Find Us On Social Media :

Batik Oey Soe Tjoen (2): Mati Suri Setahun

By Moh Habib Asyhad, Rabu, 2 Oktober 2013 | 13:30 WIB

Batik Oey Soe Tjoen (2): Mati Suri Setahun

Intisari-Online.com - Pada masa jayanya, 1935, Batik Oey pernah mempekerjakan sekitar 150 pekerja dengan hasil 30 kain batik perbulan. Tapi itu cerita dulu. Kini usaha yang diteruskan Widianti Widjaja, cucu sang pendiri; hanya memproduksi 20 kain batik per tahun. Dengan kisaran harga setara dengan satu motor baru per kainnya. 

Widianti menerima amanat batik Oey dari ayahnya, Muljadi Widjaja, dalam keadaan compang-camping. Dari 150 tenaga kerja yang ada di zaman kakeknya, kini tersisa 60 orang saja. Kondisi mulai memburuk pada periode awal tahun 2000. Banyaknya produksi batik di Pekalongan, termasuk di antaranya batik printing, menjadi masalah baru bagi Muljadi.

Ketika 2002 Muljadi meninggal dunia, warisan keluarga ini diserahkan sepenuhnya kepada Widiati yang ketika itu baru dua tahun lulus kuliah. Bebannya tidak ringan, sebab harus melestarikan mata pencaharian keluarga selama dua generasi sebelumnya.

Meneruskan sebuah warisan budaya tidaklah semudah membalikkan telapak tangan. Di lain pihak Widianti juga harus meredam isu yang tersebar di Jakarta, bahwa batik Oey sudah tutup seiring dengan meninggalnya Muljadi.

Di tengah upaya menghalau masalah tersebut, musibah lain lagi-lagi memalugodam produksi batik Oey yakni Bom Bali 2002. Secara tidak langsung, peristiwa telah membunuh ruang edar batik Oey. Maklum, hampir sebagian besar pelanggan berasal dari luar negeri. Seluruh pesanan yang telah diproduksi, batal. Akhirnya batik-batik itu menumpuk di gudang, belakang rumah Widianti.

Tak berhenti sampai di situ, karut-marut yang dihadirkan tragedi Bali semakin diperparah dengan kelangkaan minyak tanah yang terjadi tahun itu. Akhirnya, setelah melalui pergulatan yang panjang, Widianti memutuskan untuk mengistirahatkan batik Oey untuk sementara waktu.

“Sekitar 30 pembatik yang ada sejak zaman Papa saya pulangkan. Saya hanya memakai 12-15 orang saja untuk menjaga kebutuhan produksi batik Oey. Tapi secara umum, selama kurang lebih setahun, saya tidak menerima tawaran batik dari luar,” kenang  Widianti tentang masa-masa sulit itu.