Penulis
Intisari-Online.com – Saat ini Indonesia mengalami peningkatan jumlah penderita diabetes, seperti halnya yang terjadi di seluruh dunia. Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2007 mencatat, 6 dari 100 orang dewasa di Indonesia mengidap diabetes (5,7%) yang bervariasi di beberapa kota besar di Indonesia.
Faktor genetik, gaya hidup, tingkat polusi, stres psikososial merupakan penyebab utama terjadinya diabetes. Untuk menghindarinya, dibutuhkan suatu strategi yang tepat dan kerja sama semua pihak, baik dari pemerintah, profesi, dan lembaga terkait. Karena, kenyataannya, diabetes tidak hanya diderita oleh kalangan atas saja, justru semakin banyak kalangan menengah ke bawah.
Di Indonesia, umumnya bangsa Asia, struktur genetisnya rentan dengan diabetes melitus tipe 2. Harus dimulai pencegahan saat si penderita sudah menunjukkan gejala prediabetes sebelum akhirnya memasuki fase akhir dari diabetes.
Ketua Umum Jakarta Diabetes Meeting (JDM) 2012, dr. Tri Juli Edi Tarigan, Sp.PD, dari Divisi Metabolik Endoktrin FKUI-RSCM, menyebutkan dua langkah strategis yang dapat dilakukan dalam mengendalikan diabetes. Pertama, menciptakan gerakan massal di masyarakat untuk membentuk budaya sehat yaitu mengubah pola makan dan olahraga rutin. Mengubah paradigma untuk menjadikan kegiatan makan bukan sebagai agenda utama pada setiap kegiatan, meskipun membutuhkan waktu lama untuk mengubahnya. Budaya primitif menjadikan kegiatan makan sebagai agenda utama pada setiap kegiatan karena makan adalah sebuah kenikmatan hidup. Paradigma baru menjadikan kegiatan makan hanya sekadar untuk mempertahankan agar bisa tetap hidup dan bukan sebagai kegiatan yang mendominasi seluruh kegiatan. Serta, menjadikan olahraga sebagai kecintaan massal dan tren gaya hidup di masyarakat. Namun, ini tidaklah mudah, apalagi di kota-kota besar.
Kedua, memperbaiki pelayanan kesehatan di masyarakat sebagai bentuk respon terhadap masalah kesehatan yang ada. Ini berarti juga meningkatkan kapabilitas petugas kesehatan terhadap masalah diabetes melitus tipe 2, baik dari pelayanan primer sampai pelayanan tersier.
Pencegahan utama adalah pencegahan terjadinya diabetes melitus pada individu yang berisiko melalui modifikasi gaya hidup (pola makan sesuai, aktivitas fisik, penurunan berat badan) dengan didukung program edukasi yang berkelanjutan. Ini merupakan cara yang paling sulit karena sasarannya adalah orang-orang yang belum sakit, artinya mereka yang masih sehat. Meskipun tidak mudah, tetapi program ini sangat menghemat biaya. Ada cara lain, yaitu dengan obat-obatan. Namun, tentu diperlukan sejumlah biaya untuk pembelian obat-obatan tersebut. Bagaimana pun, masih tetap lebih murah dengan modifikasi gaya hidup dibandingkan dengan asupan obat-obatan pencegah diabetes.
Direktur Pengendalian Penyakit Tidak Menular Kementrian Kesehatan, Dr. Ekowati Rahajeng, SKM, M.Kes., mengatakan bahwa peningkatan prevalensi diabetes melitus ini menjadi ancaman serius dalam pembangunan karena mengancam pertumbuhan ekonomi nasional, sehingga pemerintah terus berupaya mengendalikan diabetes melalui program Pos Pembinaan Terpadu Penyakti Tidak Menular (Posbindu PTM) yang dikembangkan sebagai bentuk aktivitas masyarakat untuk mengendalikan faktor risiko penyakit tidak menular secara mandiri. Posbindu ini bisa dilakukan di komunitas masyarakat yang ada, seperti kelompok kegiatan agama, sosial, rumah tangga, sekolah, dll. Bila memerlukan tindak lanjut dapat memberikan rujukan ke Puskesmas atau Rumah Sakit.
Selain itu, pemerintah pun mengajak masyarakat untuk CERDIK, yaitu Cek terhadap kesehatan, Enyahkan asap rokok, Rajin berolahraga, Diet dengan kalori seimbang, Istirahat yang cukup, serta Kelola stres, untuk mencegah terjadinya diabetes melitus. (*)