Find Us On Social Media :

Rekam Medis Tunjukkan Tiga Kesalahan Dokter Ayu dkk

By Ade Sulaeman, Rabu, 27 November 2013 | 19:30 WIB

Rekam Medis Tunjukkan Tiga Kesalahan Dokter Ayu dkk

Intisari-Online.com - Satu demi satu, dokter yang menangani pasien Siska Makelty hingga meninggal dunia ditangkap. Setelah lama menjadi buron, dr Dewa Ayu Sasiary Prawarni, SpOG dan dr Hendry Simanjuntak, SpOG akhirnya dieksekusi jaksa di dua tempat yang berbeda, berselang sekitar tiga pekan. Kini, jaksa masih memburu dr Hendy Siagian, SpOG.

Sebelumnya mereka masuk dalam daftar pencarian orang (DPO) pascaputusan kasasi yang telah berkekuatan hukum tetap dari majelis kasasi Mahkamah Agung (MA). Adalah hakim agung Artidjo Alkostar, Dudu Duswara, dan Sofyan Sitompul yang menjatuhi para dokter itu vonis bersalah.

Ketiga dokter itu sempat dibebaskan oleh majelis hakim tingkat pertama di Pengadilan Negeri Manado. Majelis hakim menyatakan, tiga dokter spesialis itu tidak terbukti melakukan kelalaian. Namun, oleh majelis kasasi, putusan itu dibatalkan.

Bagaimana putusan kasasi tersebut? Artidjo dan dua hakim anggotanya menemukan kekeliruan penafsiran oleh hakim PN Manado. Majelis menyatakan, tiga dokter itu terbukti melakukan kesalahan seperti diatur dalam Pasal 359 KUHP. Maka, majelis kasasi menjatuhkan hukuman kepada tiga dokter muda itu pidana penjara masing-masing 10 bulan.

"Menyatakan para terdakwa dr Dewa Ayu Sasiary Prawani, dr Hendry Simanjuntak, dan dr Hendy Siagian telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana perbuatan yang karena kealpaannya menyebabkan matinya orang lain," demikian bunyi putusan kasasi seperti dimuat di laman MA.

Dalam putusan, majelis kasasi menemukan kesalahan yang dilakukan dr Ayu dan dua koleganya. Kesalahan para dokter itu, menurut hakim, yakni tidak mempertimbangkan hasil rekam medis dari puskesmas yang merujuk Siska Makatey.

Rekam medis itu menyatakan, saat masuk Rumah Sakit (RS) Prof RF Kandou, Malalayang, Manado, keadaan Siska Makatey adalah lemah. Selain itu, status penyakitnya adalah berat. Kesalahan kedua, seperti dalam pertimbangan majelis kasasi, sebelum menjalankan operasi darurat kelahiran atau cito secsio sesaria, ketiga dokter itu tidak pernah menyampaikan kepada keluarga pasien setiap risiko dan kemungkinan yang bakal terjadi, termasuk risiko kematian.

Dalam dakwaan jaksa bahkan dijelaskan, tanda tangan Siska yang tertera dalam surat persetujuan pelaksanaan operasi berbeda dengan tanda tangan Siska pada kartu tanda penduduk (KTP) dan kartu Askes-nya. Dokter Hendy-lah yang bertanggung jawab untuk meminta tanda tangan Siska.

Kesalahan ketiga, para dokter itu melakukan kelalaian yang menyebabkan udara masuk ke dalam bilik kanan jantung Siska. Hal itu menghambat aliran darah yang masuk ke paru-paru hingga terjadi kegagalan fungsi jantung. Berefek domino, hal itu mengakibatkan kegagalan fungsi jantung.

Dalam dakwaannya, jaksa menjabarkan, sebelum melakukan operasi, dokter tidak melakukan pemeriksaan penunjang, seperti pemeriksaan jantung dan foto rontgen dada. Padahal, sebelum dibius, tekanan darah Siska tergolong tinggi, yaitu mencapai 160/70.

Pemeriksaan jantung baru dilakukan pasca-operasi dilaksanakan. Dari pemeriksaan itu disimpulkan, Siska mengalami kelainan irama jantung. Pasca-operasi, denyut nadi Siska mencapai 180 kali per menit. Hal itu pertanda bahwa pada jantung pasien terjadi kegagalan akut karena terjadi emboli, yaitu penyumbatan pembuluh darah oleh suatu bahan, seperti darah, air ketuban, udara, lemah, atau trombus.

Menurut saksi Najoan Nan Warouw, Konsultan Jaga Bagian Kebidanan dan Penyakit Kandungan yang bertugas saat operasi dilaksanakan, keadaan yang dialami Siska pasti menyebabkan kematian.