Penulis
Intisari-Online.com – Septian cuma terdiam, ketika seorang teman menyebutnya boros. Dalam hati, ia membenarkan. Selama ini, gajinya hanya cukup untuk kebutuhan tiga perempat bulan. Seiebihnya, gali lubang tutup lubang. "Gajiku kecil, apa perlu pakai perencanaan keuangan segala?" curhatnya pada sang kawan.
--
Perlu tidaknya merencanakan keuangan sebenarnya tergantung pada kemauan seseorang mengubah perilaku dan proses berpikirnya. Bukannya berdasarkan besaran gaji atau tabungan. Tak perlu menunggu jadi jutawan, mahasiswa yang kuliah sambil bekerja sambilan pun perlu membuat perencanaan keuangan. Kalau ingin impian di masa depan, seperti jaminan atas penghasilan, biaya pendidikan anak, atau dana hari tua terpenuhi, mengubah perilaku dan proses berpikir kudu dilakukan.
Perencanaan keuangan juga berguna bagi seseorang yang berutang ke institusi keuangan. Dengan perilaku baru, mereka akan mendapat manfaat besar, saat berusaha membatasi pengeluaran dan menambah penghasilan. Mereka dapat mengalokasikan sebagian dananya untuk mengurangi jangka waktu pembayaran utang. Cicilan pun tak lagi memberatkan.
Lebih jauh, pengaturan keuangan bahkan dapat mengubah "pengeluaran potensial" menjadi "penghasilan potensial", sehingga menghadirkan kemerdekaan keuangan atau financial freedom.
Jadwalkan pembayaran
Namun siapa pun tahu, berubah itu tak mudah. Butuh komitmen dan cara pandang baru. Misalnya, kearifan menjalankan perilaku yang mendukung keseimbangan pemasukan dan pengeluaran. Di sisi lain, sigap meninggalkan perilaku yang bikin "buntung" neraca. Untuk itu, langkah awal yang harus dilakukan adalah penyusunan anggaran.
Pada tahap ini, buatlah perencanaan pengeluaran dan tabungan. Memang, butuh disiplin tinggi untuk membuat keputusan yang tepat, terutama kapan dan bagaimana membelanjakan uang, atau kapan dan bagaimana menabung.
Alangkah baiknya selalu mengingat-ingat kalimat bijak yang menekankan pentingnya hidup hemat dan berhati-hati dengan pengeluaran.
Dalam menyusun anggaran, tak ada salahnya "melihat ke belakang", agar dapat mempertimbangkan secara matang penghasilan, pengeluaran, serta aset (harta) dan kewajiban yang dimiliki. Dengan evaluasi ini, dapat diketahui posisi keuangan, apakah minus atau sehat,
serta perubahan yang dapat segera dilakukan, jika ternyata minus.
Kebiasaan untuk menumpuk dana di rumah atau di dompet harus digantikan dengan pola transaksi modern yang mengandalkan penjadwalan pembayaran. Untuk melunasi biaya kesehatan, contohnya, bisa dilakukan dengan menyediakan dana pasti melalui pihak ketiga, misalnya asuransi. Untuk transportasi, silakan berlangganan. Untuk biaya makan, gunakanlah jasa katering. Sementara pembelanjaan tak terduga ditangani kartu kredit.
Pada penataan dana segar, perlu ditentukan seberapa besar dana untuk kebutuhan rutin, dan seberapa banyak yang akan disiapkan untuk investasi. Tujuannya, agar kita dapat membuka kesempatan memperoleh penghasilan tambahan lewat investasi. Semakin lama dana kas ditahan untuk investasi, semakin besar penghasilan yang kita peroleh.
Manajemen kredit juga termasuk dalam perencanaan keuangan. Manajemen kredit ini akan sangat membantu jika sejak awal sudah dapat diputuskan besar dan jenis kredit yang dibutuhkan.
Kredit, investasi, dan asuransi memang menjadi tren baru yang hadir setelah era 1980-an. Namun, buat sebagian kalangan kegiatan ekonomi ini masih dianggap "berbahaya". Apalagi jika dana yang dimiliki pas-pasan. Alih-alih buat investasi, untuk makan sehari-hari saja susahnya minta ampun. Namun, dengan membuat rencana pembiayaan, segala pinjaman, investasi, dan upaya perlindungan atas risiko dapat diperhitungkan dengan baik.
Kadang pinjaman dibutuhkan bukan lantaran karena adanya kebutuhan dana segar, tapi juga untuk mendapatkan kocek yang dapat ditanam dalam investasi. Dengan rencana investasi yang baik, kekhawatiran gagal bayar pinjaman dapat diberangus.
Selain matangnya perencanaan, pilihan jenis investasi pun harus dipertimbangkan dengan cermat. Semakin besar keuntungan yang dijanjikan, semakin besar pula risiko suatu investasi. Jika menanam di bidang properti, saham, dan obligasi, sebaiknya untuk jangka panjang. Investasi jangka menengah bisa menggunakan deposito, sedangkan jangka pendek sebaiknya dengan tabungan. Bagaimana jika yang dibutuhkan berupa perlindungan? Tak ada pilihan lain, asuransi jawabannya.