Find Us On Social Media :

Kerja Empat Hari Dalam Seminggu Dapat Menyelamatkan Perubahan Iklim?

By Bramantyo Indirawan, Kamis, 13 Oktober 2016 | 06:09 WIB

Ide cemerlang ini memiliki positif untuk mengurangi dampak buruk yang kita lakukan pada lingkungan

Intisari–Online.com – Siapa yang tidak menikmati liburan panjang? Apabila Jumat atau Senin libur kita tentunya akan memperpanjang akhir pekan. Kita bisa meluangkan waktu lebih untuk keluarga, teman, rekreasi, hingga melihat dunia luas beserta perspektif yang diberikannya.

Bayangkan apabila kita bekerja hanya empat kali setiap minggunya dengan tiga hari libur. Ide cemerlang ini ternyata memiliki dampak positif lainnya, yakni mengurangi dampak buruk yang kita lakukan ke alam dan faktor ekonomi berupa penghematan.

Pengurangan jam kerja berhubungan dengan konsumsi energi, pakar ekonomi David Rosnick dan Mark Weisbrot telah berargumen bahwa penghematan energi dapat dilakukan dengan cara ini. Mereka melakukan penelitian yang mengacu pada jam kerja negara-negara Eropa yang lebih sedikit dibandingkan AS.

15 negara termasuk Swedia, Prancis, Belanda, dan Austria memiliki rata-rata 1.562 jam kerja, sedangkan AS masih berada di angka 1.817 per tahunnya. Apabila AS mengikuti jam kerja negara-negara Eropa itu, maka 20% penggunaan energi akan turun.

Perjalanan ke kantor serta penggunaan listrik kantor menghabiskan energi cukup banyak, membuatnya tidak ramah lingkungan dan berdampak pada perubahan iklim. Mengurangi satu hari kerja saja dapat menjadi salah satu solusi ramah lingkungan.

Pada tahun 2007, negara bagian Utah di AS mengubah jam kerja karyawannya dengan menambahkan di Senin dan Selasa untuk meliburkan hari Jumat. 10 bulan pertama negara bagian “sarang lebah” ini berhasil menghemat AS$1,8 juta (sekitar Rp234 miliar) dalam biaya energi.

Penggunaan energi seperti pencahayaan untuk kantor, pendingin ruangan, dan listrik untuk komputer dan peralatan lainnya berkurang. Sebanyak 12.000 ton emisi karbondioksida dapat berkurang per tahunnya, menolong perubahan iklim yang kerap terjadi. Sayang sekali pada tahun 2011 kebijakan ini dicabut karena protes dari masyarakat yang tidak bisa mengakses pelayanan pada hari Jumat.

Akan tetapi hal ini menunjukkan bahwa kebijakan seperti ini memang berpengaruh pada penghematan energi yang bisa menolong lingkungan kita. Bahkan kelebihan lainnya seperti memulihkan kesehatan fisik dan mental muncul.

Modelnya ada dan kita tinggal menirunya. Bagaimana dengan Indonesia, mungkinkah ini diterapkan di kota-kota besar yang penuh dengan kesibukannya?

(Qz.com/Ilo.org/Cepr.net)