Find Us On Social Media :

Ancaman Bikin Perilaku Anak Memburuk

By Agus Surono, Senin, 9 April 2012 | 17:20 WIB

Ancaman Bikin Perilaku Anak Memburuk

Intisari-Online.com - Ketika suara Anda tidak didengar anak, apa yang Anda lakukan? Mengancam? Menghukum? Bisa jadi kata-kata seperti ini akan keluar dari mulut Anda.

"Kalau kamu tidak makan sekarang, aku tidak akan lagi memberimu makanan."

"Kalau kamu tidak berperilaku baik, aku takkan pernah bicara denganmu."

"Kalau kamu tidak melakukan ini, aku tidak akan mengerjakan itu atau aku akan mengerjakan hal lain."

Anak hanya mendengarkan Anda sebentar saja, dan kemudian kembali melakukan hal yang sama sehingga memaksa Anda untuk mengancamnya lagi.

Ancaman bukanlah hukuman. Ancaman merupakan niat untuk menghukum. Ancaman hanyalah kata-kata. Banyak orangtua mengeluarkan ancaman karena tidak tahu cara menggunakan hukuman. Beberapa di antaranya takut menggunakan hukuman, dan beberapa lainnya mengancam karena mereka terlalu malas untuk menjalankan terus hukumannya. Apa pun alasannya, ancaman sering kali menjadikan perilaku buruk anak justru semakin parah.

Ancaman mengajari anak untuk tidak percaya kepada Anda. Anak-anak tahu bahwa ancaman tidak selalu dilaksanakan. Bagaimana mereka tahu? Anda belum pernah sungguh-sungguh mewujudkan ancaman sebelumnya. Anda tidak pernah menindaklanjutinya. Ancaman merupakan ketidakkonsistenan (inkonsistensi) dalam ukuran besar.

Ada garis batas amat tipis di antara antara ancaman dan peringatan. Peringatan bisa efektif jika Anda tidak terlalu sering menggunakannya dan dengan banyak pertimbangan. Kebanyakan anak tidak memerlukan peringatan karena mereka tahu kapan dan di mana harus berperilaku dengan tepat. Gunakan peringatan hanya ketika anak-anak tidak tahu bahwa mereka telah berperilaku secara tidak tepat.

Tidak semua orangtua berhasil menggunakan peringatan. Hanya mereka yang punya reputasi untuk menindaklanjuti yang dapat menggunakan peringatan. Orang tua sering bertanya apa perbedaan antara ancaman dan peringatan. Perbedaannya tidak ditemukan pada apa yang dikatakan orangtua. Perbedaannya ditemukan dalam apa yang didengar si anak.

Siska membawa Reyhan yang berusia empat tahun ke tempat kami untuk menghadiri pesta ulang tahun. Siska memperingatkan Reyhan untuk berhenti bermain, tapi tidak digubris. Siska mengatakan akan pulang saja. Reyhan masih tetap berperilaku buruk. Siska lantas menggelandangnya dan menuju ke mobil. Reyhan menangis dan meminta untuk tetap tinggal. Mereka pergi dan tidak kembali. Tak ada pesta untuk Reyhan. Meskipun Siska sendiri harus pergi, dia tetap menindaklanjuti (peringatannya). Reyhan pun menjadi baik pada pesta-pesta berikutnya.

Jika Anda konsisten menindaklanjuti apa yang Anda katakan, anak pun akan selalu mengindahkan peringatan Anda. Dia akan belajar ketika Anda mengatakan "berhenti", maka Anda sungguh-sungguh berhenti sekarang. Kalau Anda biasanya tidak konsisten, anak akan tahu masih butuh beberapa ancaman sebelum ia benar-benar harus berhenti.

Peringatan tentang waktu juga sangat membantu dan efektif bagi orangtua dan anak-anak. Simak beberapa contoh berikut ini.

"Makan malam akan siap 10 menit lagi. Sudahi permainanmu dan langsung menuju meja makan."

Kalau anak Anda hanya mengenal angka, dan belum paham tentang jam, maka Anda perlu menyampaikan:

"Ketika jarum yang lebih besar menunjuk ke angka 5, kamu harus berhenti menonton TV dan siap-siap mengerjakan pekerjaan rumahmu."

"Sekarang jarum kecil menunjuk angka 2. Kalau sudah di angka 3 kamu harus tidur."

Peringatan tentang waktu memberi tahu anak-anak bahwa ada sesuatu yang perlu mereka lakukan dalam waktu dekat. Kiranya ini tidak mengagetkan, dan umumnya justru mendorong mereka untuk lebih kooperatif. Sebagian besar orangtua menyatakan bahwa mereka telah menggunakan, atau mereka biasa menggunakan, peringatan tentang waktu pada anak-anak secara efektif.

"Lima Menit Lagi", "Mungkin", dan "Kita lihat nanti"

Banyak orangtua takut mengatakan "tidak". Beberapa orangtua merasa takut mengatakannya karena ingin menghindari percekcokan. Sejumlah orangtua merasa malu atau bersalah kalau anaknya marah. Beberapa orangtua takut tidak disukai oleh anak-anaknya, Makanya, orangtua sering menggunakan kata-kata seperti "Mungkin", "Lima menit lagi", dan "Kita lihat nanti". Kata-kata tersebut paling umum digunakan dalam percakapan antara orangtua dan anaknya.

"Sudah waktunya pulang."

"Papa, kita masih ingin bermain."

"Oke, lima menit lagi."

"Setelah makan malam, beli es krim ya."

"Mungkin."

"Akankah besok kita diajak nonton film, Ma?

"Kita lihat nanti."

Kata-kata atau kalimat itu menunda sesuatu yang tak bisa dihindarkan. Tidak masalah untuk menggunakan penundaan sepanjang anak Anda tahu bahwa "mungkin" itu bisa berarti "ya", bisa pula berarti "tidak". Anak Anda harus mengerti bahwa "lima menit lagi" berarti lima menit lagi, bukannya sepuluh menit lagi.

Bagaimana Anda mengajarkan kepada anak bahwa "mungkin" kadang-kadang berarti "tidak"? Mulai saat ini, tindak lanjuti kata "mungkin" dengan "tidak". "Saya tahu saya memang mengatakan mungkin. Saya sudah pikirkan lagi. Jawabannya adalah tidak." Anak Anda pasti tidak suka mendengarnya. Tak masalah. Yang penting konsisten. Ini akan bermanfaat untuk jangka panjang. (Kiat Sukses Mendidik Anak)