Penulis
Intisari-Online.com -Salah satu kelemahan gadget saat ini adalah baterai. Ya, pemasok daya ini tertatih-tatih mengejar perkembangan teknologi multimedia yang semakin cepat. Penemuan terbaru diharapkan membuat baterai lebih digdaya.
(Sudah Dipastikan, Baterai Jadi Biang Keladi Terbakarnya Galaxy Note 7)
Bagi mereka yang tidak mobile, persoalan baterai tidak begitu krusial. Bahkan sudah menjadi rutinitas, begitu pulang kerja langsung nge-charge gadget-nya. Entah itu ponsel, portable multimedia player, atau kamera. Berbeda dengan mereka yang mobile. Saya pernah mengalami ketika baterai habis, tidak ada stopkontak terdekat untuk mengisi ulang baterai. Kalaupun ada waktunya hanya beberapa saat. Akhirnya, baru terisi sedikit sudah harus dicabut. Alhasil kemampuan baterai juga berkurang.
(Para Peneliti Membuat Baterai Smartphone Tahan Api yang Tidak akan Terbakar) Solusi yang bisa ditempuh adalah menggunakan baterai cadangan meski tak praktis. Baterai gendhong, begitu para maniak gadget memberi istilah, merupakan baterai eksternal yang mampu memberi daya ke gadget untuk sementara waktu. Masalahnya butuh waktu lama untuk isi ulangnya. Begitu juga baterai eksternal tadi butuh waktu lama untuk pengisian dayanya. Memang, ada jenis baterai eksternal yang suplai dayanya bisa menggunakan baterai kering model AA atau AAA. Ini tentu lebih praktis karena baterai AA atau AAA bisa kita temui di beberapa warung. Persoalan tadi bisa terpecahkan manakala proses pengisian ulang bisa dipercepat. Paul Braun dan tim, seorang guru besar ilmu dan teknik material, dari Universitas Illinois, AS, sedang mengembangkan sebuah baterai yang cepat pengisian dayanya. Nantinya, mengisi ulang baterai ponsel hanya butuh waktu beberapa detik, baterai laptop beberapa menit, dan baterai kendaraan tak beda banyak dengan lama waktu mengisi bensin.
(Tujuh Mitos Keliru Soal Mengisi Baterai Ponsel) Tak peduli bahan pembuatnya, semua baterai bekerja dengan prinsip yang sama. Ada dua buah elektrode – anode dan katode – yang tersambung oleh bahan penghantar listrik (biasanya berupa cairan yang disebut elektrolit). Ketika baterai digunakan, elektron (ion negatif) mengalir dari anode ke katode melalui rangkaian luar, sedangkan ion positif mengalir dari anode ke katode melalui elektrolit untuk menyeimbangkan ion di kedua elektrode itu. Sedangkan selama isi ulang, terjadi aliran sebaliknya. Yang menjadi dilema bagi para pembuat baterai adalah kecepatan isi ulang tergantung pada daerah kontak antara elektrolit dan elektrode. Bentuk yang tipis mirip sandwich, yakni katode, elektrolit, dan anode berimpitan merupakan bentuk yang akan menghasilkan kondisi discharged dan recharged dengan cepat. Hanya saja, konsekuensinya energi yang tersimpan jadi sedikit sebab volume elektrode berkurang. Nah, solusi untuk mempercepat isi ulang adalah dengan meningkatkan daerah kontak tanpa mengorbankan volume. Inilah yang dikerjakan Dr. Braun dan timnya. Dr. Braun memulainya dengan mengemas bola polisterin (sejenis polimer bahan pembuat plastik) berdiameter sepersejuta meter. Selanjutnya rongga yang terbentuk di antara bola-bola itu diisi dengan nikel menggunakan teknik elektrodeposisi – seperti melapisi sekeping baja dengan nikel. Setelah itu kemasan bola-bola tadi dipanaskan untuk melumerkan polisterin. Terbentuklah busa yang terbuat dari nikel metalik. Sambungan antara ruang bundar di dalam busa kemudian diperbesar menggunakan teknik electropolishing untuk melarutkan lapisan permukaan logam. Terbentuklah katode dengan susunan mirip sarang tawon. Pada percobaan ini Braun menggunakan dua jenis baterai, NiMH dan Li-ion. Pada NiMH, material itu disebut nickel oxyhydroxide. Sedangkan pada Li-ion mangan dioksida yang dipakukan ke ion lithium. Pada kedua jenis dilakukan electroplated ke dalam struktur sebelum celah yang ada diisi dengan cairan elektrolit. Hasilnya adalah daerah kontak yang banyak antara nikel (yang mengalirkan elektron dari dan ke baterai), katode (yang mengalirkan ion dari dan ke elektrolit untuk menyeimbangkan gerakan elektron), dan elektrolitr (tempat ion bergerak antara katode dan anode). Seperti yang diinginkan Braun, modifikasi ini tak banyak mengorbankan volume katode. Konsekuensinya, laju isi baterai meningkat 10 sampai 100 kali lebih tinggi dibandingkan dengan kondisi normalnya. Dalam salah satu percobaannya, pengisian baterai Li-ion sampai 90% hanya membutuhkan waktu dua menit. Kecepatan ini masih bisa ditingkatkan jika teknik yang sama diaplikasikan pada anode. Menurut Braun, modifikasi ini bisa dilakukan pada baterai mobil listrik. Jika berhasil maka isi ulang baterai mobil listrik bisa setara dengan isi bensin pada mobil konvensional. Tidak seperti sekarang yang butuh waktu berjam-jam. Dengan begitu mobil listrik bisa kompetitif dalam soal waktu pengisian BBM.