secara mendalam, maka kita justru sangat berduka.

Ayah atau ibu kita meninggal. Jika kita telah benar-benar mencintainya ketika ia masih hidup, maka kita akan mengucapkan selamat tinggal padanya tanpa kesedihan apapun, karena kita mencintainya. Pengalaman adalah cinta secara total dan memenuhi, tidak ada yang tersisa, tidak ada yang tergantung di atas kepala kita. Apapun itu mungkin terjadi, dan sekarang kita harus bisa menerimanya. Apa lagi yang mungkin? Bahkan jika ia masih hidup, apa lagi yang akan mungkin terjadi? Pengalamannya telah komplit.

Setiap kali pengalaman telah selesai, kita siap untuk mengucapkan selama tinggal dengan mudah. Tetapi jika kita belum mencintai ayah seperti yang selalu kita inginkan, kita belum pernah menghormati ia seperti biasanya, berarti kita akan merasa bersalah. Sekarang ketika ayah tiada, saat ini belum ada cara untuk memenuhi keinginan kita, belum ada cara untuk menunjukkan rasa hormat kita, cinta kita. Sekarang ketika ada caranya, kita merasa diri tergantung di tengah. Kita tidak merasa nyaman, kita tidak bisa mengatakan selamat tinggal. Kita akan menangis, menangis, dan hancur, dan akan mengatakan bahwa kita hancur karena ayah kita meninggal, tapi hal yang nyata adalah sesuatu yang lain.

Setelah pengalaman selesai, kita bisa keluar dari itu sangat mudah, kita hanya dapat menyelinap keluar seperti ular yang keluar dari kulit lamanya. Sama halnya dengan ketika kita menyukai seorang wanita dan terus-menerus bertengkar dengannya, dan tidak pernah menjadi kepuasan yang mendalam, dan iameninggal, sekarang ia akan menghantui kita, seumur hidup.

Ketika kita mencintai seseorang, jika kita benar-benar mencintainya maka akan ada penderitaan. Tentu saja, salah satu merasa sedih tapi bukanlah kesedihan. Sedikit merindukan tetapi masih bisa fokus, dan tidak terganggu.

Demikianlah ketika kita mengikhlaskan orang yang pergi tanpa kesedihan, maka ia akan bisa pergi dengan tenang. Seperti buah yang matang dengan sendirinya. Tidak meninggalkan bekas luka di belakang, tidak ada luka sama sekali.

Artikel Terkait