Find Us On Social Media :

Beda Cagub Beda Cara Berkomunikasinya: Agus Masih Adaptasi, Ahok Ceplas-ceplos, Anies Formal

By Moh. Habib Asyhad, Rabu, 2 November 2016 | 09:34 WIB

Beda cagub beda cara berkomunikasi

Intisari-Online.com - Beda cagub beda cara berkomunikasinya. Begitulah yang terjadi dengan para calon gubernur yang akan maju pada Pilkada DKI Jakarta 2017 nanti. Agus Harimurti dianggap masih mencoba beradaptasi, Ahok dianggap spontan dan ceplas-ceplos, sementara Anies cenderung elitis dan formal.

Agus Harimurti Yudhoyono yang paling kencur dibanding dua kandidat lainnya, menurut pengamat politi Charta Politika Yunarto Wijaya, sebagai cagub yang paling harus beradaptasi. Pasalnya, selama ini Agus berada di dunia militer yang membuat dia jarang berbicara di depan publik. “Bagaimana dia bisa mentransformasikan dirinya dari orang belakang layar menjadi orang di depan, menjadi politisi,” ujar Yunarto.

Meski demikian, Agus, menurut Yunarto, justru kuat pada komunikasi non-verbal. Dia memiliki pendekatan sebagai cagub yang masih muda. Ini bisa kita lihat dari aksinya ketika lompat dari atas panggung ke arah para pendukungnya, atau gaya pakaian "tacticool" yang dia gunakan setiap berkampanye.

Inilah hal yang ingin dibangun Agus kepada masyarakat. Bukan program melainkan personal branding. Sebab, menurut Yunarto, persoalan program menjadi titik terlemah Agus. Dua calon lain sudah lebih dulu berkecimpung di dunia pemerintahan sipil daripada dia. Agus diketahui sempat tidak mau membahas programnya.

Agus baru mau menyampaikan program unggulannya di sebuah acara khusus yang digelar beberapa waktu yang lalu. “Menurut saya ini strategi, ketika Agus tidak banyak bicara program dan tidak banyak kritik program lawan juga, karena itu bisa jadi titik lemah Agus,” kata Yunarto.

Bagi Agus, personal branding masih menjadi PR utama.

Beda Agus, beda pula dengan Ahok. Menurut Yunarto, gaya komunikasi Ahok paling unik dibandingkan para pesaingnya. Sebab, Ahok menggunakan pola komunikasi low context yang cenderung spontan. “Menggunakan terminologi orang awam, bukan bahasa elitis yang cenderung normatif.”

Tentu saja cara komunikasi seperti itu punya keuntungan dan juga kelemahan bagi Ahok. Keuntungannya, cara penyampaian Ahok akan program-program bisa lebih dimengerti oleh semua kalangan, karena bahasanya yang tak rumit. Ahok juga dianggap sebagai antidot gaya bicara politikus yang elitis dan normatif. Tapi, gaya bicara yang spontan lebih berpotensi terjadinya blunder-pernyataan.

Blunder itu, kata Yunarto, bahkan sudah terjadi. Akibat ucapannya, kini Ahok mendapat kritik dari beberapa organisasi masyarakat (ormas). Tapi selama masa kampanye ini, kata Yunarto, Ahok tidak lagi meledak-ledak dan spontan seperti biasanya. Ahok seperti mengerem komentarnya mengenai berbagai hal meski ditanya oleh wartawan.

Namun, apakah harus diubah? Yunarto menjawab tidak perlu. Sebab, justru gaya komunikasi itulah yang membuat Ahok berbeda dengan lainnya. Jika Ahok berubah pendiam, Ahok tidak lagi seperti Ahok yang dikenal masyarakat.

Lain pula dengan Anies. Jika Ahok berbahasa low context, maka Anies Baswedan sebaliknya. Yunarto mengatakan Anies cenderung menggunakan pola komunikasi high context dan ia nilai seperti motivator di bidang politik. Hal ini juga dipengaruhi latar belakang Anies yang seorang akademisi.

Sayangnya, kata Yunarto, tidak banyak masyarakat kecil memahami gaya komunikasi high context ini. Apalagi jika dikemas dengan bahasa-bahasa yang tidak membumi dan ini menjadi salah satu kelemahan Anies. “Tidak mudah buat orang seperti Anies yang biasa berbicara retorika dan bicara dengan berirama masuk ke penegasan program dan kebijakan yang akan dibuat,” ujar Yunarto.

Solusi yang disampaikan Anies lebih kepada pandangan makro saja. Pekerjaan rumah untuk anies adalah bagaimana Anies bisa membumikan diri sebagai seorang eksekutor yang mampu menjalankan program-program, bukan sekadar menginspirasi orang dengan kata-kata. “Sebagai pemimpin yang bisa mengeksekusi bukan sekadar menginspirasi,” ungkap Yunarto.

Tiap pemimpin atau calon pemimpin memang punya gaya komunikasi sendiri-sendiri. Tergantung kita, mau pilih gaya yang mana?