Penulis
Intisari-Online.com – Kalau hari ini baju Anda terlihat rapi dan bersih, mungkin Anda patut mengenal nama Henry W. Weely. Pada 6 Juni 1882, penemu asal New York itulah yang mendapat paten untuk setrika listrik.
Sejak itu, boleh dibilang, pekerjaan melicinkan baju jadi lebih gampang. Tidak perlu repot berurusan dengan setrika yang dipanaskan dengan api yang percikannya bisa membuat baju bolong-bolong.
Setrika listrik generasi pertama itu sebenarnya belum praktis betul. Karena permukaan besi yang dipanaskan cepat sekali menjadi dingin ketika dipakai dan harus dipanaskan lagi.
Padahal untuk mencapai panas maksimum dibutuhkan waktu lama.
Baca juga: Usut Asal: Istilah Keep Calm Awalnya Untuk melawan Jerman
Kalau diukur dengan kondisi saat itu, setrika listrik produksi abad ke-19 tadi sudah dianggap lumayan.
Sebelumnya setrikaan lebih mirip seperti lempengan besi yang dipanaskan dengan api.
Maka setiap orang umumnya mempunyai dua atau tiga lempengan besi. Jadi, satu lempeng dipakai untuk menyetrika, lempengan yang lain dipanaskan.
Setrika mencatat sedikit kemajuan ketika arang bisa dimasukkan ke dalam setrika. Orang cukup mempunyai satu buah setrika saja dan panasnya bisa dipertahankan.
Cuma kalau tidak cermat diperhatikan panasnya, setrika bisa kelewat panas dan baju bisa terbakar atau lengket.
Baca juga: 10 Fakta 'Gila' Kehidupan Keluarga Kerajaan Inggris, Salah Satunya: Tali Sepatu Saja Harus Disetrika
Di negeri kita, setrika dengan arang sempat populer selama puluhan tahun sampai sekitar tahun '80-an.
Cirinya berwarna gelap, bobotnya berat, dan ada patung ayam di ujungnya. Sampai hari ini pun "setrika ayam" ini masih dipakai di desa-desa.
Pemakaian panas untuk melicinkan pakaian sebenarnya sudah dimulai sejak 2.400 tahun lalu.
Pada zaman Yunani atau empat abad sebelum Masehi, bentuk setrika tidak datar, melainkan silinder.
Kain yang hendak dihaluskan seperti digilas dengan besi dan biasanya digunakan untuk membuat lipatan pada jubah.
Baca juga: Hanya Lima Menit, Ini Cara Mudah Bikin Roti Bakar dengan Setrika
Dua abad kemudian, bangsa Romawi menghaluskan pakaiannya dengan logam rata yang dipukul-pukulkan pada kain.
Pekerjaan ini sungguh membosankan dan menghabiskan waktu, karena itu hanya dikerjakan oleh budak.
Pada abad ke-15, di Eropa mulai muncul bentuk setrika seperti yang kita kenal sekarang. Hanya saja permukaan besinya yang dipanaskan di dalam sebuah kotak pemanas yang dibakar dengan batu bara.
Setiap lempeng besi memiliki celah untuk menyelipkan gagangnya agar bisa diganti-ganti.
Kelemahannya, jelaga pembakaran ternyata begitu banyak sehingga bisa menempel di besi lalu membekas di baju.
Sebelum masuk ke zaman listrik, setrika sempat dibuat dengan pembakaran gas. Tentu yang bisa memakai hanya rumah-rumah yang berlangganan gas.
Namun risikonya ternyata setrika bisa menjadi lemah, meledak, dan menyebabkan kebakaran.
Maka setrika semacam ini tidak pernah begitu populer, dan untunglah muncul listrik. (Tj – Intisari April 2008)