Find Us On Social Media :

Cara Mengurangi Susut Gizi

By K. Tatik Wardayati, Sabtu, 23 Juni 2012 | 08:00 WIB

Cara Mengurangi Susut Gizi

Intisari-Online.com – Di satu sisi pemasakan atau penyimpanan makanan menguntungkan. Namun, di sisi lain ada beberapa zat gizi yang ngacir akibat pengolahan dengan panas dan penyimpanan dalam waktu lama tersebut. Ini tentu tidak diinginkan. Zat gizi apa saja yang hilang dan bagaimana mengurangi kehilangan tadi?

Dalam banyak hal, proses pemasakan diperlukan sebelum kita mengonsumsi suatu makanan. Entah digoreng, dikukus, direbus, atau dipanggang di dalam oven atau bara arang. Dengan memasak, cita rasa makanan menjadi lebih enak dan daya simpannya bisa diperpanjang. Makanan yang telah dimasak pun terbebas dari bahan beracun tertentu yang terkandung di dalam suatu bahan makanan, terutama bahan nabati. Tak cuma itu, dengan memasak sempurna, kuman penyakit tertentu akan dilibas habis, sehingga kita terhindar dari penyakit setelah mengonsumsinya.

Di tingkat industri dikenal pula pengolahan dengan cara pasteurisasi dan sterilisasi. Proses-proses tersebut dimaksudkan agar bahan makanan tetap awet selama disimpan. Namun, tidak dapat dipungkiri pengolahan dengan menggunakan panas tadi akan mengurangi kandungan gizi bahanmakanan. Inilah salah satu akibat yang tidak kita harapkan dari pengolahan bahan makanan dengan menggunakan panas.

Lebih baik dikukus

Di tingkat rumah tangga proses pemasakan dengan menggoreng termasuk paling sering dilakukan. Suhu menggoreng biasanya mencapai 160oC, dan oleh karena itu sebagian zat gizi diperkirakan akan rusak. Secara alamiah beberapa jenis vitamin (B dan C) memang rentan rusak akibat pemanasan. Penggorengan dengan suhu tinggi sehingga makanan menjadi sangat matang memicu terjadinya reaksi browning (pencokelatan) dan akhirnya muncul senyawa amina-amina heterosiklis penyebab kanker. Kerusakan bisa dikurangi dengan cara menggoreng dengan suhu minyak goreng tidak melewati titik asap (suhu pada saat minyak goreng mengeluarkan asap). Hasil gorengan akan maksimal apabila suhu minyak yang digunakan sekitar 110oC – 160oC (tergantung jenis minyaknya).

Selain penurunan kandungan zat-zat gizi karena rusak, kesalahan teknik menggoreng juga bisa berdampak buruk lainnya. Apabila minyak belum siap menggoreng maka kadang-kadang bahan makanan akan menyerap minyak lebih banyak. Penting diketahui bahwa meski sebagian zat gizi akna rusak selama penggorengan, namun makanan yang digoreng rasanya lebih gurih dan mengandung kalori lebih banyak. Cita rasa makanan gorengan ini sering kali lebih enak dibandingkan dengan makanan rebusan.

Produk-produk gorengan yang kini sudah menjadi industri besar antara lain adalah fast-food. Tidak ada hal jelek mengenai makanan siap saji tersebut kecuali apabila dikonsumsi berlebihan. Bagaimanapun juga bahan dasar kelompok santapan ini adalah pangan bergizi seperti daging ayam atau daging sapi dan kentang atau nasi. Ketidakseimbangan gizi muncul karena porsi pangan hewaninya, yang didalamnya terkandung kolesterol cukup banyak, kelewat besar. Sebaliknya, kandungan sayuran pada fast-food umumnya rendah. Oleh karena itu konsumsi fast-food sekali-kali adalah wajar, asal jangan berlebihan.

Pengukusan dan perebusan adalah metode konvensional lainnya yang telah lama dikenal untuk memanaskan bahan makanan. Bahan makanan yang langsung terkena air rebusan akan menurun nilai gizinya terutama vitamin-vitamin larut air (B kompleks dan C), sedangkan vitamin larut lemak (A, D, E, dan K) kurang terpengaruh. Pengukusan juga akna mengurangi zat gizi namun tidak sebesar pada proses perebusan. Namun pemanasan pada proses pengukusan kadang-kadang tidak merata. Bagian tepi tumpukan biasanya mengalami pengukusan berlebihan, sementara bagian tengah kurang.

Untuk produk-produk sayuran, proses perebusan maupun pengukusan sebaiknya dilakukan setengah matang. Hal ini akan membuat sayuran tetap renyah dan mengurangi kerusakan vitamin yang terkandung di dalamnya. Tetapi untuk produk-produk hewani seperti daging atau telur sebaiknya dimasak sampai matang. Karena kondisi setengah matang atau k urang matang akan menimbulkan ancaman keamanan pangan. Telur mentah atau setengah matang misalnya, masih mengandung zat antigizi (avidin) yang menghambat penyerapan vitamin A. Meski sebagian orang menyatakan makanan setengah matang memiliki gizi optimal dan relatif mudah dicerna, namun lebih baik lagi bila kita benar-benar mengonsumsi makanan matang yang sudah bebas kuman penyakit.

Pengukusan juga sering kali dilakukan industri mendahului proses pengalengan bahan makanan. Tujuannya, hanya untuk menonaktifkan enzim, bukan untuk membunuh mikroba. Dalam kondisi enzim tidak aktif, perubahan warna, cita rasa, atau nilai gizi yang tidak dikehendaki selama proses penyimpanan dapat dicegah. Bagaimana dengan pemanasan menggunakan oven microwave (gelombang mikro), yang kini telah digunakan oleh sebagian masyarakat? Energi gelombang mikro dianggap tidak mempengaruhi degradasi (penurunan) komponen gizi makanan, hanya peningkatan suhu yang diperkirakan mempengaruhinya. Telah dibuktikan bahwa pemanasan dengan microwave dapat mempertahankan gizi asam askorbat lebih baik dibandingkan dengan cara pengukusan atau perebusan dengan air.

Kalau roti?

Pemanggangan pun bisa menyebabkan susut zat gizi akibat kerusakan zat gizi tersebut. Kerusakan zat gizi dalam bahan makanan yang dipanggang umumnya terkait dengan suhu yang digunakan dan lamanya pemanggangan. Pada roti misalnya, tidak ada susut gizi yang berarti dalam tahap pencampuran adonan, fermentasi, maupun pencetakan. Kulit makanan yang dipanggang dapat mencapai suhu lebih dari 100oC tetapi kulit yang terkena suhu tinggi ini hanya merupakan bagian kecil dari bahan makanan tersebut secara keseluruhan.